BEM UI Kritik Jokowi : Rektor dan Ade Armando Pengkhianat Intelektual? - Telusur

BEM UI Kritik Jokowi : Rektor dan Ade Armando Pengkhianat Intelektual?


Telusur.co.idOleh : Wildan Hilmi Z. A*
 
Beberapa hari lalu BEM UI membuat kejutan dengan mengunggah poster yang berisi kritikan kepada Presiden Jokowi dengan menyebut nya sebagai The King of Lip Service. Langkah ini berujung polemik, bahkan Ade Armando secara sarkastik menyebut BEM UI jangan terlihat pandir.
 
Tulisan ini bukan untuk mencari siapa yang benar atau siapa yang salah? Akan tetapi mendudukkan bagaimana seharusnya civitas akademika bersikap. Kita tahu Mahasiswa telah menjadi sebuah komunitas atau kelompok yang menjadi bagian masyarakat.

Karenanya mahasiswa juga memiliki tanggung jawab terhadap kemaslahatan masyarakat. Mereka yang menyadari hal ini, tentunya para aktivis-aktivis kampus yang bergerak melalui organisasi pergerakan mahasiswa.
 
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi salah satu wadah berkumpulnya para aktivis. Akan menjadi sebuah hal yang memalukan jika para aktivis ini tidak mampu berpikir secara kritis dan intelek terhadap permasalahan negara. Mereka pun terkadang identik dengan pemikiran serta tindakan cerdas dan revolusioner.
 
Namun yang lebih penting harus independen, yang dengan independen disini adalah sebagai sikap netral atau tidak memihak kepada salah satu, punya kekuasaan sendiri, merdeka, tidak dikontrol oleh pihak lain.
 
Tentunya sebuah kewajaran berpikir kritis ketika BEM UI merasa ada yang tidak beres dengan pengelolaan negara lantas mengeluarkan kritikan. Namun kritikan mereka lantas berujung pada kegerahan civitas akademika lainnya, tentunya menimbulkan tanda tanya. Ada apa? Benarkah cara cara ototarian Orde Baru kembali bangkit? Atau ada kepentingan civitas akademika lainnya?
 
Seperti kita ketahui bersama Civitas Akademika merupakan Anggota komunitas Perguruan Tinggi yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan semua badan kepengurusan kampus. Mahasiswa jadi bagian dari Civitas Akademika.
 
Pihak Rektorat Universitas Indonesia (UI) sebagai salah satu Civitas Akademika yang pertama kali bereaksi dengan melayang panggilan kepada Leon Alvinda Putra, selaku Presiden BEM UI. Tindakan ini memunculkan ada sesuatu dengan si Rektor. Saat ini yang menjadi Rektor UI adalah Profesor Ari Kuncoro (PAK). Ia tercatat sudah tiga tahun menjadi rektor.
 
Sejak 2017 setiap pengangkatan rektor harus sepengetahuan Presiden. Sekalipun Surat Keputusan pengangkatan oleh Menteri.
 
Selain itu pada 2 vember 2017, sang rektor dapat pekerjaan tambahan, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank BNI, sang rektor ditunjuk sebagai komisaris Bank BNI, salah satu Bank BUMN.
Karirnya di dunia perkomisarisan terus berlanjut ketika RUPST Bank BRI menunjuknya sebagai komisaris Bank BRI pada 18 februari 2020, lagi-lagi Bank BUMN.

Jelas pada PP Nomor 68 Tahun 2013 dengan tegas melarang Pejabat Rektor merangkap jabatan, termasuk di antaranya adalah menjadi pejabat pada perusahaan plat merah.
 
BUMN dalam bidang perbankan masuk kategori kelas atas, karenanya atensi dari penguasa (Presiden -red) tentunya ada. Ini menegaskan, adanya hubungan spesial antara PAK dan penguasa.

Bisa jadi kehormatan atau jabatan yang dimiliki PAK adalah iming-iming untuk meredam daya kritis kampus yang dipimpin oleh PAK. Apakah pak Rektor sudah masuk tudingan seperti yang diungkapkan oleh Julian Benda sebagai pengkhianat intelektual? Entahlah.
 
Adapun Civitas Akademika lainnya yang bereaksi adalah seorang dosen, yakni Ade Armando(AA). Melalui cuitan Twitter @adearmando1 pada Minggu, 28 Juni 2021.  AA mencuit berikut "Maaf ya, mereka memang masuk UI dan terpilih jadi BEM. Tapi kan memang gak ada jaminan bahwa mereka pintar,” tulisnya.
 
Selain itu, pada cuitannya yang lain, Ade Armando mengatakan bahwa, ia menghargai kebebasan berekspresi, dan ia meminta agar BEM UI tidak terlihat terlalu pandir. Sehingga, ia mempertanyakan apakah mahasiswa anggota BEM UI menyogok untuk menjadi diterima di ‘Kampus Kuning’ itu.
 
Dari cuitan-cuitan itu, sontak membuat berang banyak pihak. Terlebih dalam membela cuitannya, AA beralasan bahwa, kritik BEM UI, terlalu dangkal tanpa kajian. Terlebih ada sebutan pandir.
 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pandir memiliki arti bodoh atau bebal. Sementara arti kata bodoh dalam KBBI adalah
1. tidak lekas mengerti; tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dan sebagainya);
2. tidak memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman);
3 cak terserah (kepadamu);
Sedangkan bebal masih menurut KBBI memiliki arti sukar mengerti; tidak cepat menanggapi sesuatu (tidak tajam pikiran); bodoh.
 
Lantas apakah pantas AA sebagai dosen menyebut mahasiswanya sebagai pandir. Seorang dosen menilai mahasiswa dengan sesuatu atau nilai terukur. Penilaian dengan kata pandir jelas menunjukkan adanya ujaran kebencian.
 
Tentunya wajar jika ada tudingan miring terhadap AA mengingat selama ini AA selalu menjadi pembela penguasa. Cuitannya di medsos sering memanaskan telinga kelompok tertentu. Sekali lagi apakah sebagai AA sebagai intelektual sudah menjadi pengkhianatan intelektual? Entahlah biar waktu yang menjawabnya.
 
Akhirnya tulisan Ariel Heryanto seorang profesor emeritus pada Monash University Australia yang berjudul "gila hormat" (Kompas 26 Juni 2021) bisa menjadi alasan mengapa Civitas Akademika bereaksi atas kritikan BEM UI terhadap Presiden Jokowi.
 
Dalam penutup tulisan, Prof Ariel menulis, “Ujaran kebencian mustahil dibasmi. Kita perlu belajar hidup lebih santai dan dewasa di zaman yang gaduh omong kosong, fitnah dan dengki, baik yang pro maupun anti-pemerintah. Kita perlu lebih kebal melawan wabah gila hormat. Perlu memilah masalah pribadi dari urusan dinas. Perlu lebih merdeka dari sisa-sisa warisan kolonial Eropa dan budaya keraton pribumi,” tulisnya.

*Penulis adalah Ketua Kajian NISIS (Center of National Industry and Strategic Issue Studies).


Tinggalkan Komentar