Catatan Tentang Momentum Hari Lingkungan Hidup Di New Normal - Telusur

Catatan Tentang Momentum Hari Lingkungan Hidup Di New Normal


Telusur.co.id - Oleh: Dr. H. Joni, SH. MH, Notaris, Pengurus Pusat INI (Ikatan Notaris Indonesia), Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Habaring Hurung Sampit

SETIAP tanggal 5 Juni, diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup sedunia. Untuk tahun 2020 ini, peringatan hari lingkungan hidup ini berada pada momentum yang secara nasional berada pada situasi new normal (diartikan dengan kenormalan baru). Meskipun tak berkaitan langsung dengan lingkungan dalam arti sempit, namun dalam arti luas pandemi virus korona ini bisa disebut sebagai bencana lingkungan abad ini.

Pada momentum international, Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED) untuk tahun 2020, Kolombia dipilih Program Lingkungan PBB (UNEP) menjadi tuan rumah Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2020 dalam kemitraan dengan Jerman. Seolah mengajak melupakan bencana global yang sedang melanda hampir di seluruh dunia ini, tema besar Hari Lingkungan Hidup Dunia 2020 yang dirayakan Jumat, 5 Juni 2020 adalah Time For Nature dengan fokus pada “Keanekaragaman Hayati”; atau “Biodiversity”.

Keanekaragaman hayati menjadi bagian dari kehidupan manusia yang diwujudkan dari makanan sampai obat-obatan. Deskripsinya, sebagaimna disiarkan oleh situs atas otoritas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), worldenvironmentday.com, 87 dari 115 tanaman pangan global bergantung pada penyerbukan serangga atau hewan. Dalam kaitan ini, keanekaragaman hayati, berfokus membantu agar dampak perubahan iklim tidak terjadi saat hutan mengubah karbon dioksida menjadi oksigen ke udara yangdihirup manusia sambil terus menyejukkan bumi.

Bagaimana Tanah Air Gaung peringatan hari lingkungan hidup di tanah air nyaris tak terdengar. Semuanya tenggelam dalam keprihatinan berperang melaan virus korona. Namun demikian bukannya tidak memberikan kesan monumental pada hari lingkungan hidup sedunia ini. Sekurangnya sebagai bahan renungan, bencana lingkungan sedang mengintai kehidupan rakyat Indonesia, yang berkompetisi dalam segala segi di dunia global, dan bersama masyarakat interenasional berperang melawan virus korona.

Seolah terabaikan, sejatinya pakar geologi mengingatkan bahwa kuantitas bencana hidrometeorologis meningkat dan tidak sedikit menimbulkan kerugian di sepanjang tahun 2019, dan menekankan terjadinya berbagai kemungkinan munculnya bencana di tahun 2020 ini. Harus diingatkan kepada warga yang untuk jangka yang lama bertarung dengan bencana ekologis yang selalu membayangi kehidupan di setiap detik, khususnya terjadinya gempa bumi.

Kesemuanya itu berhubungan dengan masalah lngkungan hidup. Lingkungan hidup begitu kompleks. Penyebab dasarnya masalah ini adalah hubungan antara manusia dan media lingkungan. Manusia dengan segala kebutuhan hidup yang tidak pernah habis dan cenderung terus bertambah. Sementara lingkungan alam yang semakin terbatas kuantitas dan kualitasnya. Lingkungan alam yang kemudian menjdi satu satunya sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tak terpuaskan.

Di dalam interaksi antara manusia dan lingkungan alam yang tak pernah ada habisnya inilah kemudian muncul masalah, anak masalah, cucu masalah cicit masalah dan seterusnya yng tak bias dikuantifikasi, apa lagi dikualitaskan. Masalah itu jika dirinciakan sangat Panjang, bahkan tak terhitung. Masalah itu intinya adalah munculnya gangguan yang berwujud perilaku alam dalam kehidupan manusia. Mulai dari pencemaran, tereganggunya kesehatan, munculnya berbagai penyakit dan seterusnya. Kesemuanya tentu tak dapat dibiarkan begitu saja.

Muncullah ide tentang bagaimana menjaga kualitas lingkungan hidup agar manusia tetap hidup sehat serta tak terganggu oleh ulah lingkungan yang sejatinya diakibatkan oleh ulah tangan manusia. Kesemuanya memerlukan antisipasi, dan sepanjang yang bisa diakukan oleh manusia adalah dengan cara membuat rambu peilaku terhadap lingkungan. Rambu inilah yang kemudian diidentifikasi sebagai hukum. Hukum yang bertujuan, sejatinya untuk “sekadar” nengurangi kuantitas dan kualitas gangguan alam terhadap manusia. Namun normatifnya dibahasakan dengan menghilangkan gangguan dimaksud.

Secara teknis, kemudian masalah yang berkenaan dengan hukum ini diabstraksikan, sebagai artikulasi dari apa yang seharusnya terjadi (das sollen), sehingga apa yang terjadi (das sein) harusnya menyesuaikan. Permasalahan ini sebagaimana dinyatakan begitu kompleks dan tak terhitung.

Beberapa diantaranya adalah sebagaimana dideskripsikan dalam buku ini. Namun itu hanya sebagian. Mengabstraksikan permasalahan ini secara umum, bahwa komplesitas masalah lingkungan memang sangat beragam.

Masalah Lingkungan Konvensional

Sejumlah permasalahan lingkungan itu misalnya yang dapat diamati panca indera adalah sampah. Bahwa di setiap kota, desa dan wilayah yang difikirkan adalah bagaimana membuang sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) bukan bagaimana mengedukasi masyarakat bagaimana mengelola sampah menerapkan 4R (reuse, reduce, recycle, recovery).  Pada intinya bahwa sejumlah permasalahan lingkungan dijumpai di seluruh dunia saat ini dan terkhusus di Indonesia. Permasalahan sampah masih menempati urutan pertama. banjir menyusul jadi masalah nomor dua.

Pencemaran media air seperti sungai, danau dan laut ada di peringkat ketiga. Pemanasan global ada diperingkat selanjutnya terbukti dengan tenggelamnya pulau-pulau dan kota-kota di dunia. Pencemaran udara menjadi langganan tahunan ada di peringkat kelima. Peringkat selanjutnya adalah rusaknya ekosistem laut. Diikuti oleh sulitnya air bersih. Lalu, kerusakan hutan ada diperingkat ke delapan. Abrasi pantai ada di peringkat ke Sembilan, dan pencemaran tanah ada di peringkat ke-10.

Apakah keserakahan oleh pemilik modal dan pemilik  teknologi punya andil dalam kerusakan dan pencemaran lingkungan. Tentu demikian. Pemilik modal dan teknologi telah memberdayakan lahan dengan menjadikannya sebagai perkebunan yang sangat luas di berbagai lokasi di seluruh belahan dunia. Mereka, pemilik modal dan teknologi telah membangun gedung-gedung dan bangunan di atas gunung, di laut, di dataran rendah, di persawahan, rawa, sungai dan bawah tanah. Kawasan bumi telah diubah sedemikian rupa sehingga tak lagi mempunyai daya dukung lingkungan sebagaiana semula.

Dominasi Pemilik Modal

Para pemilik modal dengan teknologinya itu telah mempekerjakan anak manusia untuk banyak jenis pekerjaan mulai dari yang hal sampai yang haram, mulai dari yang tanpa risiko terhadap kesehatan hingga yang sangat berisiko. Tentu saja ini juga merupakan satu fenomena pelanggaran terhadap pekerja anak yang dilarang oleh hukum manapun.

Mereka, para pemilik modal dan kecanggihan teknologinya telah menggali perut bumi, dan pada giliran berikutnya telah menyebabkan polusi radiasi, polusi gelombang elektromagnetik, polusi tanah, polusi air, polusi udara dan sebagainya. Bahkan pemilik modal dan teknologi telah menyebabkan terjadinya keracunan makanan, terjadi mutasi gen, terjadi kemandulan dan terjadi kegalauan penduduk bumi tanpa tahu penyebabnya. Pada tahap berikut, mengedepanlah pola sosial lain yaitu kemiskinan.

Dalam kaiktan ini kemiskinan berperan dalam kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kasat mata, terjadi ketidakseimbangan dalam pola sosial antara kaya dan miskin. Secara teknis merambat pada sistem pembinaan kepiribadian yaitu sistem Pendidikan. Sistem yanhg normatifnya berorientasi pada pembinaan moral dan kesantunan, berubah menjdi orientasi materi.

Ternyata dalam pelaksanannya sistem pendidikan Indonesia belum mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang peduli dan berwawasan lingkungan. Pada kenyataannya, dalam penciptaan lingkungan yang ideal pada satu sisi, dan sistem pendidikan pada sisi lain telah profil manusia yang kontroversial. Pada stu sisi bisa memperbaiki lingkungan tetapi bisa juga merusak lingkungan. Maka kemiskinan juga serupa. Kemiskinan bias mengurangi kerusakan lingkungan tetapi ternyata bisa merusak lingkungan.

Kemiskinan ternyata menjadi penyebab tidak berdayanya manusia sehingga tidak mampu lagi menangkap fenomena, apalagi menyelesaikan serta memperbaiki lingkungan. Pada tataran teknis, dapat dicermati pada masalah sampah. Bak sarang labirin, masalah sampah berserakan, air limbah tak terkelola dengan baik, membuang limbah fisik sembarangan, sehingga lingkungan jadi kumuh. Kesemuanya itu timbul karena masih besarnya jumlah kemiskinan dalam masyarakat.

Adanya kerusakan alam dan tercemarnya lingkungan terjadi akibat kemiskinan dapat dilihat di negara-negara seperti India, Indonesia, Pakistan, Myanmar dan negara-negara Afrika. Buang air besar sembarangan terjadi di negara-negara miskin seperti India dan Indonesia. Demikian juga akibat kemiskinan penduduk membakar lahan sehingga terjadi kerusakan lahan dan polusi udara.

Berdasarkan hal di atas, kewaspadaan terhadap munculnya bencana alam akibat perubahan rona lingkungan benar benar harus diwaspadai. Berbagai pesiapan untuk itu harus terus dilakukan demi terhindarnya warga dari musibah mendadak. Bencana bertubi yang untuk saat ini ditandai dengan pandemi virus korona yang sudah sampai pada tahap new normal ini hendaknya menyadarkan seluruh warga khususnya di tanah air terhadap berbagai bencana yang dalam bahasa agama merupakan cobaan dari Yang Maha Kuasa.


Tinggalkan Komentar