telusur.co.id - Komisi X DPR RI akan mendorong realisasi anggaran sebesar 2,5 persen dari APBN untuk pengembangan dan prestasi olahraga nasional. Kalau ini ditolak pemerintah, DPR akan mengusulkan pentingnya dana abadi olahraga nasional, sebagaimana dana abadi pesantren yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu disampaikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda saat berbicara dalam Forum Legislasi bertajuk “Masa Depan Atlet dalam Revisi UU Sistem Keolahragaan Nasional/SKN” di Media Center Parlemen, Senayan, Jakart, Selasa (21/9/21).

Hadir juga sebagai pembicara yakni Sesmenpora RI Gatot S Dewa Broto dan Atlet Pencak Silat peraih medali emas Asian Games 2018, Pipiet Kamelia.

“Kalau usulan dana 2.5 persen itu deadlock, maka dana abadi olahraga kita dorong. Sebagaimana dana abadi pesantren yang disatukan dengan dana pendidikan yang Rp71 Triliun,” kata Syaiful Huda.

Syaiful Huda menuturkan, usulan 2,5 persen maupun dana abadi olahraga itu untuk akselerasi, percepatan sistem dan design besar olahraga nasional. Baik terkait prestasi maupun kesejahteraan atlet.

“Itu harus kita gelorakan terus agar anak muda Indonesia optimis menjadi atlet yang memiliki jaminan kesejahteraan di hari tua,” ujarnya

Selain itu, menurut dia, perlunya sinkronisasi regulasi terkait olahraga sebagai profesi sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 3 tentang Ketenagakerjaan, tapi tidak bisa menjadi profesi yang dapat BPJS Kesehatan.

Dalam revisi UU SKN itu, jelas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, juga sedang merumuskan kesejahteraan atlet, dimana dalam skema besar olahraga nasional itu bisa dimulai sejak dini dengan melibatkan Kemendikbud RI. Dengan demikian, ada afirmasi anggaran dari APBN seperti Peraturan Presiden (Perpres) No. 86 tahun 2021 tentang Design Besar Olahraga Nasional (DBON).

"Pada prinsipnya RUU SKN tak boleh parsial, harus komprehensif dan itu butuh komitmen semua pihak, utamanya untuk kesejahteraan atlet dan percepatan sistem keolahragaan nasional,” kata Ketua DPW PKB Jawa Barat itu.

Sementara itu, Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Gatot Sulistiantoro Dewa Broto menyampaikan, kesejahteraan mantan atlet sebetulnya telah menjadi concern pemerintah sejak lama, dan bahkan tak sedikit pula yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam membantu mereka.

“Memang kalau perhatian yang diberikan itu masih belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan regulasi yang justeru sering menghambat upaya pemerintah untuk memberikan perhatian kepada para mantan atlet,” kata Gatot.

Dikatakan Gatot, bukan maksud negara tidak mau membantu, dan bukan maksud juga negara dianggap tidak peduli. Tapi terkadang terpaku pada rambu-rambu aturan yang ada, terutama di undang-undang SKN dan lain sebagainya. Dia menjelaskan, bila Kemenpora membantu mantan atlet dan mengeluarkan uang dari APBN sembarangan, ujung-ujungnya nanti pasti kena temuan BPK.

Menurutnya, Kemenpora juga dibatasi yakni baru memberikan penghargaan pada saat usia produktif atlet. Sedangkan untuk mantan atlet, apalagi yang sudah sangat lama nonproduktif, Kemenpora terbentur oleh regulasi yang ada.

“Meskipun kita tahu, mereka tidak ada yang berbohong. Mereka benar pernah mendapat medali emas di berbagai event dan seterusnya,” ujar Gatot.

Karena itu dia berharap Revisi Undang-Undang SKN yang kini sedang dibahas di Komisi X DPR RI membuka hambatan regulasi yang membuat pemerintah tidak bisa optimal memperhatikan kesejahteraan para mantan atlet.

RUU SKN juga diharapkan dapat memberi kesempatan para mantan atlet untuk hidup lebih sejahtera di masa tuanya.

“Saat ini ada 281 CPNS yang diangkat karena berprestasi di Asian Games, SEA Games, dan Olimpiade, sehingga masa tuanya tidak perlu khawatir,” pungkasnya. [Tp]