Komite II DPD RI Desak Pemerintah Awasi Izin Pertambangan - Telusur

Komite II DPD RI Desak Pemerintah Awasi Izin Pertambangan

Komite II DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Utara (Sultra) 11- 13 November 2019

telusur.co.id - Senator Sulawesi Utara, Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan mengingatkan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk selalu mengawasi kegiatan pertambangan yang sudah diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Hal itu disampaikan pada saat Komite II DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Utara (Sultra) 11- 13 November 2019. 

“Mengapa izin usaha pertambangan masih dikeluarkan, sementara banyak pemegang izin yang beroperasi tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang ada sehingga dampak lingkungannya terhadap masyarakat sudah mengkhawatirkan,” tegas Wa Ode pada pertemuan yang dipimpin M. Judul, Staf Ahli Gubernur Sultra bidang Ekonomi dan Pembangunan.

Pernyataan Wa Ode ini sekaligus menanggapi penjelasan dari Dinas ESDM Sultra terkait pemberian 387 izin usaha pertambangan (IUP) di sejumlah kabupaten di Sultra. Setiap IUP berlaku selama 10 tahun, dan bisa diperpanjang untuk masa 10 tahun lagi.

“Seharusnya, sebelum perpanjangan izin diberikan, pemerintah harus melakukan evaluasi. Setiap memberi perpanjangan izin, prosedur harus diperketat,” tambah senator dari Sultra ini.

Ia juga menyinggung tentang deforestasi atau kerusakan hutan.  Berdasarkan data dan kajian di lapangan, ancaman deforestasi di Sulawesi Tenggara saat ini terjadi cukup masif sehingga sudah mendapat perhatian sungguh-sungguh.

Berdasarkan data terbaru Walhi Sulawesi Tenggara, ditemukan sekitar 640.000 hektare hutan untuk kawasan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Konsesi tambang sekitar 600.000-an hektare dan 40.000-an hektare menjadi perkebunan kelapa sawit. 

Aktivitas pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, telah memicu terjadinya alih fungsi lahan hutan. Wa Ode mencontohkan Kabupaten Konawe Utara. Dari temuan Global Forest Watch, sepanjang 2001-2017 sebanyak 38.400 hektare tutupan pohon di Konawe Utara hilang. Bahkan data Walhi menyebutkan, ada sekitar 458 hektare hutan primer di Konawe Utara yang beralih fungsi jadi area pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

Bahkan Walhi Sultra memaparkan, alih fungsi hutan itu tak bisa dilepaskan dari maraknya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Merujuk data dari Dinas Kehutanan Sultra, saat ini ada 50 IPPKH di Bumi Anoa. Konawe Utara tercatat sebagai kabupaten dengan IPPKH paling banyak yakni 23 izin.

“Semua izin itu diberikan untuk usaha pertambangan. Sebanyak 12 izin di antaranya berada di DAS Molore dan Morombo. Keduanya bermuara ke DAS Lasolo yang meluap kala banjir,” jelas Sanahuddin.  [Ham]


Tinggalkan Komentar