Konsekuensi Pembatalan Pemberangkatan Jamaah Haji - Telusur

Konsekuensi Pembatalan Pemberangkatan Jamaah Haji


Telusur.co.id - Oleh: Dr. H. Joni, SH. MH, Dosen STIH Sampit, Pengurus Ikatan Notaris Pusat Universitas Diponegoro Semarang

BERITA Menggemparkan dan terasa pahit, Ketika Menteri Agama (Menag) mengumumkan bahwa untuk tahun 1441 hijriyah atau tahun 2020 ini pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkakan jamaah haji. Formalnya, dibahasakan oleh Menag bahwa sampai dengan ketentuan tanggal 1 Juni, sesuai janji pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) akan mengumumkan kepastian penyelenggaraan jamah haji ternyata belum juga diumumkan. Persiapan untuk penyelenggaraan haji dari Indonesia sangat mepet. Untuk itu diputuskan tahun ini tidak memberangkatkan jamaah haji.

Hal di atas adalah bahasa formal, sekira dipahami dan dimaklumi oleh Calon Jemaah Haji (CJH) yang rata rata berasal dari golongan rakyat kecil.

Mereka menantikan saat keberangkatan ini sebagai saat yang dinanti nantikan. Mereka menabung bahkan ada yang selama puluhan tahun. Bahasa sederhana itu kiranya dapat dipahami dengan sepenuhnya berserah diri kepada Allah memang tahun ini belum ada panggilanNya.

Namun demikian penundaan itu sudah dikonsultasikan dengan pemerintah KSA sebagai khatibul haramain (pelayan dua tempat suci) yaitu Makkah Almukarromah dan Madinah Almunawaroh. Bagi pemerintah KSA sendiri, dengan belum diumumkannya ini tentu sudah melalui pertimbangan yang secermat cermatnya pula. Pertimbangan yang tentu saja tidak semata diadasarkan pada pertanggungjawaban terhadap umat, tetapi terlebih lagi pertangungjawaban di hadapan Allah SWT.

Untuk Seluruh Jamaah Haji

Menyikapi kemungkinan munculnya spekulas bahwa pembatalan yang tertuang dalam Keputusan Menag No. 494 Tahun 2020 ini hanya untuk jamaah haji regular, penegasan Menag memberi kepastian, bahwa keputusan pembatalan melalui kajian  yang sangat mendalam karena pandemi virus korona yang melanda Indonesia dan Arab Saudi dapat mengancam keselamatan Jemaah. 

Untuk itu, dipastikan bahwa pembatalan pemberangkatan jemaah haji 2020 tersebut berlaku utuk seluruh WNI yang akan menjalankan ibadah haji 2020, baik haji reguler, haji khusus, haji dengan undangan khusus, maupun haji dengan visa khusus yang diterbitkan Kerajaan Arab Saudi.

Konsekuensi yang dijanjikan oleh Menag adalah bahwa jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi pembayaran akan menjadi jemaah haji 2021 atau diberangkatkan tahun depan. Tentu saja jika suasana sudah memungkinkan. Sebab berdasarkan perkembangan dari virus ini, masih menjadi bahaya bagi umat manusia secara keseluruhan. Pada beberapa negara tertentu, seperti Korea Selatan bahkan sudah nampak aman tetapi kemudian mewabah lagi.

Bahwa keputusan pembatalan itu sudah final. Mengapa hal ini menjadi permasalahan, karena hausnya pembatalan itu melalui pesetujuan dari DPR sebagai wakil rakyat. Ketentuan peraturan perundangan mengggariskan demikian. 

Dalam kaitan ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengingatkan Menag bahwa keputusan penyelenggaraan haji untuk WNI harus terlebih dahulu dirapatkan dengan Komisi VIII DPR RI. Intinya hahwa untuk memastikan kelanjutan pelaksanaan haji tahun ini sebagaimana komitmen pada rapat kerja sebelumnya dan terkait dengan kebijakan strategis pelaksanaan haji harus berkonsultasi dengan DPR RI sebagaimana diatur UU Haji dan Umrah.

Sehubungan dengan ini, sejatinya Menag telah mengirimkan surat kepada Komisi VIII DPR untuk mengadakan rapat penyelenggaraan haji. Namun, DPR ketika itu masih reses. Hanya saja, sesuai ketentuan perundang-undangan, bagaimanapun keputusan itu harus mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPR RI. 

Sementara sampai dengan penyampaian pengumuman itu belum ada surat persetujuan dimaksud. Oleh karena itu pihak Komisi VIII DP sebagai mitra kerja Kemenag menyayangkan tindakan Menag yang mengumukan keputusan pembatalan haji tahun ini tanpa rapat dengan pihaknya.

Apapun, keputusan telah diambil dan atas otoritas pemerintah (dalam hal ini Depag) telah mengambil keputusan final. Secara administratif tidak akan dicabut atau dibatalkan. Untuk itu, konsekuensi dari janji Menag dimaksud yang haus dipegang erat. 

Bagi jamaah tidak ada jalan, selain menerima ini sebagai ketentuan yang datang dari Allah SWT. Kemenag hanyalah relevansi sebagai dasar logika kemanusiaan dan hukum dunia, bahwa substansi yang dibacakan oleh Kemenag itu merupakan refleksi dari belum ditakdirkannya jamaah yang harusnya berangkat haji tahun ini kemudian tidak jadi berangkat.

Harus disadari demikian, karena tanpa kesadaran ini akan menyebabkan calon jamaah yang harusnya berangkat bisa tertekan serta berdampak tidak baik pada perkembangan fisik dan jiwa. Harus benar benar belajar ikhlas menerima, karena bagaimanapun tidak akan mungkin dipaksakan, misalnya berangkat sendiri. Hal yang tidak mungkin terlaksana. Lagian pemerintah KSA belum tentu juga membuka pintu masuk ke negara itu, atau secara umum menyelenggarakan haji untuk tahun ini.

Tetapkan untuk terus bermunajat, kalau memang tahun depan masih ada umur, Insyaallah tetap bisa berangkat. Bukan bermaksud menghibur diri, tetapi keberangkatan tahun depan pasti mengandung hikmah yang belum ditemukan apa makna dari batalnya berangkat haji tahun ini. Namun dengan keyakinan dan kepasrahan, Insyaallah hikmah itu positif. Amin


Tinggalkan Komentar