LKSP Sebut Sejumlah Pihak yang Harus Bertanggung Jawab Terkait Formula E - Telusur

LKSP Sebut Sejumlah Pihak yang Harus Bertanggung Jawab Terkait Formula E

Balap mobil Formula E Jakarta. (Ist).

telusur.co.id - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta, Andre Vincent Wenas mengatakan, ada sejumlah pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus Formula E Jakarta. 

"Pertama tentu saja Gubernur (Anies Baswedan) bersama oknum parlemen (DPRD DKI Jakarta) periode 2014-2019 yang menyetujui penyelenggaraan event ini," kata Andre dalam keterangannya, Kamis (1/12/22). 

Andre mempertanyakan, program tersebut tidak ada dalam RPJMD, tapi bisa disetujui di ujung masa bakti DPRD DKI Jakarta kala itu. 

Menurut Andre, pihak-pihak tersebut tidak bisa lepas tangan dari kasus Formula E yang saat ini dalam proses penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Janganlah munafik dan lari dari tanggung jawab. Memahami konstelasi politik di parlemen Jakarta pada tahun 2019 ini penting sekali untuk mengurai sebab musabab kacaunya pertanggungjawaban event Formula E sampai sekarang kelihatan sekali sedang berupaya untuk ditutup-tutupi (digelapkan) oleh sementara pihak," ujarnya. 

"Gubernur Anies bersama seluruh parpol di DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 jelas mesti bertanggung jawab," jelas Andre. 

Ditegaskannya, anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 itulah yang dalam rapat Banggar pada 14 Agustus 2019 lalu telah ikut menggolkan usulan Gubernur Anies soal event Formula E, termasuk soal pembayaran commitment fee. 

"Padahal tak sampai dua minggu kemudian (cuma 12 hari sejak rapat Banggar pada 14 Agustus 2019), yaitu pada tanggal 26 Agustus 2019, mereka pensiun, dan anggota DPRD DKI Jakarta yang baru bakal dilantik," terang Andre. 

"Dan kita tahu bersama di situ ada parpol baru yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang akhirnya secara kritis terus menerus mempertanyakan soal event Formula E ini, sampai hari ini," ujarnya. 

Lebih lanjut, Andre juga menyoroti soal belum adanya laporan pertanggungjawaban (LPJ) secara komprehensif soal penyelenggaraan Formula E Jakarta dari pihak penyelenggara. 

Menurutnya, hal tersebut aneh karena sudah hampir 6 bulan ajang balap mobil listrik itu digelar, namun hingga kini LPJ-nya masih 'misteri'.

"Sekarang sudah hampir 6 bulan setelah event Formula E ini selesai diselenggarakan (pada 4 Juni 2022). Dan laporan pertanggungjawaban yang komprehensif itu belum kelar juga. Ini aneh, sama sekali tidak profesional. Informasinya pun simpang siur," terangnya. 

Faktanya, lanjut Andre, dari pemberitaan media diketahui bahwa fraksi PSI via anggota parlemen Idris Ahmad masih mempertanyakan soal laporan pertanggungjawaban Formula E. 

"Ini artinya sampai pada rapat paripurna DPRD per tanggal 9 November 2022 kemarin itu masih saja belum ada kejelasan," ucap dia. 

"Masih gelap. Padahal itu Rapat Paripurna yang membahas tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023. Bagaimana bisa begitu? Ini kacau sekali," sambung Andre.

Andre juga mempertanyakan hitung- hitungan yang dilakukan oleh Jakarta Propertindo (JakPro) mengenai pengeluaran dan pendapatan dari gelaran Formula E. Pasalnya, JakPro selaku pihak penyelenggara mengklaim untung Rp6 miliar dari penyelenggaraan Formula E. 

"Sampai sekarang belum tampak transparansi pertanggungjawabannya. Bagaimana rincian perhitungan biaya pengeluaran dan pendapatan dari penyelenggaraan Formula E. Walau Jakpro bilang ada untung sekitar Rp6 miliar, tapi apakah ini sudah memperhitungkan commitment fee yang sebesar Rp560 miliar itu? Tidak jelas," kata Andre. 

Dia menyebut, ketidakjelasan itu juga tampak dalam laporan yang disampaikan petinggi JakPro seperti yang diberitakan di sejumlah media. 

"Kalau kita baca di media, terkesan simpang siur. Direktur Bisnis JakPro, Pak Gunung Kartiko bilang ada keuntungan sekitar Rp6 miliar. Tapi Direktur Utama JakPro, Pak Widi Amanasto mengonfirmasi bahwa Jakpro ada utang Rp20 miliar kepada Ancol untuk menyewa lahan. Namun kemudian dikoreksi, kini tersisa Rp4,9 miliar," urainya. 

"Tapi kembali, apakah itu semua sudah memperhitungkan soal commitment fee yang Rp560 miliar?" tambahnya mempertanyakan. 

Selain itu, Andre kembali mempertanyakan pertanggungjawaban soal penebangan ratusan pohon di kawasan Monas. Diketahui, kawasan Monas awalnya direncanakan dijadikan lokasi sirkuit Formula E, namun akhirnya batal dan sirkuit balap mobil listrik itu pindah ke kawasan Ancol. 

"Juga apakah menyebut soal pertanggungjawaban pohon-pohon mahoni di Monas yang sangat banyak telah mereka tebang. Dijual kemana kayu-kayu yang kabarnya bernilai miliaran itu? Dulu katanya pohon-pohon itu sedang dirawat, apakah sudah sembuh?" tanyanya. 

Andre pun menyinggung soal aset sirkuit Formula E di Ancol. 

"Sirkuit di Ancol itu jadi asetnya siapa? Bagaimana kualitasnya? Dan berbagai pertanyaan lain yang belum terjawab sampai sekarang," ungkapnya. 

Atas semuanya itu, Andre pun meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa penggunaan APBD DKI untuk penyelenggaraan Formula E. Serta mendesak Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memeriksa laporan keuangan JakPro untuk segera menuntaskan auditnya. 

"BPK mesti periksa berapa uang rakyat (APBD) yang dipakai atau terkait dengan penyelenggaraan Formula E. Juga KAP (Kantor Akuntan Publik) yang sedang memeriksa laporan keuangan JakPro juga mesti segera menuntaskan auditnya. Lalu umumkan secara terbuka kepada parlemen dan rakyat," tegasnya. 

Lebih jauh, dengan berbagai persoalan terkait Formula E ini, Andre menilai bahwa Anies Baswedan telah meninggalkan beban berat bagi Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. 

"Sekarang Pj Gubernur Heru Budi Hartono mesti 'cuci piring kotor' yang ditinggalkan Anies Baswedan. Kalau mengacu pada berita soal commitment fee maka event Formula E ini masih bakal berlangsung dua kali lagi (2023 dan 2024). Dan ini jadi beban berat bagi Pj Gubernur," tandasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar