Manuver RUU Di tengah Pandemi Covid-19 - Telusur

Manuver RUU Di tengah Pandemi Covid-19


Telusur.co.id - Oleh : Zaenal Abidin Riam, Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Hingga kini pandemi covid-19 belum bisa dipastikan kapan akan berakhir, fakta di lapangan menunjukkan penambahan kasus positif corona masih terjadi. 

Meskipun new normal telah menjadi kebijakan pemerintah secara nasional, akan tetapi hal tersebut tidak bermaksud mengkonfirmasi bahwa wabah covid-19 telah berhasil dilalui, pakar ahli kesehatan masyarakat bahkan menyebut Indonesia belum mencapai puncak penyebaran virus corona, itu artinya masyarakat butuh daya tahan untuk berjibaku melawan covid-19 dalam jangka waktu lama. 

Dalam suasana yang masih memprihatinkan ini, anggota DPR sebagai representasi rakyat di legislatif tidak sepenuhnya mencurahkan perhatian mereka untuk bersma-sama rakyat berjuang mengatasi pandemi covid-19, sebaliknya masa berduka ini justru digunakan DPR untuk meloloskan Rancangan Undang Undang kontroversial yang sebelumnya mendapat penolakan masyarakat.

Terdapat beberapa RUU yang terkesan dipaksakan dibahas selama masa pandemi covid-19, diantaranya RUU Minerba, RUU Omnibus Law Cipta Kerja, RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan dan RUU HIP. 

RUU Minerba bahkan telah disahkan oleh legislatif, jika diperhatikan secara seksama semua RUU tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan upaya penanganan covid-19, yang lebih mengherankan RUU tersebut dikebut pembahasannya, pimpinan DPR bahkan menyebut pembahasan RUU KUHP bisa rampung dalam sepekan. 

Manuver yang dilakukan legislatif dengan menggenjot pembahasan RUU mengundang pertanyaan besar, mengapa pembahasannya mesti “digas” dalam suasan pandemi? 

Motifnya sangat jelas, DPR memanfaatkan musibah covid-19 untuk menggolkan RUU kontroversial yang banyak mendapat penolakan di tengah masyarakat, sebuah tindakan yang sungguh disayangkan, tindakan seperti ini bukan pertama kalinya dilakukan legislatif, beberapa RUU sebelumnya juga memanfaatkan kelengahan masyarakat, saat masyarakat sedang sibuk dengan isu lain tiba-tiba legislatif langsung mengesahkan RUU yang sebelumnya mendapat penolakan luas.

Hal mendasar yang dilanggar saat RUU dipaksakan dibahas di masa pandemi covid-19 adalah diabaikannya partisipasi masyarakat, dalam suasan wabah covid-19 perhatian masyarakat tertuju pada upaya untuk bertahan hidup di tengah pandemi covid-19, masyarakat pasti tidak punya waktu memfokuskan diri pada urusan RUU, padahal dalam konteks penyusunan RUU, pandangan, saran, dan kritik masyarakat terhadap RUU meruapakan sebuah keharusan, tidak boleh ada RUU yang disusun apalagi sampai disahkan dengan tidak melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya. 

Partisipasi masyarakat dalam pembahasan RUU merupakan turunan dari prinsip demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang daulat tertinggi, legislatif bukan pemegang daulat tertinggi, mereka hanya merupakan perpanjangan tangan dari rakyat. 

Oleh sebab itu mereka seharusnya melaksanakan kehendak rakyat, akan sangat keliru bila legislatif merasa memiliki posisi yang lebih tinggi dari rakyat, rakyat adalah bos sedangkan legislatif adalah pesuruh, logika bernegara ini tidak boleh dibalik bila ingin konsisten menerapkan prinsip demokrasi. 

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembahasan RUU juga terkait dengan konsekuensi yang didatangkan oleh RUU tersebut kepada rakyat, sehingga menjadi sangat aneh bila rakyat yang mendapat konsekuensi dari penerapan Undang Undang namun rakyat tidak diajak bicara saat Undang Undang tersebut masih berstatus rancangan, ini melanggar prinsip dasar demokrasi keindonesiaan dimana musyawarah menjadi penyangga utamanya.

Dari segi kualitas isi, RUU yang dibahas dengan “sistem kebut semalam” karena memanfaatkan kelengahan masyarakat, sangat diragukan kualitasnya, RUU ini pasti dibahas secara terburu-buru, sehingga fokusnya bukan lagi pada kualitas isi dari RUU tersebut, namun lebih pada mengejar jam tayang agar segera diketok palu, asas manfaatnya juga pasti sangat minim, RUU dengan kualitas yang dangkal tidak mungkin mendatangkan manfaat luas kepada masyarakat, ini pula yang menjadi jawaban mengapa RUU yang kemudian disahkan menjadi Undang Undang tidak bisa bertahan di mahkamah konstitusi saat menghadapi judicial review.

Akan jauh lebih terhormat bila RUU yang sebelumnya mendapatkan penolakan luas di tengah masyarakat, ditunda pembahasannya selama masa pandemi covid-19, tidak ada hal paling mendesak yang perlu dilakukan DPR selain mencurahkan pikiran dan tenaga secara sungguh-sungguh membersamai masyarakat mengatasi wabah covid-19, DPR adalah perpanjangan tangan rakyat, maka bertindaklah berdasarkan kehendak rakyat, soal RUU,bahaslah saat covid-19 telah berlalu atau saat rakyat sudah bisa kembali memfokuskan diri pada RUU.


Tinggalkan Komentar