Masyarakat Juga Harus Ikut Mendorong Diterbitkannya UU Profesi Penilai - Telusur

Masyarakat Juga Harus Ikut Mendorong Diterbitkannya UU Profesi Penilai

Diskusi dan pelantikan pengurus MEPVAGAMA di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (30/11/19).

telusur.co.id - Profesi penilai kian hari kian dibutuhkan. Pasalnya, hampir setiap bidang kehidupan bisa dikaitkan dengan profesi penilai ini. Namun yang jadi persoalan, profesi penilai ini hanya dipayungi oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK), belum ada Undang-undang (UU) nya.

Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Eko Suwardi mengatakan, UU tentang profesi penilai memang sangat dibutuhkan.

"Sejak tahun 1973 kita sebenarnya sudah punya profesi ini, dan sekarang ini kebutuhan keahlian penilai itu semakin banyak," kata Eko saat ditemui di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11/19).

Menurutnya, payung hukum UU sangat diperlukan untuk lebih menguatkan profesi penilai ini.

"Karena ini kebutuhan, bukan sesuatu yang mengada-ada. Ini kebutuhan bagi semua pihak, baik itu swasta maupun pemerintah," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Praktisi Profesional Alumni Program Studi MEP FEB UGM, Budi Prasojo mengungkapkan, ternyata tidak mudah untuk mendorong lahirnya sebuah UU seperti yang diinginkan profesi penilai.

"Pernah masuk Prolegnas di DPR. Ternyata setelah kita lihat kebutuhan pemerintah itu lebih banyak soal bagaimana untuk meningkatkan penerimaan negara, itu jadinya ada prioritas seperti UU Pajak, UU Tax Amnesty, UU Akuntan, UU Laporan Keuangan, itu yand didahulukan," terang Budi.

Menurutnya, yang menjadi kelemahan kenapa UU Profesi Penilai tak juga disahkan, karena yang merasa ini penting baru hanya si penilai, bukan masyarakat secara luas. Padahal, profesi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

"Ketika masyarakat yang lebih banyak membutuhkan dibandingkan penilainya sendiri, maka itu bisa mendorong lahirnya RUU Profesi Penilai. Itu kira-kira yang sekarang sudah dibuatkan naskah akademik dan draft RUU yang baru, sehingga bisa masuk ke prolegnas tahun depan," terangnya. 

Dia menjelaskan, masyarakat secara luas bisa merasakan pentingnya profesi penilai ketika ada hasil penilaian. Misalnya saat pembebasan tanah, profesi penilai yang akan menghitung nilai ganti rugi untuk masyarakat.

Sementara itu, Pengajar Sertifikasi di Program Studi MEP FEB UGM, Muhammad Amin membenarkan, memang masih banyak masyarakat yang belum mengenal profesi penilai. Salah satu sebabya adalah, belum adanya pendidikan formal S1 karena belum dapat persetujuan dari pihak DIKTI.

"Karena dianggap pohon ilmunya mau ke teknik atau ke ekonomi, jadi masih di sana," kata Amin. 

Kalau dilihat, profesi penilai iu tugasnya apa sih? Apa yang dinilai? Amin menjelaskan, yang dinilai adalah asset, baik dia asset beewujud, maupun asset yang tak berwujud.

"Nah di Indonesia itu dibagi ada penilai properti, ada penilai bisnis. Penilai properti yang dinilai adalah asset yang berwujud, sementara penilai bisnis itu yang dinilai adalah perusahaan kemudian bisa juga yang dinilai itu hak kepemilikan financial. Penilaiannya itu meliputi brand, merek dagang, franchise, itu bisa dinilai semua," terangnya. 

Jadi, kata dia, kalau ada transaksi perusahaan seperti di pasar modal, orang mau jual perusahaan, merger, akuisisi, itu semua membutuhkan jasa penilai. Kemudian di perbankan untuk jaminan itu juga membutuhkan jasa penilai. 

Selain itu, laporan keuangan sekarang juga membutuhkan jasa penilai. Begitu pula di beberapa pemenuhan standar akuntansi membutuhkan jasa penilai.

"Jadi banyak sekali peran penilai itu ke depan. Terbitnya UU nomor 2 itu masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum, itu juga diamanatkan bahwa yang menilai ganti rugi, nilai pergantian wajar itu juga butuh penilai. Jadi ke depannya profesi penilai ini prospektifnya sangat tinggi. Nah sekarang kita perjuangkan pendidikannya supaya ada universitas yang bisa menyelenggarakan S1 nya," pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar