Meski Makin Dibutuhkan, Profesi Penilai Belum Didukung Payung Hukum UU - Telusur

Meski Makin Dibutuhkan, Profesi Penilai Belum Didukung Payung Hukum UU

Diskusi dan pelantikan pengurus MEPVAGAMA di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (30/11/19).

telusur.co.id - Pengguna jasa Profesi Penilai dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal itu menunjukan tugas yang dijalankan sebagai appraisal sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun tidak berbanding lurus dengan perhatian Pemerintah dalam membuat regulasi payung hukumnya seperti Undang-undang (UU) profesi penilai.

Padahal kiprah profesi penilai ini sudah ada sejak 1970-an. Dan di beberapa regulasi profesi tersebut sudah mulai disebutkan dalam UU pembebasan lahan untuk kepentingan umum, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari UU tersebut. Namun sampai saat ini profesi penilai belum ada payung hukum yang menjadi tumpuan dalam menjalankan tugasnya. 

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum MEP Valuers Club (MVC) UGM atau yang disebut MEPVAGAMA, Dedi Susanto dalam rangka menanggapi acara pengesahan yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UGM, dan merupakan para alumni Magister Ekonomika Pembangunan, konsentrasi Manajemen Aset dan Penilaian Properti dan Konsentrasi Manajemen Aset dan Penilaian Bisnis.

Dedi mengatakan dalam rangka melanjutkan revitalisasi industri dan infrastruktur pendukungnya untuk menyongsong revolusi industri 4.O merupakan salah satu misi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Maka hal itu menunjukan bahwa profesi sebagai penilai atau appraisal telah ikut dalam mengawal tujuan misi Presiden Jokowi. 

"Akan tetapi profesi kami belum mendapatkan perhatian secara utuh. Kami terlalu lama menunggu UU Penilai untuk disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai legislatif bersama Pemerintah eksekutif. Maka kami berharap kepada bapak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang profesi penilai," kata Dedi dalam keterangan yang diterima telusur.co.id di Jakarta, Sabtu (30/11/19). 

"Dan almamater kami siap mendukung dari sisi sains untuk pengembangan penilai di Indoensia," sambungnya. 

Ia mengatakan dengan banyaknya alumni UGM yang menekuni profesi penilai, terutama jurusan Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) FEB. Kemudian melakukan konsolidasi untuk membentuk wadah agar para alumni MEP FEB UGM yang khusus menggeluti profesi penilai properti dan bisnis, agar tetap solid dalam membangun bangsa, dan tetap berkarya untuk Indonesia. 

"Walaupun profesi penilai banyak dicaci dan dimaki karena persoalan nilai penggantian yang jauh ekspektasi masyarakat," ujarnya. 

Dalam acara pengesahan yang diselenggarakan pada Sabtu (30/11/19) di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, MEP FEB UGM telah melantik pengurus MEPVAGAMA, yang merupakan para alumni Magister Ekonomika Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Konsentrasi Manajemen Aset dan Penilaian Properti dan Konsentrasi Manajemen Aset dan Penilaian Bisnis. 

Acara tersebut dengan tema "Visi Ideal Penilaian (Support Sains dan Regulasi)", yang dihadiri oleh Eko Suwardi, selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Amirullah Setya Hardi, Cand. Oecon, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Okky Danuza, MAPPI (Cert), dan Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia dan atau yang mewakili, Dumairy, Ketua Program Studi MEP FEB UGM, Wakhid Slamet Ciptono, serta Sekretaris Program Studi MEP FEB UGM.

Dalam hal dukungan UGM terhadap profesi penilai, dikatakan Dedi, menjadi sebuah keharusan sebagai komitmen, dimana UGM merupakan kampus pertama yang menyediakan pendidikan penilai dari sekolah Vokasi hingga ke Program Magister. Hal tersebut dalam rangka pengembangan keterampilan dan ilmu pengetahuan penilaian. 

"Maka MEPVAGAMA kembali memberikan alumninya untuk mengabdi kepada Indonesia untuk kemaslahatan bangsa," ucapnya. 

Atas dasar hal tersebut, berdirinya MEP Valuers Club, pihaknya berkeinginan untuk dapat berperan aktif dalam mengembangkan keilmuan dan diskursus penilaian. Oleh sebab itu dibutuhkan penguatan sinergi antara kampus sebagai ruang akademik, dan para alumni sebagai agen yang mengaktualisasikan ilmu penilaian (praktisi profesional). 

Maka, lanjut Dedi, hal itu menjadi penting mengingat lebarnya gap (jarak) antara perkembangan keilmuan penilaian dengan praktik profesi penilaian di Indonesia. Sementara, tidak dapat dipungkiri, saat ini Indonesia masih dalam tahap memberikan pemahaman yang sesuai dengan ilmu penilaian. Sedangkan di negara lain sudah mengembangkan ilmu penilaian. 

"Oleh sebab itu kami berharap kehadiran MEP Valuers Club bisa menjadi jembatan antara perkembangan ilmu penilaian dan implementasi ilmu penilaian pada praktik profesional penilaian," tuturnya. 

Selain itu Dedi yang juga sebagai appraisal ini menambahkan, bahwa MEP Valuers Club juga berkomitmen untuk bisa memfasilitasi para alumni ataupun calon alumni yang ingin berkarir di dunia penilaian dengan menggunakan jaringan alumni MEP yang tersebar di berbagai kantor jasa penilai publik yang tersebar di seluruh Indonesia dan/atau di Lembaga lainnya.

Sebab, sadar atau tidaknya, gempuran liberalisasi dan modernisasi telah membuat banyak perubahan atas kondisi kemasyarakatan pada saat ini. Setiap profesi dituntut untuk mampu belajar dengan cepat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi di sekitarnya agar dapat tetap hidup dan berkembang, dalam rangka menyongsong revolusi Super–Smart Society atau Society 5.0. 

"Dan merupakan tatanan masyarakat yang berpusat pada manusia (human–centered) dan berbasis teknologi (technology based), serta kondisi Industri 4.0 telah kita lihat dan rasakan hari ini," paparnya. 

Hal yang sama disampaikan Ketua Panitia MEP Valuers Club FEB UGM, Budi Syarif Hidayatulloh, MAPPI, bahwa kegiatan tersebut diadakan dengan latar belakang pada komitmen yang telah dibentuk agar bisa memfasilitasi para alumni ataupun calon alumni yang ingin berkarir di dunia penilaian dengan menggunakan jaringan alumni MEP yang tersebar di berbagai kantor jasa penilai publik di seluruh Indonesia.

Dengan tema kegiatan yang dilaksanakan sebagai pengantar untuk membangun bersama profesi penilai menuju perkembangan dunia modern dengan hadirnya revolusi industri 4.0, dengan tidak mengesampingkan hubungan teoritis (akademisi) dan praktisi Penilaian (Praktisi Profesional) yang menjadi syarat mutlak penilaian menuju fakultas-fakultas di universitas, sebagai disiplin keilmuan. 

"Doa mulia kami semoga di Indonesia akan hadir Yayasan Pendidikan Khusus untuk Profesi Penilaian. Karena sebagaimana kita sadari bahwa ilmu Penilaian adalah jenis ilmu yang multidisipliner, dengan adanya pendidikan khusus untuk profesi penilai akan lebih kredibel, kompeten dan profesional," ucap Budi Syarif. [Tp]


Tinggalkan Komentar