MPPI Minta MPR Tolak Amandemen Ke-5 UUD 1945 - Telusur

MPPI Minta MPR Tolak Amandemen Ke-5 UUD 1945

Presidium Nasional MPPI Nur Aini Bunyamin. Foto: telusur

telusur.co.id - Presidium Nasional Permusyawaratan Pribumi Indonesia (PN MPPI) Nur Aini Bunyamin meminta kepada seluruh anggota  dan pimpinan MPR menolak rencana Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut Nur Aini, sebaiknya MPR fokus mengembalikan UUD 1945 ke naskah yang asli.

"MPPI Menolak rencana amandemen ke-5. Dan meminta MPR fokus kembali pada UUD 45 yang asli agar negeri kita terselamatkan dari ke sewenangan," kata Nur Aini dalam diskusi dengan topik 'Kembali ke UUD 1945' di kawasan Jakarta Timur, Rabu (16/10/19).

Dijelaskan Nur Aini, gerakan reformasi 1998 pada awalnya ditujukan untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis. Namun, kata dia, ternyata digunakan sebagai pintu masuk untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi Negara Republik Indononesia, UUD 18 Agustus 1945, melalui proses amandemen selama 4 (empat) kali pada periode tahun 1999-2002.

Ia mengatakan, secara sosio-politik, amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 telah mereduksi, mengubah, dan mengacaukan sistem ketata-negaraan serta menghilangkan kedaulatan rakyat yang hingga kini keblabasan.

Salah satunya, ujar dia, berubahnya status dan kedudukan MPR yang semula sebagai Lembaga Tertinggi Negara menjadi Lembaga Tinggi Negara sejajar dengan DPR, Presiden dan Mahkamah Agung (MA).

"Telah menghilangkan fungsi MPR sebagai lembaga pemegang Kedaulatan Rakyat, MPR tidak lagi memilih dan menetapkan Presiden, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, MPR tidak lagi menetapkan GBHN, MPR nyaris tanpa kewenangan," jelasnya.

"Nilai-nilai luhur demokrasi yang terkandung dalam UUD 1945 yang berdasarkan prinsip musyawarah-mufakat. Ini sejalan dengan konsep MPPI yang dalam menjalankan programnya mengedepankan Musyawarah Mufakat," lanjutnya.

Ia menyebutkan bahwa sistem perwakilan telah diganti dengan sistem voting berdasarkan rumus 50 persen + 1 yang merupakan prinsip dari demokrasi liberal berbasis individual. Hal ini, kata dia, tidak sesuai dengan Sila ke-empat Pancasila yang menjunjung tinggi prinsip musyawarah, kekeluargaan dan gotong-royong.[Ham]


Tinggalkan Komentar