telusur.co.id -Kalangan DPR mendesak pemerintah untuk meninjau ulang terkait berbagai kebijakan pungutan yang memberatkan eksportir Crude Palm Oil (CPO). Dampak dari kebijakan pungutan ekspor yang tinggi membuat eksportir tidak mendapat margin yang menarik.  

"Jadi perlu dikalkulasi ulang kebijakan tersebut, agar ekspor CPO kembali bergairah, sehingga menguntungkan buat rakyat dan negara," kata Anggota Komisi VII DPR, Mukhtarudin kepada wartawan ditemui usai RDP Komisi VII DPR, di Jakarta, Senin (27/6/2022).

Lebih jauh Politisi Golkar ini menjelaskan tidak menariknya ekspor CPO, karena sudah ada bea keluar, lalu ada lagi pungutan ekspor dan kini ditambah lagi flush out sekitar US$ 200 per ton. "Berdasarkan data hingga Mei 2022, masih ada stock sekitar 6 juta ton CPO. Jadi sangat melimpah sekali," ujarnya.

Legislator asal Kalimantan Tengah ini menjelaskan harga CPO global sekitar USD1,38 (Rp 20.000)/kg. Namun untuk menjual ke luar negeri kena pungutan ekspor (BPDPKS) sebesar USD200/Kg, lalu kena lagi pajak ekspor USD 288/Kg dan ditambah lagi flush out USD 200/kg. "Total pajak pungutan USD 688/kg (Rp 11.000/kg). Setara 55% dari harga CPO global."

Dampak beratnya pungutan ini, kata Mukhtarudin, ekspotir menjadi malas menjual ke negara lain. Imbasnya, harga tandan buah segar (TBS) sawit rakyat terus menurun, sekitar Rp850/Kg dan bahkan ada yang dibawah harga tersebut. Hal ini karena pabrik CPO tidak membeli lagi dari kebun rakyat. Artinya pabrik hanya mengambil dari kebun milik sendiri. "Petani sawit semakin melarat dan jangan sampai terjadi kebangkrutan massal. Jadi ini perlu perhatian pemerintah secepatnya," paparnya. 

Oleh karena itu, Mukhtarudin meminta pemerintah agar mengajak stakeholder untuk duduk bersama mencari win-win solution. Karena stock CPO pabrik sudah penuh, sehingga harga TBS sawit rakyat jatuh, jadi harus dicari cara menaikkan kembali menjadi Rp3000/Kg. "Informasi yang saya terima dari Gapki saat ini sudah ada sekitar 70-an Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang sudah tidak terima TBS rakyat," ucapanya lagi.

Solusinya, kata orang dekat Airlangga ini, pungutan dan pajak ekspor ini harus "sepantasnya", sehingga ekspor kembali bangkit dan dampak positifnya harga CPO kembali terdongkrak menjadi Rp 16.000/Kg. Dengan begitu maka harga TBS bisa menjadi Rp 3.000/kg. "Jadi petani ada laba, lalu ada kesejahteraan. Sekalipun harga di Malaysia Rp 5.000/kg saat ini," pungkasnya. (rls/btp)