telusur.co.id - Syahbudin satu dari ribuan jemaah yang menjadi korban penipuan First Travel tak patah semangat untuk mencari kejelasan, akan nasibnya bisa berangkat umrah bersama ibu dan adiknya.

Warga Bekasi Barat itu mendatangi Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Rabu pagi (4/12/2019), untuk mendapatkan kepastian. "Saya mau cari-cari info soal First Travel. Dan bagaimana dengan nasib saya," kata Syahbudin saat berbincang dengan telusur.co.id, di sebuah warung kopi, di depan PN Depok, Jawa Barat.

Dirinya mengaku sangat terpukul karena harapannya untuk bisa umrah bersama ibu dan adiknya terancam gagal, akibat tertipu oleh perusahaan yang didirikan Andika Surachman beserta istrinya Anniesa Desvitasari Hasibuan.

Syahbudin menceritakan, awal dia mengetahui First Travel dari seseorang yang merupakan koordinator agen First Travel wilayah Bekasi. Untuk bisa berangkat umrah, dirinya diminta menyetorkan Rp 14,5 juta per orang.

"Ya saya bayar tiga orang, saya, ibu saya, dan adik saya," kata dia.

Namun ketika geger kasus penipuan First Travel koordinator yang menangani wilayah Bekasi itu angkat tangan. Bahkan akhir-akhir ini orang yang dimaksud sudah tidak bisa lagi dihubungi. "Awalnya masih bisa komunikasi. Cuma dia mengaku tidak tahu apa-apa. Sekarang ya sudah nggak bisa dihubungi lagi," kata Syahbudin.

Menurut dirinya, berdasarkan pemberitaan diberbagai media, pemerintah berjanji akan memberangkatkan semua korban First Travel untuk umrah. Namun dirinya bingung, sebagai korban dia sendiri belum mendapatkan pemberitahuan soal itu.

"Yang saya baca di media pemerintah mau menanggung para korban untuk berangkat. Tapi saya nggak tahu juga pastinya soal itu," kata dia.

"Ya saya sih berharap bisa diberangkatkan, atau paling tidak uang saya bersama ibu dan adik saya dapat kembali."

Ketika disinggung soal aset First Travel bakal disita negara, Syahbudin langsung menundukkan kepalanya. Dia berkata, "Apa saya harus ke Kementerian Agama untuk menanyakan hal ini," kata dia sambil menatap gedung PN Depok.

Aset First Travel Disita Negara

Mahkamah Agung atau MA, telah memutus bahwa barang bukti yang disita dalam perkara First Travel dirampas untuk negara. Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 Tahun 2019 yang dibacakan pada 31 Januari 2019.

Dengan begitu, putusan majelis hakim yang dipimpin Andi Samsan Nganro ini menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara First Travel.

Atas putusan itu, Pihak korban First Travel melalui kuasa hukumnya mengajukan peninjauan kembali.

Bahkan pihak Kejaksaan Agung RI, juga berencana mengajukan PK dalam rangka mengembalikan aset korban First Travel kepada jamaah. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, langkah itu akan dicoba dilakukan meskipun Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa jaksa tidak dapat mengajukan PK. Hal itu berdasarkan putusan MK sebelum ini.

"Ini untuk kepentingan umum. Kita coba ya. Apa mau kita biarkan saja?" ujar Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2019).

Burhanuddin pun mengakui pihaknya kesulitan untuk mengeksekusi putusan MA tersebut. Sebab, tuntutan dari pihak jaksa penuntut umum sedari awal adalah untuk mengembalikan barang bukti perkara kepada korban. Kejaksaan Agung pun melakukan kajian untuk mencari terobosan agar aset First Travel dikembalikan kepada korban.

Aset First Travel Berkurang

Aset First Travel berjumlah hampir Rp 1 triliun, tapi kini hanya tersisa sekitar Rp 25 miliar. Itu artinya, sebanyak Rp 880 miliar aset First Travel lenyap. Fakta terbaru ini berhasil dibongkar dalam program acara Aiman yang disiarkan di Kompas TV.

Saat masih beroperasi, First Travel sendiri memasang tarif sebesar Rp 14,5 juta untuk perjalanan umrah selama 9 hari. Setidaknya ada 63 ribu lebih jamaah yang telah membayar namun tidak diberangkatkan umrah.

Bila dikalkulasikan dari total 63 ribu jamaah tersebut, maka total kerugian mencapai sekitar Rp 905 miliar. Namun, dalam sidang putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi disebut aset First Travel yang merupakan uang kerugian jamaah itu hanya terselamatkan sebesar Rp 25 miliar dan akan dirampas untuk negara.

Terkait itu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Mukri menegaskan bahwa tidak ada penyusutan maupun pengurangan aset First Travel. Mukri menuturkan, total kerugian 63.000 jamaah yang gagal diberangkatkan First Travel yaitu sebesar Rp 900 miliar. Namun, jumlah aset First Travel yang berhasil disita diperkirakan bernilai sekitar Rp 40 miliar.

"Tidak benar kalau ada aset menurun atau berkurang sampai ratusan miliar, apalagi sampai hilang," kata Mukri di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).

Janji Menag Fachrul

Pemerintah, melalui Menteri Agama Fachrul Razi secara khusus berjanji memberangkatkan umrah para korban penipuan First Travel. Namun akan dilakukan secara bertahap. Fachrul mengatakan semua korban First Travel bisa berangkat umrah sebelum periode kedua Presiden Joko Widodo berakhir.

Fachrul sendiri masih mengkaji skema terbaik untuk memberangkatkan para korban. Kemungkinan Kemenag akan meminta bantuan para biro jasa travel haji dan umrah.

"Mudah-mudahan selama periode kedua kepemimpinan Pak Jokowi kita bisa selesai, mudah-mudahan," kata Fachrul, Kamis (28/11/2019).

Kemenag, kata dia, akan mengunjungi korban First Travel yang punya kemampuan finansial untuk merelakan uang mereka. Dirinya melihat banyak korban yang sebenarnya mampu pergi umrah dengan paket plus.

Kemenag, lanjutnya, akan mendata korban First Travel lainnya. Dia berencana akan bekerja sama dengan biro perjalanan umrah untuk mensubsidi biaya umrah.

"Mungkin kita minta dia (korban) tambah Rp 8 juta, kemudian akan kami coba susupkan ke beberapa travel yang selama ini dalam tanda petik sudah punya keuntungan agak banyaklah selama menjalankan haji," ujar Fachrul. [ipk]