ORI Nilai Pelaksanaan PPDB di Bekasi Semerawut - Telusur

ORI Nilai Pelaksanaan PPDB di Bekasi Semerawut


Telusur.co.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya menyoroti penyelengararaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2019/2020 yang dinilai sudah semerawut dari hulu hingga hilir.

Menurut Kepala Keasistenan ORI Jakarta Raya, Rully Amirulloh, Pemerintah tidak konsisten dalam pembuatan regulasi, hal tersebut salah satunya ditengarai oleh adanya ketidaksesuaian Permendikbud 51 Tahun 2018 tentang PPDB yang telah diubah dengan Permendikbud 20 Tahun 2019 dengan aturan diatasnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

PPDB ini kan leading sectornya ada di Kemendikbud, tapi Kemendikbud juga tidak konsisten membuat aturan PPDB. Di Permendikbud 51/2018 yang telah diubah dengan Permendikbud 20/2019 terdapat ketentuan 80 persen peserta PPDB dapat diterima di jalur zonasi murni, yang diukur berdasarkan jarak rumah ke sekolah.

Tapi di Pasal 82 ayat (4) PP 17/2010, Ujian Nasional (UN) dijadikan syarat dalam seleksi PPDB. Hasilnya, di daerah-daerah contohnya DKI Jakarta, jika calon peserta didik tinggal di kelurahan-kelurahan yang sudah ditentukan oleh Disdik DKI untuk menuju satu sekolah, persaingannya bukan lagi jarak antara rumah ke sekolah, tapi persaingan nilai UN.

"Ini aneh, jadi pemerintah membuat peraturan yang isinya bertentangan dengan aturan diatasnya. Belum lagi perubahan Permendikbud 51/2018 ke Permendikbud 20/2019 dilakukan pada 20 Juni 2019, yang mana saat PPDB tengah berlangsung. Dampaknya, calon peserta didik (CPD) di suatu daerah ada yang tidak diterima akibat ada perubahan kuota zonasi yang awalnya 90 persen kemudian dikurangi menjadi 80 persen,” bebernya kepada wartawan, Kamis, (15/8/2019).

Rully menjelaskan, PPDB di Provinsi Jawa Barat untuk tingkat SMA/SMK/Sederajat sudah menggunakan zonasi murni, tetapi kuotanya hanya 55 persen dari kuota zonasi yang seharusnya, yakni 80 persen berdasarkan Permendikbud 20/2019.

Penyelenggara PPDB Jawa Barat menggunakan radius untuk mengukur jarak rumah ke sekolah yang mana provider yang digunakan tidak kompeten untuk menerima data dari kabupaten/kota di Jawa Barat, sehingga terjadi error system pada aplikasi PPDB Jawa Barat.

"Pada hari kedua pelaksanaan PPDB kami menerima laporan bahwa terjadi ricuh di beberapa sekolah di wilayah Kota Depok dan Kota Bekasi. Input yang dilakukan oleh operator selalu berbeda. Sekolah ada yang harus bolak balik ke Bandung untuk memperbaikinya," ungkapnya.

Padahal, lanjut dia, di laporan akhir hasil pemeriksaan PPDB tahun lalu, sudah jelas ORI nyatakan bahwa salah satu tindakan korektif untuk Jabar ialah melakukan perbaikan sistem PPDB online melalui kerjasama dengan provider yang lebih berkompeten untuk mengantisipasi gangguan. "Tapi tidak juga dilaksanakan oleh Disdik Jabar,” ujarnya.

Selain itu, ORI Perwakilan Jakarta Raya juga mengamati adanya ketidaksesuaian daya tampung siswa pada tiap tingkatan SD, SMP dan SMA/SMK Sederajat dengan jumlah siswa yang lulus di tiap tingkatan untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi serta jumlmah dan kualitas guru yang belum merata.

Hal tersebut terlihat dari beberapa daerah yang menjadi wilayah kewenangan ORI Perwakilan Jakarta memiliki jumlah siswa di tiap rombel yang melebihi ketentuan. Masalah daerah lainnya ialah tidak mengalokasikan 20 persen dana APBD untuk Pendidikan.

“Ombudsman Jakarta Raya sudah melakukan pemeriksaan sekolah-sekolah di wilayah kewenangan kami, jumlah siswa di tiap rombel melebihi aturan yang ada. SD seharusnya 28 siswa menjadi 32 siswa, sementara SMP dari 32 siswa menjadi 36 siswa bahkan ada yang mencapai 40 siswa dan SMA dari 36 siswa menjadi 40 siswa," kata dia.

Asisten ORI, Anggita Shaskia menyampaikan, dalam sistem dapodik terdapat warning bagi sekolah yang melebihi jumlah rombel, tapi dibiarkan saja oleh Kemendikbud.

"Alasannya selalu sama, jumlah calon peserta didik yang lulus tidak sebanding dengan jumlah sekolah lanjutannya, padahal kalau mau memanfaatkan swasta kami kira dapat diatasi, asalkan pemerintah juga mau mensubsidi siswa yang masuk di sekolah swasta dengan pembiayaan yang sama dengan sekolah negeri,” jelasnya.

Menurut dia, adanya penambahan jumlah siswa tersebut, tidak ada tindakan tegas dari Kemendikbud, serta ancaman dan intimidasi yang didapatkan oleh sekolah membuat mayoritas sekolah di wilayah Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor menerima Peserta Didik diluar jalur PPDB.

Bermacam-macam bentuk penambahan jumlah siswa di setiap rombel lewat jalur non PPDB, ada yang didesak oleh masyarakat sekitar, LSM, TNI/Polri, bahkan dilegalkan melalui peraturan kepala daerah. Dari kelonggaran ini ada potensi calon peserta didik yang masuk menggunakan uang.

"Mereka santai saja melanggar aturan Kemendikbud, Kemendikbudnya pun tidak melakukan tindakan apapun ketika mayoritas daerah melanggar aturannya. Terlebih dana BOS juga tetap digelontorkan untuk sekolah-sekolah yang sebenarnya melanggar aturan,” kata Anggita.

Sementara itu, Asisten Pratama ORI Perwakilan Jakarta Raya, Alia Faridatus menuturkan, ada beberapa catatan yang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan PPDB tahun ini.

"Jadi menurut kami pertama, level kesalahan sudah dimulai dari aturan kemendikbud yang sudah membuat aturan yang berbeda dengan aturan diatasnya. Kemudian tidak ada sanksi bagi daerah dan sekolah yang melanggar aturan, bahkan pelanggaran tersebut dilegalkan dalam bentuk peraturan kepala daerah. Masalah ini yang membuat titipan siswa dari berbagai kepentingan bisa masuk atau dalam bahasa halusnya siswa Non PPDB. Tidak melalui seleksi tapi tiba-tiba bisa bersekolah,” paparnya.

Terkait sengkarutnya penyelenggaraaan  PPDB ini, ORI Perwakilan Jakarta Raya dalam waktu dekat ini akan menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaaan (LAHP) yang akan memuat seluruh temuan beserta tindakan korektif yang harus dilakukan baik oleh Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, Provinsi maupun Kemendikbud.[Ham]

Laporan : Dudun Hamidullah


Tinggalkan Komentar