PA GMNI Prihatin dengan Memudarnya Nilai – Nilai Kebudayaan dan Kepribadian bangsa - Telusur

PA GMNI Prihatin dengan Memudarnya Nilai – Nilai Kebudayaan dan Kepribadian bangsa

(Net)

telusur.co.idJakarta - Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) mengaku sangat prihatin dengan nilai-nilai kebudayaan dan kepribadian bangsa yang kian memudar dan cenderung mulai mengkhawatirkan.

Untuk mengetahui penyebab dan mencarikan solusi atas memudarnya nilai-nilai kebudayaan dan kepribadian bangsa tersebut, PA GMNI pun menggelar webinar bertema ‘Tantangan dan Strategi Kebudayaan dalam Memperkokoh Kepribadian Bangsa’ Kamis (22/04/2021).

Webinar ihwal kebudayaan ini merupakan seri kedua sekaligus rangkaian kegiatan Pra Kongres IV PA GMNI yang akan berlangsung di Bandung, Jawa Barat, pada 19-21 Juni 2021. Kongres mengangkat tema “Nasionalisme Menjawab Tantangan Zaman”.

"Topik diskusi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas kondisi kehidupan bangsa saat ini. Yakni memudarnya kepribadian bangsa yang secara perlahan telah menggerus kebudayaan nasional," kata Ketua Panitia Nasional Kongres IV PA GMNI Karyono Wibowo, Kamis (22/04/2021).

Sementara itu, Koordinator Pokja Sosial Budaya dalam kepanitiaan Kongres IV PA GMNI, Bambang Barata Aji mengatakan, lunturnya budaya Nusantara ini menimbulkan hambatan dalam upaya menegakkan nasionalisme dalam menjawab tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Karenanya, tantangan yang bersifat eksternal maupun internal itu menjadi penting untuk disikapi. Antisipasi terhadap tantangan di bidang budaya ini mesti dilakukan karena bila terlambat risikonya adalah kehancuran,” kata Aji.

Aji menyebutkan, dalam perspektif Bapak Proklamator sekaligus Presiden Pertama, Ir Soekarno, tantangan dianalogikan sebagai gemblengan atau tempaan.

Dikatakan, Bangsa Indonesia dalam perspektif Bung Karno adalah bangsa gemblengan, bangsa gemblengan adalah bangsa bermental banteng yang harus siap hancur lebur bangkit kembali dalam menghadapi tantangan yang ada.

“Tantangan nasionalisme Indonesia dalam bidang kebudayaan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terkait dengan perjuangan mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945,” ujar dia.

Masih kata Bambang, Akar budaya yang menjadi identitas bangsa yang telah tumbuh ribuan tahun perlu dirawat dan ditumbuhkembangkan di tengah gempuran budaya luar.

“Prinsip Tri Sakti Bung Karno (kepribadian dalam kebudayaan), perlu dikedepankan dalam kehidupan bernegara,” ujar Bambang Barata Aji.

Menurut dia, hal tersebut penting, sebab ukuran budaya adalah juga etika selain estetika.

Lebih jauh, dia menjelaskan pandangan kebudayaan Indonesia mengandung unsur keterbukaan. Nasionalisme budaya Indonesia bukan nasionalisme sempit, tetapi nasionalisme yang berpikir terbuka dan berpandangan dunia namun kuat dalam kepribadian nasionalnya.

“Bung Karno pernah menyampaikan Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa,” ungkap Aji.

Dalam konteks ini menjadi penting memikirkan kembali nasionalisme kebudayaan nasional, juga bagaimana bentuk baru perjuangan kebudayaan nasional (shape and reshaping-think and rethinking).

"Momen ini dapat memetakan tantangan kebudayaan Indonesia. Baik berupa tantangan: ideologis (efek dasar yang menghancurkan), strategis (efek menengah dan panjang yang mengganggu kepentingan nasional) dan tantangan taktis (kontemporer) yang sifatnya masih bisa dimanfaatkan namun tetap kritis seperti ekses perkembangan teknologi informasi, era disrupsi, budaya pop, dan sebagainya," pungkas Aji.

Sekedar informasi, narasumber yang tampil dalam acara tersebut diantaranya yakni, Prof. Dr. Ibnu Maryanto, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (alumnus GMNI Unsoed Purwokerto); Dr. Y. Argo Twikromo, akademisi Unika Atma Jaya Yogyakarta (alumnus GMNI Antropologi UGM);  Erros Djarot, budayawan (anggota Dewan Pakar DPP PA GMNI),  Prof, Dr. Wiendu Nuryanti, M.Arc., Ph.D, Wakil Menteri Pendidikan RI 2011– 2014;  Wayan Sudarmadja, SH, MH., Penyantun Rumah Budaya Bedahulu Ubud Bali (alumnus GMNI UGM);  Dr. Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta  Dr. Soetanto Soepiadhy, SH, MH, Ahli Hukum Tata Negara.

Persatuan Alumni GMNI adalah organisasi yang bersifat intelektual, kekeluargaan, independen dan terbuka. Berfungsi menyelenggarakan komunikasi berkelanjutan antar segenap Alumni GMNI dengan menghormati status, kedudukan, fungsi, aspirasi politik dan organisasi yang diikuti masing-masing anggotanya dalam semangat kebersamaan. Organisasi berasaskan Pancasila dan penerus ajaran Bung Karno ini terbentuk tahun 2006 dari hasil Musyawarah Nasional Forum Komunikasi  Alumni GMNI III kemudian menjadi Kongres Persatuan dan Kesatuan Alumni GMNI I di Jakarta.


Tinggalkan Komentar