Penegasan Jokowi Tak Bebaskan Napi Koruptor Melegakan Masyarakat - Telusur

Penegasan Jokowi Tak Bebaskan Napi Koruptor Melegakan Masyarakat

Koordinator TPDI, Petrus Selestinus. (Foto: teluaur.co.id)

telusur.co.id - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa kebijakan pembebasan narapidana selama wabah virus corona (Covid-19) hanya berlaku kepada napi tindak pidana umum dan tidak untuk napi korupsi, telah membuat masyarakat lega. 

"Penegasan ini melegakan masyarakat, sekaligus membuktikan bahwa rencana untuk bebaskan napi korupsi atas alasan Covid-19 adalah visi-misi pribadi Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan HAM)," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/4/20). 

Petrus menjelaskan, Presiden Jokowi telah menyampaikan bahwa pembebasan napi selama pandemi Covid-19 sebagaimana dilakukan oleh negara-negara lain yaitu Iran, Jerman, Brasil dan lain-lain, juga dilakukan Pemerintah dimana pada minggu yang lalu Presiden sudah menyetujui agar ada pembebasan napi karena alasan over capacity sehingga sangat beresiko untuk mempercepat penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Namun demikian, kata dia, Presiden Jokowi tetap menyatakan bahwa sikap Pemerintah mengenai napi koruptor tidak pernah dibicarakan dalam rapat-rapat kabinet, sehingga tidak ada revisi terhadap PP Nomor 99 Tahun 2012 untuk membebaskan napi koruptor karena alasan Covid-19. 

"Sekali lagi Presiden menegaskan bahwa pembebasan napi hanya untuk napi tindak pidana umum, tidak untuk napi koruptor. Penegasan Presiden Jokowi sekaligus memastikan bahwa hanya ada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden, tidak boleh ada visi dan misi Menteri," ungkap Petrus. 

Petrus menambahkan, penegasan ini sangat penting karena sebelumnya publik dihebohkan oleh pernyataan Yasonna Laoly bahwa dirinya mengusulkan pembebasan terhadap napi korupsi, karena alasan Covid-19 dengan merevisi PP No. 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly mewacanakan empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui proses asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP No.99/2012.

Kriteria pertama, menurut Yasonna, yakni narapidana kasus narkotika yang dihukum 5-10 tahun penjara dan telah menjalani 2/3 masa hukumannya. Nantinya, mereka akan menjalani asimilasi di rumah. 

Kriteria kedua, Yasonna mengusulkan untuk membebaskan terpidana kasus  korupsi yang sudah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani 2/3 masa tahanannya. 

Kriteria ketiga, pembebasan terhadap narapidana khusus dengan kondisi sakit kronis yang dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah. Mereka bisa bebas jika sudah menjalankan 2/3 masa tahanannya. 

Kriteria keempat, berlaku bagi narapidana yang merupakan warga negara asing (WNA), jumlahnya sebanyak 53 orang.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/20).

Setelah wacana itu heboh di ranah publik dan mendapat penolakan dari berbagai pihak, Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara. Ia memastikan tak akan membebaskan narapidana koruptor sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 akibat kelebihan kapasitas Lapas. 

Jokowi mengatakan, pemerintah hanya membebaskan narapidana umum yang telah memenuhi syarat. Presiden juga menyatakan bahwa sikap Pemerintah mengenai napi koruptor tidak pernah dibicarakan dalam rapat-rapat kabinet, sehingga tidak ada revisi terhadap PP No. 99/2012 untuk membebaskan napi koruptor karena alasan wabah corona. 

"Saya ingin sampaikan, napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini. Jadi pembebasan napi hanya untuk napi pidana umum," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas lewat teleconference dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin (6/4/20). [Tp]


Tinggalkan Komentar