RUU Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Rampas Pendapatan Daerah - Telusur

RUU Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Rampas Pendapatan Daerah

Sigit Sosiatomo

telusur.co.id - Anggota FPKS DPR RI Sigit Sosiantomo menilai RUU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi merampas pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini didapat dari sejumlah perijinan. 

Hal ini disampaikan Sigit menyusul pengambilalihan sejumlah perijinan yang sejak otonomi dikelola daerah dan akan  menjadi kewenangan pusat dalam RUU Amnibus Law Cipta Kerja. 

"Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, banyak perijinan di sektor transportasi yang kembali ditarik ke pusat. Seperti perijinan bengkel umum, angkutan umum, ijin usaha angkutan laut. Bahkan, sampai urusan perijinan lahan parkir juga akan diambil alih pusat," Kata Sigit. 

Pengambilalihan sejumlah perijinan itu dinilai akan merugikan daerah dan  membuat daerah akan sulit mandiri dari sisi keuangan karena potensi PAD-nya diambil alih oleh pusat. 

Disisi lain, pengambilalihan perijinan dari pemda ke pusat akan menambah beban kerja pusat dan mempersulit proses perijinan karena rentang kendali wilayah Indonesia yang sangat luas. 

"Pengambilalihan kewenangan pemda dalam sejumlah perijinan berpotensi melanggar UU NO.23/2018 tentang Pemda. Dalam lampiran UU Pemda, kewenangan perijinan lahan parkir, bengkel umum dan angkutan umum merupakan kewenangan pemda. Dan jika penerbitan ijin dikelola oleh pusat akan menyulitkan (Meski dilakukan online) karena rentang kendali yang sangat luas mengingat ada 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota yang tersebar di 17 ribu pulau. Dan fasilitas publik setiap daerah tidak merata bahkan masih ada yang belum terjangkau internet," kata Sigit, anggota FPKS dapil I Jawa Timur. 

Seperti diketahui, dalam Paragraf 10 RUU Cita Kerja, pemerintah mengusulkan perubahan 4 UU disektor transportasi, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 

Adapun perijinan di sektor transportasi  kewenangan pemda yang akan kembali ditarik ke pusat antara lain ijin angkutan umum, ijin lahan parkir, ijin bengkel umum dan ijin angkutan laut. 

Banyaknya pasal-pasal kontroversial dalam RUU Cipta Kerja itu, kata Sigit, menyebabkan fraksinya keberatan membahas lebih lanjut RUU Cipta Kerja terlebih dimasa pandemi cobid-19 dan meminta penundaan pembahasannya sampai  Presiden Republik Indonesia secara resmi mengumumkan wabah COVID 19 telah berakhir di Indonesia.

"Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang terdiri dari 174 Pasal 1029 halaman merupakan RUU yang perlu mendapatkan perhatian dan konsentrasi penuh. Namun saat ini, Bangsa Indonesia dan juga pemerintah sedang menghadapi persoalan yang amat serius yaitu persoalan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Disisi lain, adanya kontroversi, stigma negatif dan penolakan masyarakat luas atas RUU ini. Karena itu, sebaiknya pembahas RUU ini ditunda," kata Sigit. [ham]


Tinggalkan Komentar