Sebelum Tewas, Keluarga Kalideres Sempat Menjual Barang dengan Cara yang Aneh - Telusur

Sebelum Tewas, Keluarga Kalideres Sempat Menjual Barang dengan Cara yang Aneh

Rumah tempat empat korban tewas di Kalideres Ditemukan (Ist)

telusur.co.id - Polisi masih terus berusaha mengungkap kasus penemuan empat mayat yang masih satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat. Kasus ini menjadi menarik lantaran korban ditemukan dalam keadaan perut kosong, tanpa ada sisa makanan.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, pihaknya menemukan satu fakta baru dalam kasus yang penuh teka teki ini. Sebelum ditemukan tewas, keluarga ini pernah menjual sejumlah barang yang ada di rumah mereka.

Namun yang aneh, saat menjual sejumlah barang, korban dan pembeli tidak saling bertemu. Korban membungkus barang yang akan dijual dan menempatkannya di luar rumah.

"Dia menghubungi untuk menjual barang segala macam. Sempat masuk atau tidak? Oh ternyata barangnya sudah disiapkan di luar tinggal ngambil. Jadi ini benar-benar inter kolaborasi kita kedepankan scientific crime investigation,” ujar Hengki dalam keterangannya, Jumat (25/11/22).

Sebelumnya, Hengki juga menjelaskan, salah satu korban dari empat orang yang tewas di Kalideres telah meninggal sejak 13 Mei 2022.

Hal ini terungkap dari keterangan salah satu saksi yang berasal dari salah satu petugas koperasi simpan pinjam (KSP). Pada bulan Mei, saksi hendak memproses gadai sertifikat dan datang ke rumah tersebut.

Identitas saksi diketahui setelah petugas memeriksa ponsel korban. Saat terakhir diketahui korban kerap berkomunikasi dengan saksi.

“Akhirnya kita memperoleh tiga orang saksi penting dalam proses penyelidikan kami. Ternyata satu orang (saksi) ini adalah mediator jual beli rumah, kami tidak sebutkan namanya,” ujar Hengki dalam keterangannya, Selasa (22/11/22).

Hengki menjelaskan, Budyanto Gunawan diduga menyerahkan langsung sertifikat asli rumah atas nama Renny Margaretha Gunawan, istri Rudy untuk digadaikan. Diketahui rumah yang menjadi TKP diketahui hendak dijual seharga Rp 1,2 miliar, namun belum ada yang membeli.

“Pada saat itu pegawai koperasi simpan pinjam itu tertarik mengingat lokasi perumahan ini memiliki NJOP yang tinggi. Sedangkan pembayaran untuk simpan pinjam itu maksimal 50 persen dari NJOP, rumah maupun tanah,” katanya.

Kecurigaan petugas koperasi, kata Hengki, bermula saat ia dan dua orang lainnya datang ke rumah. Mereka yang datang untuk mengecek keaslian sertifikat mencium bau busuk di rumah tersebut, namun Budyanto berdalih bau berasal dari selokan.

Anak Renny, Dian mengatakan ke petugas koperasi jika ibunya sedang tidur. Karena sertifikat atas nama Renny, petugas harus mengecek apakah proses penggadaian sudah sepengetahuan Renny.

Dian saat itu mengatakan, ibunya sedang tidur dan meminta untuk tidak menyalakan lampu kamar, dengan alasan Renny yang sensitif cahaya. Saat saksi masuk ke kamar, bau busuk semakin menyengat.

“Pada saat dibangunkan untuk mengecek sertifikat ini, (Renny) dipegang-pegang agak lembut, curiga. Tanpa sepengetahuan Dian, pegawai koperasi simpan pinjam ini menghidupkan flash HP-nya,” katanya.

Saksi yakin saat itu Renny sudah dalam keadaan tak bernyawa. Sontak saksi langsung berteriak.

“Begitu dilihat, langsung yang bersangkutan berteriak takbir, ‘Allahu Akbar! Ini sudah mayat!’ Di tanggal 13 Mei,” jelas Hengki. (Tp)

 

 


Tinggalkan Komentar