telusur.co.id - Sengketa tanah apartemen Sherwood Kelapa Gading terus bergulir. Ahli waris, Makawi yang menuntut keadilan, melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan menggugat Summarecon Group untuk membuktikan keabsahan status hukum yang diklaim sudah menjadi miliknya.

Makawi, dalam keterangan di Gedung PN Jakarta Utara, Kamis (5/12/2019), mengatakan kalau tanah tersebut masih milik keluarganya.

"Girik C.No 1242 persil 896 Blok S.I Kohir N-2-04-10-01-04-00-0060 luas 13.005 m2 tercatat atas wajib pajak; Girik C.No 1242 persil 896 Blok S.II Kohir N-2-04-10-01-04-00-0040 luas 17.204 m2 tercatat atas nama wajib pajak H.Abdul Halim; dan Sebagian lagi luas 6.200 m2 masih berupa Segel Tanah Garapan itu atas nama ayah saya," kata Makawi.

Dia memastikan keluarganya tidak pernah melakukan jual beli seperti yang disampaikan oleh pihak Summarecon melalui akta jual beli yang dilakukan puluhan tahun lalu.

"Keluarga kami tidak pernah melakukan jual beli. Oleh karena itu, maksud dan tujuan kami menggugat di pengadilan adalah meminta kepada Summarecon untuk membuktikan keabsahan dokumen yang dimilikinya," kata dia.

Bilamana itu semua bodong, lanjutnya, tentunya tanah yang dikalim miliknya harus dikembalikan, dan pihak Summarecon diminta bayar ganti rugi karena telah mendudukinya.

Di tempat yang sama, perwakilan hukum dari pihak keluarga, Muhammad Fahmi Siddiq menuturkan bahwa dokumen yang dimilikinya masih sah dan terdata di beberapa lembaga negara.

"Di Kelurahan dan Wali Kota, status tanah tersebut masih terdaftar atas nama keluarga Pak Makawi. Oleh karena itu, kami melakukan pemblokiran agar tidak dapat disalah gunakan," kata Fahmi.

Bilamana Summarecon mengaku merasa sebagai pemilik hak tanah yang benar, Fahmi menantang agar dapat menunjukkan surat-surat legalitas yang berlaku sesuai aturan hukum di Indonesia.

"Coba apakah para penghuni apartemen Sherwood memiliki sertifikat? Bilamana memang ada dasar-dasarnya seperti apa, karena sampai PBB tanah tersebut masih atas nama keluarga Pak Makawi. Jadi belum ada yang dibalik nama," kata Fahmi.

Sementara itu, pihak dari Summarecon, Head of Corporate Communications PT Summarecon Agung Tbk, Cut Meutia menjelaskan, pada 1981 tanah tersebut sudah diperjual-belikan antara orang tua ahli waris dengan para pembeli.

"Selanjutnya pada tahun 1982, para pembeli telah menjual tanah tersebut kepada PT Summarecon Agung Tbk. (Summarecon), sehingga sejak saat itu Summarecon menjadi satu-satunya pemilik yang sah atas tanah tersebut berdasarkan data yuridis dan data fisik yang tercatat di Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara," kata Meutia beberapa waktu lalu.

Berbagai upaya hukum telah ditempuh Makawi sejak lama, namun seluruhnya telah ditolak oleh pihak pengadilan, dan dihentikan penyidikannya oleh pihak kepolisian, karena yang bersangkutan tidak memiliki hak dan bukti kepemilikan yang sah. [Asp]

Laporan : Saiful Anwar