Taufik Basari Desak Polisi Usut Tuntas Temuan Kerangkeng Manusia di Langkat - Telusur

Taufik Basari Desak Polisi Usut Tuntas Temuan Kerangkeng Manusia di Langkat

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, mendorong Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) untuk segera mengusut tuntas temuan kerangkeng yang diduga untuk mengurung manusia di kediaman Bupati Langkat non aktif yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Terbit Rencana Peranginangin pada Senin, (24/01/22).

Taufik menyatakan tidak dibenarkan siapapun, termasuk bupati atau pejabat pemerintahan, menaruh seseorang dalam sebuah tempat seperti kerangkeng atau sel penjara, dengan merampas kemerdekaan orang lain dan memperlakukannya secara tidak manusiawi. Perampasan kemerdekaan dengan menaruh seseorang dalam tahanan ataupun lembaga pemasyarakatan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan alasan yang berdasarkan hukum, yakni dalam rangka penegakan hukum atau pelaksanaan putusan pengadilan, sesuai aturan perundang-undangan dan harus dilaksanakan dengan standar Hak Asasi Manusia.

Pada Senin siang (24/1/22) lembaga Migrant Care menyampaikan laporan temuannya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengenai adanya dugaan perbudakan modern di rumah Bupati Langkat non aktif yang diperuntukan bagi para pekerja di perkebunan sawit milik Bupati tersebut. Sementara, keterangan sementara pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) menyatakan diduga tempat tersebut adalah tempat untuk rehabilitasi pengguna narkotika yang tak berijin dan telah berlangsung selama 10 tahun. Polda Sumut menyatakan akan menggandeng pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut dan BNNP Kabupaten Langkat dapat memperjelas persoalan ini.

"Saat ini publik belum mendapat kejelasan perihal peruntukan kerangkeng manusia tersebut, kita menunggu hasil penyelidikan pihak Kepolisian. Namun baik alasan sebagai tempat rehabilitasi maupun tempat bagi pekerja perkebunan sawit, kedua alasan tersebut tetap tidak memberikan pembenaran bagi penggunaan kerangkeng manusia dan harus diusut tuntas dengan melakukan penegakan hukum,” ujar Taufik kepada media, Senin (25/1/22).

Taufik menerangkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia melalui UU No. 5 Tahun 1998. Konvensi tersebut memberikan tanggung jawab negara untuk mencegah segala bentuk penyiksaan dan bentuk perlakuan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, serta melakukan penegakan hukum apabila terdapat kejadian dan bertanggung jawab untuk memberikan pemulihan bagi korban.

Oleh karena itu, tambah Taufik, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan pihak Kepolisian yang dapat juga bekerja sama dengan Komnas HAM. Pertama, pihak Kepolisian bersama Komnas HAM harus menelusuri bagaimana kerangkeng manusia tersebut digunakan, bagaimana kondisi kelayakan untuk ditempati manusia, adakah tindak penyiksaan atau perlakuan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.

Kedua, mencari siapa yang terlibat dalam penggunaan kerangkeng manusia tersebut, baik penanggung jawab utama maupun pihak-pihak yang mengetahui penggunaannya yang turut bertanggung jawab. Ketiga, menelusuri sejak kapan kerangkeng manusia tersebut digunakan, siapa saja yang pernah dikerangkeng di tempat itu, apa dampaknya bagi yang pernah berada di tempat tersebut baik secara fisik maupun psikologis.

“Jika ternyata hasil pengusutan ditemukan memang benar digunakan untuk menempatkan seseorang dalam kerangkeng, terlebih bila terdapat tindakan penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi, maka penegakan hukum harus dilakukan kepada semua yang bertanggung jawab dan pihak pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memulihkan kondisi para korban,” kata Taufik. [Tp]


Tinggalkan Komentar