Warga Indonesia di Suriah - Telusur

Warga Indonesia di Suriah


Oleh: Dr. Azis Syamsuddin

KETIKA terjadi kecamuk perang Suraiah pada tahun 2017, diperkirakan sekitar 500-600 WNI berada di Suriah dan Irak, tapi dideportasi sebelum tiba di kawasan yang dikuasai ISIS. Di antara jumlah tersebut, tidak semua dari mereka adalah anggota ataupun simpatisan ISIS.

Adapun WNI yang teridentifikasi bergabung ISIS, pada tahun 2017 itu Indonesia memutuskan menerima kembali 17 WNI yang dideportasi dari perbatasan Suriah-Irak. Alasan utama pemerintah menerima kembali WNI mantan anggota ISIS tahun 2017 adalah alasan kemanusiaan.

Selain itu, pemerintah Indonesia wajib menerima kembali mereka karena status WNI tersebut bukanlah pengungsi. Mereka datang karena menyalahgunakan visa kunjungannya dan kemudian dideportasi.

Namun tentu saja, proses penerimaan kembali WNI tersebut tidaklah serta merta. Pemerintah sudah menjelaskan bahwa proses penerimaan kembali tersebut disertai proses verifikasi yang panjang dan lama.

Proses itu termasuk memeriksa apakah mereka benar-benar WNI. Lalu apabila benar WNI, bagaimana kondisi psikologis dan tingkat radikalisme orang tersebut. Proses ini melibatkan berbagai instansi. Mulai dari Kemenlu, pihak imigrasi, kepolisian, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki peran penting.

Saat ini, 17 WNI tersebut dilaporkan masih berada dalam pengawasan BNPT serta otoritas keamanan lainnya. Meskipun demikian, keputusan penerimaan kembali eks anggota ISIS tetap ditentang. Pihak yang kontra menganggap kebijakan tersebut membahayakan keamanan negara, karena eks anggota ISIS itu bisa menyebarkan ideologi kekerasan setelah kembali ke Indonesia.

Tahun 2019, setelah mengalami kekalahan di wilayah Irak dan Suriah, banyak di antara pengikut ISIS yang mengungsi.

Pada maret sampai April 2019 lalu, tercatat lebih dari 9.000 anggota keluarga pejuang ISIS dilaporkan masih berada di kamp penampungan Al-Hol, timur laut Suriah. Dan di antaranya, terdapat puluhan WNI ditemukan di antara ribuan keluarga pejuang ISIS tersebut. Afshin Ismaeli, wartawan lepas yang meliput konflik terakhir ISIS di Suriah melaporkan untuk Tirto bahwa ada sekitar 50 warga negara Indonesia di kamp Al-Hol.

Tapi angka yang awak pers tersebut, tidak bias dijadikan acuan resmi negara. Sedang Kementerian Luar Negeri RI menyatakan sulit mendata warga Indonesia yang menjadi simpatisan kelompok ISIS di Suriah, yang saat ini berada dalam pengungsian. Kelompok itu dinyatakan sudah tumbang baik di Suriah dan Irak, tetapi sisa-sisa anggotanya kabur ke kawasan gurun.

Juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir mengatakan, pemerintah tidak bisa langsung memulangkan mereka meski mengaku WNI. Menurut dia, sebelum dipulangkan pemerintah harus memverifikasi status kewarganegaraan dan membuktikan mereka memang WNI. Dan ini membutuhkan waktu yang lama.

Berdasarkan pengalaman proses pemulangan 17 WNI dari Suriah pada 2017, prosesnya pemulangan itu sangat panjang dan tidak mudah. Kerena sebagian dari orang-orang tersebut pergi dengan cara ilegal dan sudah tak memiliki dokumen perjalanan resmi.

Setelah diverifikasi status kewarganegaraan, pemerintah akan menganalisis jejak keluarga mereka di Indonesia. Mereka juga akan diinterogasi sejauh mana keterlibatannya dengan ISIS, hingga seberapa tinggi level ancaman dan radikalisme pada diri mereka.

Terkiat proses verifikasi tersebut, pemerintah memerlukan kerjasam lintas kelembagaan, seperti Polri BNPT, Imigrasi, hingga BIN.

Tinjauan hukum

Berdasarkan PP No 2 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.
BAB V, Pasal 31 menyebutkan sebagai berikut:

(1) Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena:

a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
d. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
e. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
f. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
g. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
h. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Di tinjau dari status hukum WNI yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, agak sulit memastikan secara definitis status mereka. Beberapa pihak ada yang menyatakan bahwa mereka adalah pengungsi. Namun sebenarnya, mereka tidak bisa dikategorikan sebagai pengungsi.

Sebab menurut Konvensi tentang Status Pengungsi 1951, pengungsi didefinisikan sebagai mereka yang terusir dari negaranya kemudian terpaksa hijrah ke negeri orang karena takut atau khawatir menjadi korban kekerasan atau persekusi atas nama ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial dan partai politik tertentu. Menurut Konvensi tahun 1951, pendatang yang berstatus sebagai pengungsi tidak boleh dikembalikan ke negara asal karena akan membahayakan keselamatan mereka.

Sedangkan, orang-orang Indonesia ini pergi ke Suriah atas kehendak sendiri. Mereka juga tidak meninggalkan Indonesia maupun diusir dari Indonesia karena alasan SARA. Maka, mereka bukanlah pengungsi dalam pengertian hukum internasional. Mereka menyalahgunakan visa kunjungan ke negara lain (misalnya Turki) untuk bergabung dengan ISIS di Suriah.
Oleh karena itu, negara penerima juga memiliki kewenangan untuk mendeportasi (mengembalikan) mereka ke negara asal karena penyalahgunaan visa ini. Dan menurut hukum internasional, pemerintah Indonesia tidak punya alasan untuk menolak mereka. Di sinilah titik dilematisnya.

Saran yang bisa diambil:
• Dalam kerangka hukum, tidak banyak celah yang bisa diambil oleh Pemerintah, selain menerima kembali para pengungsi mantan ISIS. Sebab Indonesia akan berhadap dengan isu pelanggaran HAM.
• Menerima kembali para WNI tersebut dengan mengikuti metode proses verifikasi yang sudah dilakuikan pada 2017. Tapi konsekuensinya, pemerintah akan berhadapan protes sebagian kalangan yang menganggap bahwa WNI tersebut adalah musuh negara.
• Menerima kembali para WNI tersebut dengan syarat yang lebih rumit dan diperketat. [***]

*Penulis adalah Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan


Tinggalkan Komentar