telusur.co.id - Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) menyampaikan pentingnya penyusunan Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara (RAN Kanker Payudara) sebagai upaya menurunkan kematian akibat kanker pada perempuan.
"Harus segera ditindaklanjuti dengan strategi implementasi yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional khusus kanker payudara," kata Ketua panitia A2KPI Aryanthi Baramuli Putri dalam konferensi pers, Kamis (31/10/24).
Aryanthi menyampaikan, pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah atas pengendalian kanker yang lebih komprehensif melalui peluncuran Rencana Kanker Nasional 2024 - 2034.
Namun demikian, A2KPI sebagai organisasi independen yang diinisiasi oleh 13 organisasi dan komunitas pasien kanker menyerukan agar upaya tersebut segera ditindaklanjuti dengan penyusunan RAN Kanker Payudara.
Menurut dia, RAN Kanker Payudara merupakan langkah strategis untuk menurunkan beban penyakit kanker payudara dan mencapai target penurunan angka kematian sebesar 2.5 persen per tahun, sebagaimana ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI).
Menurut Global Cancer Observatory (Globocan) 2022, setiap tahunnya lebih dari 66.000 wanita Indonesia menerima diagnosis kanker payudara dengan tingkat kematian 30 persen dari total kasus.
A2KPI juga menyoroti statistik yang memprihatinkan, di mana lebih dari 48 persen pasien didiagnosis pada Stadium III, 20 persen pada Stadium IV, dan 70 persen pasien meninggal atau mengalami masalah finansial hanya dalam waktu 12 bulan sejak terdiagnosa.
Aryanthi menegaskan kembali bahwa penanganan kanker payudara adalah upaya yang kompleks dan membutuhkan kolaborasi lintas sektoral antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
A2KPI menyatakan siap berperan aktif dalam penyusunan RAN Kanker Payudara serta berkomitmen untuk terus mensosialisasikan, mengedukasi, mendorong deteksi dini dan skrining kanker payudara untuk pencegahan dan pengendalian yang lebih baik di Indonesia.
Pihaknya juga mendorong agar implementasi, pengawasan, dan evaluasi dari rencana ini dapat segera dilakukan, yang selaras dengan target WHO-GBCI dan didukung pendanaan yang memadai.
"Rencana pendanaan yang memadai agar implementasinya bisa optimal, mengingat beban penyakit yang sangat besar,” kata Aryanthi.[Fhr]