Aktivis KAMI Diborgol dan Dipamerkan, Lieus Minta Polisi Berhenti Jadi Alat Kekuasaan - Telusur

Aktivis KAMI Diborgol dan Dipamerkan, Lieus Minta Polisi Berhenti Jadi Alat Kekuasaan

AKtivis KAMI, Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan dipakaikan baju tahanan dan diborgol serta dipamerkan ke publik. (Foto: Kompastv).

telusur.co.id - Perlakuan polisi terhadap sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), yakni Sekretaris Komite Eksekutif KAMI, Syahganda Nainggolan, deklarator KAMI, Jumhur Hidayat dan Anton Permana serta sejumlah aktivis lainnya, mengundang reaksi keras dari berbagai pihak.

Pemakaian baju tahanan dengan mengikat tangan mereka menggunakan borgol plastik, dianggap sangat merendahkan martabat dan sengaja dilakukan polisi sebagai tindakan dengan maksud menghinakan para tersangka.

Begitu disampaikan koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma kepada wartawan, Jumat (16/10/20).

Padahal, menurut Lieus, belum pernah ada koruptor di negeri ini, yang sudah terang-terangan merugikan negara milyaran bahkan triliunan rupiah, diperlakukan seperti itu oleh polisi.

“Tidak ada koruptor yang ditangkap polisi dan dipamerkan ke publik dengan tangan diborgol,” kata Lieus.

“Perlakuan polisi itu sungguh disayangkan. Mereka ini bukan koruptor, juga bukan pelaku kriminal. Mereka ditangkap hanya karena menyatakan pendapat yang berbeda dengan kehendak pemerintah. Kenapa mereka diperlakukan seperti itu? Ini jelas perlakukan yang sangat tidak adil dari aparat kepolisian dalam penegakan hukum,” ujar Lieus.

Apalagi, kata Lieus, para aktivis itu jangankan diborgol, ditahan saja tidak pantas.

“Masak sih di negeri yang katanya menganut demokrasi, orang ditahan hanya karena menyatakan pendapat yang berbeda dari kehendak pemerintah?” tanyanya.

Lieus menyebut, kecuali pendapat para aktivis itu yang berbeda dengan kehendak pemerintah, para aktivis yang ditahan itu adalah orang-orang baik.

“Saya sangat yakin kecintaan mereka pada bangsa dan negara ini sangat besar. Karena itulah mereka berani mengambil resiko meski harus berhadap-hadapan langsung dengan penguasa,” katanya.

Ditambahkan Lieus, jika dengan memborgol itu polisi bermaksud ingin menciptakan efek jera dan membuat takut, itu jelas salah besar.

“Bagi para aktivis yang mencintai negeri ini, kata takut sudah tidak ada dalam kamus mereka,” tegas Lieus.

Karena itu Lieus meminta polisi menghentikan semua tindakan represif terhadap pihak-pihak yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah.

“Polisi berhentilah menjadi alat kekuasaan. Jadilah aparat keamanan yang mengayomi seluruh warga negara dengan adil,” pinta Lieus.

Seperti diketahui, Syahganda Nainggolan, Junhur Hidayat, Anton Permana langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sangkaan itu mengakibatkan mereka langsung ditahan dengan dipakaikan baju tahanan, lengkap dengan borgol plastik yang mengikat tangan mereka. Perlakukan polisi inilah yang mengundang reaksi keras dari berbagai pihak. [Tp]


Tinggalkan Komentar