ALSA Indonesia Gelar Diskusi Soal Kebebasan Berpendapat dalam Lingkup Akademik - Telusur

ALSA Indonesia Gelar Diskusi Soal Kebebasan Berpendapat dalam Lingkup Akademik

Presiden ALSA Indonesia Khalifah Al Kays Yusuf. (Foto: Instagram @alkaysyusuf).

telusur.co.id - Asian Law Student Association (ALSA) menggelar Diskusi Virtual dengan tema "Quo Vadis Pengaturan Normatif Mengenai Kebebasan Berekspresi Dalam Ruang Lingkup Akademik di Indonesia?” Jumat (5/6/20). Kegiatan ini merupakan perhelatan perdana dari ALSA Indonesia Legal Discussion #1.

Hadir dalam diskusi yang dilakukan secara daring ini Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti dan Guru Besar FH UGM, Edward O.S Hiariej. Hadir pula Presiden ALSA Indonesia Khalifah Al Kays Yusuf.

Dalam diskusi yang disiarkan melalui You Tube ALSA Indonesia itu, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kebebasan berpendapat merupakan hak bagi setiap manusia, tetapi belakangan ini terjadi perbedaan perspektif mengenai Kebebasan Berpendapat dan berekspresi dalam koridor akademik yang kerap menjadi polemik.

Akibatnya banyak warga yang terjerat kasus Hukum karena kebablasan dalam menyampaikan pendapatnya. Lebih lanjut Taufan mengatakan, dalam dunia akademis seharusnya kebebasan berpendapat tidak dikekang dengan norma aturan yang berlaku di masyarakat. Karena dunia akademis merupakan media untuk menggali kebenaran sedalam-dalamnya.

"Yang bisa menguji materi akademik bukanlah aparat penegak hukum, melainkan dewan/lembaga akademik yang dibentuk di institusi pendidikan itu sendiri," ungkap Taufan Damanik.

Senada dengan Ahmad Taufan Damanik, Guru Besar FH Unpad, Susi Dwi Harijanti menilai, kampus harus bisa memberi penguatan terhadap Kebebasan Berpendapat dalam ruang lingkup akademis. Hal ini dilakukan dalam rangka proses pencarian demokrasi yang sehat. Namun untuk merealisasikan hal tersebut harus ada aturan main yang jelas.

"Penguatan kebebasan akademik di kampus dilakukan dalam rangka demokrasi yang sehat yang dijalankan oleh para ahli yang berkompeten dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjabkan," ucap Susi

Sementara itu, Guru Besar FH UGM Eddy O.S Hiariej mengatakan, kebebasan berpendapat dalam masyarakat memang terbatas, dan hal tersebut sudah ada aturannya. Sehingga ketika seseorang berpendapat dan menyinggung salah satu pihak atau kelompok, maka dia akan menerima konsekuensi hukum atas apa yang telah diperbuatnya.

"Dalam konteks hukum pidana, kebebasan berekspresi/berpendapat ada batasannya. Jangan sampai merujuk ke mencemarkan nama baik atau kebencian," terang Eddy O.S. Hiariej. [Tp]

 


Tinggalkan Komentar