Amin Ak: Dugaan Penyalahgunaan Wewenang IUP dan HGU Harus Dibuka Terang Benderang - Telusur

Amin Ak: Dugaan Penyalahgunaan Wewenang IUP dan HGU Harus Dibuka Terang Benderang

Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Kepastian hukum dan penerapannya menjadi kunci keberhasilan menarik investasi di Indonesia. Sebab Investor, baik swasta dalam negeri maupun investor asing membutuhkan kenyamanan berinvestasi, termasuk kepastian usahanya berjalan baik di Indonesia.

“Karena itu dugaan penyalahgunaan kewenangan izin usaha termasuk izin usaha pertambangan (IUP) maupun hak guna usaha (HGU) harus dibuka secara terang benderang untuk kenyamanan berinvetasi di Indonesia,” tegas Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak menanggapi pertanyaan awak media di Jakarta, Minggu (17/3/24).

Saat ini berkembang dugaan “abuse of power” oleh Ketua Satgas Penataan Pertanahan dan Penanaman Modal yang juga Menteri Investasi dan Kepala BPKM, Bahlil Lahadalia. Bahlil diduga menyalahgunakan kewenangannya terkait pencabutan dan pengembalian izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) lahan pertambangan dan perkebunan.

Dugaan abuse of power semakin kuat karena, Menteri Bahlil sendiri  memiliki perusahaan pertambangan dan industri ekstraktif lainnya di bawah bendera PT Rifa Capital, PT Bersama Papua Unggul, dan PT Dwijati Sukses. Perusahaan-perusahaan tersebut, dirumorkan sering mendapatkan tawaran proyek pemerintah.

Belakangan Indonesia Police Watch (IPW) mendesak DPR membentuk Pansus untuk menyelidiki kasus ini. Pansus diharapkan bisa membuka persoalan ini dengan kewenangannya untuk menyelidiki, serta mengumpulkan data dan fakta dari berbagai pihak terkait.

“Ini harus dibuka seterang-terangnya agar publik tahu kebenarannya karena penting untuk menjamin kenyamanan investasi di Indonesia. Jika persoalan ini tidak dibuka terang benderang, investor baik dalam negeri maupun luar negeri akan was-was dengan keberlanjutan usahanya di Indonesia,” beber Amin.

Bisa dibayangkan, di saat mereka sudah berinvestasi dan mengeluarkan banyak upaya dan modal, kemudian tiba-tiba IPU dan HGU yang mereka tempati dipersoalkan. Kemudian jika dituding tidak mau bekerja sama, izinnya akan dicabut. 

“Sudah pasti mereka akan was-was,” ujarnya.

Lebih lanjut Amin mengatakan, sejak awal penunjukkan Bahlil sebagai Ketua Satgas Pertanahan dan Investasi tumpang tindih secara kelembagaan. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi.

Kewenangannya juga sangat besar, termasuk memetakan pemanfaatan lahan untuk pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan hutan hasil pencabutan IUP, HGU, dan izin pemanfaatan kawasan hutan. 

Ia mempunyai kewenangan untuk mencabut izin-izin tersebut, namun di sisi lain ia berwenang memfasilitasi badan usaha milik negara, perusahaan daerah, kelompok masyarakat, usaha kecil menengah, dan koperasi dalam memperoleh tanah. 

Kewenangannya semakin diperkuat ketika Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 yang memungkinkan gugus tugas tersebut mengidentifikasi lahan yang memenuhi syarat pencabutan izin dan menentukan nasibnya, termasuk alokasi pengelolaannya.

Menurut Amin, kewenangan luas yang dimiliki gugus tugas tersebut memungkinkan dieksploitasi untuk keperluan pengadaan tanah oleh pihak-pihak yang dekat dengan penguasa, termasuk pembagian tanah untuk keperluan pemilu. 

Satgas tersebut diduga menghimpun dan mencabut banyak sekali izin pertambangan, kemudian disebarkan ke konstituen seperti organisasi masyarakat, kelompok usaha, koperasi, dan kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah. 

“Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran di antara banyak pemangku kepentingan di sektor ekstraktif SDA, sehingga memicu pertanyaan pelaku usaha. Tentu ini sangat mengganggu iklim investasi di tanah air,” pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar