telusur.co.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarif Muhammad, mengungkapkan pentingnya kejelasan dalam penerapan sanksi pidana yang diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Menurutnya, meskipun penerapan sanksi pidana dalam pengelolaan koperasi merupakan langkah maju untuk menanggulangi penyalahgunaan, perlu ada klasifikasi yang jelas mengenai subjek, besaran kerugian, serta jenis pelanggaran yang layak dikenakan pidana.
"Dalam hal ini, sanksi pidana bisa jadi sebuah langkah positif, namun jika diterapkan secara kaku, saya khawatir justru akan mengurangi partisipasi anggota dalam pengelolaan koperasi," ujar Syarif dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (20/3). Ia menambahkan bahwa keberadaan regulasi hukum yang kuat dan jelas sangat diperlukan untuk melindungi anggota koperasi dari potensi kerugian akibat kasus hukum yang sering kali merugikan mereka, dengan kerugian yang bisa sangat besar.
Syarif juga menegaskan bahwa sanksi pidana harus digunakan secara proporsional dan hanya sebagai jalan terakhir. "Jangan sampai penerapan sanksi pidana justru menghambat pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang menjadi tujuan utama koperasi," ujarnya. Namun, ia juga menekankan pentingnya keberadaan sanksi pidana untuk menghindari adanya penyalahgunaan oleh oknum yang memanfaatkan kelonggaran hukum dalam pengelolaan koperasi, yang bisa berujung pada kerugian.
Untuk itu, Syarif mengusulkan agar Indonesia mengadopsi penegakan hukum di sektor koperasi yang diterapkan oleh negara-negara tetangga, seperti Filipina dan Malaysia. Di Filipina, pelanggaran hukum di sektor koperasi dapat dihukum penjara antara 2 hingga 5 tahun, sementara pajak koperasi bisa dikenakan ancaman sanksi 1 tahun penjara. Di Malaysia, undang-undang koperasi mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran terkait kebocoran data rahasia koperasi, dengan hukuman maksimal 6 bulan penjara.
"Saya setuju jika Indonesia mengadopsi beberapa aspek tersebut. Negara kita harus belajar dari pengalaman negara tetangga agar tidak kecolongan seperti yang pernah terjadi pada kasus penipuan dan penggelapan uang nasabah," kata Syarif.
Dengan upaya ini, Syarif berharap pengelolaan koperasi di Indonesia bisa lebih aman dan transparan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tanpa mengorbankan partisipasi aktif anggota dalam koperasi.[]