telusur.co.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sofwan Dedy Ardyanto, menekankan pentingnya percepatan pembahasan undang-undang yang mampu melindungi industri rokok serta petani tembakau. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Senin (4/11/24), Sofwan menyoroti kompleksitas dan tantangan besar yang dihadapi dalam menggolkan RUU Pertembakauan.
“Dapil saya salah satunya Kabupaten Temanggung adalah kota tembakau. Jadi Pak Agus Parmuji ini beliau ketua umum APTI adalah teman diskusi saya kalau kami nongkrong malam-malam bersama dengan teman-teman petani tembakau,” ujar Sofwan dalam rapat tersebut.
Sofwan mengungkapkan bahwa para petani tembakau di daerahnya kini menghadapi ketidakpastian karena belum adanya pembelian dari perusahaan besar seperti Gudang Garam.
“Biasanya bulan-bulan begini ini di dapil kami Temanggung itu para petani sudah hepi, Pak. Tapi sekarang, mohon izin, Pak, Gudang Garam belum beli. Itu bisa mencapai ratusan miliar bahkan katanya bisa tembus triliun, perputaran uang yang tidak terjadi di wilayah tersebut,” ungkapnya.
Politikus Fraksi PDI Perjuangan itu juga menyoroti adanya konflik kepentingan antara komunitas kesehatan yang menekankan dampak negatif tembakau dengan kebutuhan perlindungan bagi petani.
“Setelah saya pelajari, kompleks sekali Pak. Ini ada konflik kepentingan antara komunitas kesehatan yang menganggap bahwa tembakau mengandung bahan adiktif dan seterusnya,” jelasnya.
Sofwan meminta bimbingan senior di DPR, terutama Firman Soebagyo yang sudah lama mengawal soal pertembakauan, terkait langkah-langkah yang perlu diambil, termasuk kemungkinan pembentukan panitia yang bisa mempercepat regulasi perlindungan tembakau.
“Saya amat sangat mendorong badan legislasi ini bisa melakukan akselerasi terhadap payung hukum yang bisa melindungi industri rokok dan sekaligus melindungi keberlangsungan para petani tembakau,” tegasnya.
Senada dengan Sofwan, Anggota Baleg Ahmad Irawan dari Fraksi Golkar juga menyoroti pentingnya regulasi khusus bagi industri tembakau.
“Dapil saya termasuk berkepentingan Pak. Jawa Timur itu cukainya dari gabungan Jatim 1 dan Jatim 2 kalau tidak salah mencapai 146 triliun, tapi bagi hasilnya hanya sekitar 4,3-4,6 triliun. Ini menurut saya masih terlalu kecil,” ungkap Ahmad.
Ahmad menegaskan bahwa industri padat karya seperti tembakau memerlukan pengaturan khusus untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan negara, rakyat, dan pelaku usaha.
“Kita tidak boleh juga membenci pelaku usaha karena pendapatan negara juga berasal dari mereka,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum APTI Agus Parmuji menekankan bahwa tembakaumerupakan cara hidup para petaninya, bukan sekadar komoditas pertanian.
“Tembakau bukan sekadar pertanian, tapi cara hidup kami,” kata Agus.
Agus menekankan pentingnya undang-undang yang memayungi kelestarian tanaman tembakau dan melindungi petani tembakau dari hulu hingga hilir.
APTI juga menyoroti bahwa undang-undang tersebut harus mencakup empat aspek utama: perlindungan menyeluruh bagi petani, pengendalian importasi tembakau, pemanfaatan dana bagi hasil cukai tembakau untuk kepentingan masyarakat, dan kewajiban industri untuk membeli tembakau dari sentra-sentra produksi.
“Ketika kami pernah mengusulkan di tahun 2018 tentang Permendag 84 dan Permentan 23 yang mengatur tentang pengendalian impor tembakau, dampaknya sangat positif. Semua industri berusaha menyerap tembakau lokal, tapi regulasi itu belum diberlakukan hingga sekarang,” jelas Agus
Ia menambahkan bahwa perlu ada sinkronisasi kepentingan antara petani tembakau dengan industri nasional, termasuk instrumen cukai yang tidak memberatkan. “Ketika cukai yang diatur tinggi, efek domino negatifnya adalah penurunan penyerapan tembakau lokal. Harapan kami, UU ini bisa mengatur bagaimana instrumen cukai tidak naik terus dan memberikan kewajiban industri untuk membeli produksi petani tembakau,” tukasnya. [Tp]