Anis Byarwati: Pertumbuham Ekonomi Nasional Stagnan, Terobosan Secara Fiskal dan Sektoral Dibutuhkan - Telusur

Anis Byarwati: Pertumbuham Ekonomi Nasional Stagnan, Terobosan Secara Fiskal dan Sektoral Dibutuhkan

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Buarwati. (Ist).

telusur.co.id - Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, mengungkapkan bahwa dalam lebih dari satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional stagnan pada angka sekitar 5%. Ia juga menyoroti bahwa sumber pertumbuhan, baik dari sisi pengeluaran maupun komponen produksi, tidak mengalami perubahan signifikan baik dari segi kontribusi maupun tingkat pertumbuhan.

“Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 53% dengan tingkat pertumbuhan 4%-5%, sementara sektor manufaktur berkontribusi sekitar 18% dengan pertumbuhan 3%-4%. Jika tidak ada terobosan, perekonomian nasional akan terus terjebak pada angka lima persen,” jelasnya di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/24).

Sebagai anggota Komisi XI DPR RI, Anis menyebut bahwa Presiden Joko Widodo pernah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7%, sedangkan Presiden Prabowo menargetkan 8%. Namun, untuk mencapai visi Indonesia maju 2045 dan keluar dari jebakan kelas menengah (middle income trap), pertumbuhan ekonomi harus mencapai 6%-7%.

“Sampai saat ini, belum ada terobosan signifikan, baik secara fiskal maupun sektoral, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat lebih tinggi,” tambahnya.

Anis juga mengkritisi perbedaan antara laporan pemerintah mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat dan kondisi riil di lapangan.

“Sebagai anggota masyarakat yang melihat langsung kehidupan di bawah, rasanya apa yang disampaikan pemerintah jauh dari kenyataan, hanya sebatas angka statistik. Silakan berkunjung ke Pasar Induk Kramat Jati, Tanah Abang, atau Pasar Cipinang. Di sana jelas terlihat bagaimana daya beli masyarakat anjlok. Bahkan banyak manufaktur besar tutup, menyebabkan PHK massal. Fenomena ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, tidak cukup dengan bantuan sosial saja,” bebernya.

Anis mencatat bahwa penerimaan pajak hingga Oktober 2024 mencapai Rp1.517,53 triliun atau 76,30% dari target tahun 2024. “

Kami mengapresiasi peningkatan penerimaan pajak dalam beberapa bulan terakhir. Semoga upaya pemerintah untuk mencapai target dapat terwujud,” katanya.

Namun, ia juga mengingatkan risiko mengejar target pajak di tengah kondisi ekonomi yang lesu. 

“Ini seolah mengkhianati teori countercyclical yang diandalkan saat pandemi COVID-19. Kami menyambut baik kebijakan penghapusan utang UMKM oleh Presiden, tetapi dampaknya terbatas karena utang yang dihapuskan adalah yang tidak aktif. UMKM yang masih produktif justru yang perlu didukung,” jelasnya.

Terkait realisasi belanja negara hingga 31 Oktober 2024 sebesar Rp1.834,5 triliun (74,3% dari APBN), Anis mendukung arahan Presiden untuk efisiensi anggaran, termasuk mengurangi biaya perjalanan dinas yang tidak penting.

“Jika benar ada kebocoran anggaran sebesar 20%-30%, maka ada sekitar Rp600-700 triliun yang merembes. Istilah spending better seharusnya bukan hanya sekadar slogan, tetapi harus memiliki formulasi jelas agar anggaran digunakan lebih efisien dan berkualitas, sehingga dampaknya terasa bagi perekonomian nasional,” pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar