telusur.co.id - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menanggapi paparan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit sebesar Rp309,2 triliun pada Oktober 2024.
“Meskipun defisitnya masih jauh dari pagu defisit APBN 2024, pemerintah harus menjaganya karena akan punya implikasi pada ekonomi dan stabilitas fiskal nantinya,” katanya, Jumat (15/11/24).
Sementara itu Kemenkeu mencatat realisasi pendapatan negara hingga akhir Oktober 2024 mencapai Rp2.247,5 triliun atau 80,2% dari target dalam pagu pendapatan negara 2024. Pajak hanya bertumbuh tipis saja sebesar 0,3%ika dibandingkan dengan periode yang sama.
Ketua DPP PKS Bidang Ekuin ini menyebut naiknya belanja negara sebesar 14,1% sementara pendapatan negara hanya tumbuh 0,3% akan semakin memperlebar defisit APBN.
“Pemerintahan Prabowo memiliki beban warisan berupa rendahnya rasio pajak, jika tidak dikelola secara cermat dan hati-hati akan semakin mempersempit ruang fiskal kita, apalagi ditengah perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global” ungkapnya.
Legislator PKS ini juga mengungkapkan bahwa tren rasio pajak Indonesia cenderung turun dan rendah.
“Tax ratio Indonesia pada kisaran 10 persen masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan negara Asia Pasifik yang mencapai 19,8%, serta negara OECD yang berada pada level 34%, bahkan tax ratio kita bisa dikatakan terendah di ASEAN,” katanya.
Legislator asal Jakarta ini mengingatkan penerimaan pajak yang mencapai target APBN hanya terjadi pada tahun 2021, 2022, dan 2023 dikarenakan harga komoditas sedang tinggi-tingginya.
“Pemerintah harus mengidentifikasi dan mencari sumber sumber pendapatan baru, selain tentunya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperkuat sistem anti penghindaran pajak,” pungkasnya. [Tp]