Anti Oligarki Dalam Teori - Telusur

Anti Oligarki Dalam Teori


Oleh: Suroto*

Sistem oligarki dengan berbagai varianya ditentang. Sistem kekuasaan negara yang dikendalikan oleh segelintir elit kaya, sekelompok keluarga kecil, atau elit militer ini dianggap berbahaya karena hanya pentingkan kepentingan diri  mereka sendiri. Kepentingan kelompok atau golongannya sendiri. 

Mereka dianggap sebagai ancaman bagi demokrasi, kepentingan rakyat banyak. Ditengarai karena sifat kekuasaan yang demikian ini menjadi berbahaya bagi kemaslahatan banyak orang karena berkecenderungan menjadi eksploitatif terhadap kemanusiaan dan lingkungan. 

Varian dari sistem oligarki ini bisa berbentuk plutokrasi. Kuasa di tangan plutokrat atau elit kaya, atau sistem feodalisme yang kekuasaan itu berada di tangan segelintir elit keturunan keluarga keraton atau agamawan dan atau sistem autokrasi, atau kuasa di tangan elit militer atau seorang fasis otoriter dan atau kawin mawin dari kelompok elit tersebut. 

Para pembela demokrasi dan kemanusiaan semua menentang sistem ini. Semua dianggap berbahaya karena kesetaraan manusia dilenyapkan. Rakyat banyak dihegemoni dan ditindas di bawah ancaman kekuasaan elit. Kekuasaan oligarki ini berbahaya karena kekuasaan birokrasi bisa melebihi peraturan. Melampaui kekuasaan hukum yang dibentuk. 

Praktek nyata dari kekuasaan oligarki ini sebetulnya tidak perlu kita cari cari dari praktek rezim sebelumnya atau kita lihat di negara lain. Ciri-cirinya dapat kita lihat dalam rezim yang berjalan di Indonesia saat ini. 

Kekuasaan elit itu terlihat secara gamblang dalam bentuk misalnya partai politik yang dikuasai oleh segelintir elit keluarga. Anggota Parlemen yang separuh lebih isinya adalah elit kaya. Pilkada berulang kali yang dimenangkan oleh istri, suami, anak, ataupun menantu dari mereka yang memerintah atau mantan penguasa sebelumnya. 

Bahaya dari sistem ini juga telah terlihat kasat mata. Banyak sekali regulasi maupun kebijakan yang dihasilkan ternyata hanya untungkan segelintir elit saja. Sebut misalnya, praktek pembuatan UU Ciptakerja yang inkonstitusional dan hanya akan untungkan kepentingan segelintir kapitalis konglomerat. 

Kemudian, pelanggaran hukum yang dilakukan korporasi secara terang terangan seperti kasus tambang di Kendeng, Jawa Tengah. Putusan hukum yang sudah final (inkracht) dimenangkan di pengadilan atas gugatan petani sedulur sikep di Kendeng, Urut Sewu Jawa Tengah itu nyatanya pemerintah tetap biarkan pabrik Semen itu beroperasi. 

Atau seperti misalnya kasus pelanggaran hukum terang terangan atas kasus pemberian izin tambang emas untuk separuh lebih luasan pulau kecil Sangihe, Sulawesi Utara, padahal peraturannya jelas dan terang pulau kecil itu tidak boleh ditambang. 

Beroperasinya mafia kartel import pangan yang secara kasat mata setiap hari eksploitasi hidup kita, kasus represi kekuasaan dalam bentuk penggusuran, kriminalisasi dan lain sebagaianya adalah bentuk nyata dari berjalannya kekuasaan Oligarki ini. 

Secara agregatif, kekuasaan oligarki ini juga dapat kita lihat dari akibat yang dihasikanya. Pandemi yang harusnya lahirkan solidaritas antar warga itu ternyata justru gambarkan kondisi yang sebaliknya. Rekening tabungan elit penguasa dan elit kaya itu justru meningkat jauh dari sebelumnya. Sementara rakyat banyak dalam situasi mengenaskan harus menanggung beban hidup sehari hari yang sulit dipenuhi. 

Kesenjangan ekonomi yang terjadi juga gambarkan kondisi ini. Angka  kesenjangan ekonomi kita jika diperbandigkan dengan rata rata dunia juga sangat jauh sekali jaraknya. Orang dewasa Indonesia 83 persennya hanya punya kekayaan di bawah 150 juta. Padahal rata rata dunia hanya 58 persen. 

Mereka elit kaya dan superkaya yang kekayaanya di atas 1,5 milyard ternyata hanya 1,1 persen dari jumlah orang dewasa kita. Rata rata dunia adalah 10,6 persennya (Suissie Credit, 2021). Dilaporkan oleh Oxfarm (2021) bahwa hanya empat anggota keluarga kekayaanya itu sama dengan kekayaan 100 juta rakyat Indonesia dari yang termiskin. 

Lucunya di negeri ini, para elit oligarki itu sendiri berteriak lantang demokrasi dan anti oligarki.  Orang-orang itu mengatakan anti oligarki, tapi hanya dalam teoro, tidak dalam modus operandi. [***]


*) Ketua AKSES INDONESIA


Tinggalkan Komentar