telusur.co.id - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Firman Soebagyo mengatakan pertemuan anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) Kamis malam belum bisa memutuskan secara resmi figur capres yang akan didukung di Pilpres 2024. KIB harus berhati-hati dalam memilih capres.
"Belum adanya capres dari KIB sebagai bentuk komitmen dan keseriusan KIB bahwa untuk mencalonkan capres - cawapres harus hati-hati, karena harus benar-benar orang yang tepat untuk memimpin bangsa dan negara ini 5 tahun kedepan," ungkap Firman Soebagyo menjawab pertanyaan wartawan, Jumat 28 April, di gedung DPR, Jakarta.
Sebelumnya, Ketua umum partai yang tergabung dalam KIB yakni Golkar, PAN, dan PPP bertemu di kediaman Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto pada Kamis malam (27/4/2023). Pertemuan itu untuk membahas capres dan cawapres.
Menurut Firman, untuk calon presiden-cawapres tidak sekedar ditentukan faktor popularitas tetapi juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan faktor lain seperti rekam jejak capres dan cawapres dan itu jauh lebih penting disamping kapasitas, kapabilitas dan itegritas calon tersebut.
Kenapa ini menjadi penting, Firman berpandangan, bahwa kalau popularitas seseorang itu bisa dibentuk dan bisa dibangun melalui lembaga-lembaga survei dan konsultan politik dan itu tidak berbanding lurus dengan track record capres dan cawapres dalam keberhasilan melaksanakan tugas yang diembannya selama ini.
"Oleh karena itu, menentukan capres cawapres harus lebih mengedepankan rekam jejak daripada popularitas seseorang," katanya.
Anggota DPR dari Dapil Jateng 3 ini bilang kedepan tantangan presiden dan wapres terpilih akan semakin berat dalam menghadapi tantangan gejolak ekonomi global yang semakin sulit. Oleh karena itu, keberhasilan capres cawapres harus lebih terukur.
"Bagaimana kalau orang yang gagal memimpin daerah atau wilayahnya kemudian akan diberikan kepercayaan yang lebih besar memimpin Indonesia yang lebih kompliketet ini," ucapnya dengan nada balik bertanya.
Jadi, sikap kehati-hatian KIB belum menentukan capres pada saat ini menunjukan sikap kehati-hatian dalam bersikap dan bertindak karena keputusan yang akan diambil akan dipertanggung jawabkan kepada rakyat Indonesia yang akan memilihnya dan ketika rakyat memilih yang salah, maka akan mengalami kerugian besar karena akan kehilangan waktu 5 tahun kedepan.
"Rakyat harus diberi pembelajaran, harus bisa berpikir realistis dan rasional serta jangan emosional karena hanya melihat survei yang kadang-kadang semu dan belum tentu benar," ujar dia.
Lebih jauh Firman mengatakan menyajikan pemimpin yang berkualitas menjadi salah satu tugas partai politik. Tak hanya itu, partai juga memberikan pendidikan dan kesadaran politik kepada rakyat untuk memilih yang tepat, karena partai politik adalah yang mempunyai mandat untuk mencalonkan capres dan cawapresnya.
Komitmen kebangsaan tetap harus dibangun di tengah proses demokrasi di Indonesia yang sudah berjalan dengan baik ini.
Dan sudah waktunya membangun kesadaran politik baik partai politik dan rakyat bahwa presiden setelah terpilih adalah milik rakyat Indonesia bukan menjadi eklusive milik partai yang mencalonkan saja, tetapi kesadaran ini harus juga dipahami dan dimiliki oleh capres cawapres yang akan datang.
"Jadi, publik tidak usah cemas terhadap keputusan KIB yang belum memutuskan calonnya," tandasnya.