telusur.co.id - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan, pihaknya sudah melakukan  penyegelan terhadap 52 perusahaan, dan 5 perusahaan, satu perorangan juga telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sepanjang 2019.

"Karhutla mengancam secara serius lingkungan hidup. Siapa yang mengelola lahan tersebut dia yang harus bertanggungjawab" kata Rasio dalam diskusi bertajuk "Tanggap Bencana Karhutla" di gedung Kominfo, Kawasan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/9/19).

Rasio melanjutkan, pihaknya juga telah mengirimkan 288 surat peringatan kepada perusahaan yang berkaitan dengan Karhutla. 

Terkait penetapan tersangka, kata dia, itu dilakukan terhadap pelaku pembakaran di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pelaku di Kalbar yang merupakan perorangan berinisial UB di Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya dengan luas lahan terbakar 274 hektare; dan PT SKM di Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang dengan luas lahan terbakar 800 hektare.

Kemudian, PT ABP di Kecamatan Sungai Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang dengan luas lahan terbakar 80 hektare; PT AER di Kecamatan Benua Kayong, Kecamatan Matan Hilir Selatan, dan Kecamatan Sungai Melayu Rayak di Kabupaten Ketapang dengan luas lahan terbakar 100 hektare.

Sedangkan, di Kalteng, perusahaan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah PT KS di Kabupaten Kota Waringin Barat dengan luas lahan terbakar 709 hektare dan PT IFP di Kabupaten Kapuas dengan luas lahan terbakar 5 hektare. Luas lahan terbakar masih bisa bertambah, sebab baru di awal penyidikan.

Menurut dia, penegakan hukum terkait Karhutla ini penting dilakukan untuk membangun budaya kepatuhan di masyarakat agar tidak melakukan pembakaran.

"Selain itu juga untuk menimbulkan efek jera, baik kepada perorangan maupun perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga kepada yang lainnya," pungkasnya.[Ham]