telusur.co.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sejumlah pihak berwenang berhasil mengungkap agen pabrik obat bahan alam (OBA) ilegal di Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, yang memproduksi jamu mengandung bahan kimia obat (BKO).
Kepala BPOM Taruna Ikrar menjelaskan, pabrik tersebut memproduksi Jamu Dwipa Cap Tawon Klanceng Pegal Linu dan Pegal Linu Asam Urat Cap Jago Joyokusumo. Dari hasil pengujian, produk jamu tersebut positif mengandung bahan kimia obat (BKO), yaitu deksametason, parasetamol, dan piroksikam.
Dia menambahkan, proses penyidikan juga telah menetapkan tersangka berinisial RS (31 tahun) yang saat ini belum ditemukan. Dia menyebutkan, tersangka diketahui tidak berada di lokasi saat penindakan karena tengah mendistribusikan produk Tawon Klanceng di luar kota.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap beberapa saksi, diperoleh informasi bahwa tersangka telah melakukan produksi selama 9 bulan dengan kapasitas produksi 2.400—4.800 botol per bulan. Dari hasil pemeriksaan diketahui nilai keekonomian hasil produksi yang telah dilakukan mencapai Rp2,4 miliar," kata Taruna dalam keterangannya, Jumat (18/10 24).
Taruna menyebutkan, petugas menemukan BKO tersebut di TKP bersama dengan barang bukti lainnya, antara lain produk obat bahan alam tanpa izin edar (TIE), bahan baku pembuatan produk, alat produksi, botol kemasan, label, dan kardus.
"Terhadap barang bukti yang ditemukan telah dilakukan pendataan dan diamankan ke Gudang Barang Bukti Balai Besar POM di Pekanbaru," kata Taruna.
Menanggapi temuan yang berisiko membahayakan kesehatan masyarakat ini, Kepala BPOM tegaskan akan menegakkan hukum dan sanksi bagi pelaku usaha atau siapapun yang terlibat atau telah sengaja melakukan pelanggaran ini.
“OBA ilegal dan mengandung BKO ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Deksametason, parasetamol, dan piroksikam ini jika tidak dikonsumsi secara tepat berisiko menimbulkan efek samping berupa gangguan pertumbuhan, osteoporosis, gangguan hormon, hepatitis, hingga gagal ginjal dan kerusakan hati,” ucapnya.
Adapun mereka masih melakukan investigasi dan penyidikan lebih lanjut mengenai penemuan tersebut, katanya. Taruna menyebutkan, pelaku pelanggaran dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar sesuai Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Lebih lanjut, Kepala BPOM menekankan kembali akan pentingnya ketaatan pelaku usaha OBA terhadap regulasi yang berlaku. Menurutnya, pelaku usaha merupakan lapisan pertama yang bertanggung jawab atas keamanan serta kualitas produk yang diproduksi hingga beredar di masyarakat.
Di sisi lain, masyarakat juga terus diimbau untuk memperkaya literasi diri dengan informasi yang tepat seputar obat dan makanan, termasuk OBA, yang aman. Dia menilai, masyarakat yang melek informasi menjadi salah satu kunci untuk memutus mata rantai produksi OBA ilegal dan mengandung BKO ini.[Fhr]