Buruh: Angka Kemiskinan 2025 Turun Versi BPS, Sesat Metodologi - Telusur

Buruh: Angka Kemiskinan 2025 Turun Versi BPS, Sesat Metodologi


telusur.co.id - Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh (KSP-PB) yang beranggotakan empat konfederasi serikat pekerja, 63 federasi serikat pekerja tingkat nasional, 9 organisasi kerakyatan, dan Partai Buruh di 38 provinsi, mengkritisi dan menolak data angka kemiskinan 2025 di Indonesia.

Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, pengukuran data dan metodologi angka kemiskinan 2025 yang disajikan BPS sudah usang, tidak sesuai perkembangan zaman, dan bertentangan dengan metodologi perhitungan angka kemiskinan oleh lembaga internasional. 

"Dengan demikian, pernyataan BPS yang menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia pada Juni 2025 menurun dibandingkan tahun sebelumnya adalah bias, tidak mencerminkan kenyataan di lapangan, dan lebih banyak bersifat politis," kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/7/2025). 

Iqbal menjelaskan, berdasarkan analisa data kemiskinan yang dilakukan Litbang KSP-PB, perhitungan angka kemiskinan oleh BPS tidak menggunakan metodologi angka kemiskinan yang diterapkan oleh lembaga internasional. 

BPS masih menyajikan metodologi dengan kondisi negara Indonesia berada di kelompok negara berpenghasilan rendah (low-income country). Saat ini Indonesia oleh lembaga internasional sudah ditempatkan sebagai negara berpenghasilan menengah level atas (upper-middle-income country).

"BPS masih menggunakan batas orang miskin yang berpenghasilan sekitar USD 2,5 PPP (purchasing power parity) per hari, sehingga didapatkan jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 8,57% atau sekitar 24 jutaan orang," ucapnya. 

Padahal, jika menggunakan metodologi internasional bahwa orang miskin ekstrem mendapatkan penghasilan USD 3 PPP, dan untuk Indonesia yang masuk kategori upper-middle-income country, bila menggunakan titik tengah penghasilan orang miskin sebesar USD 5 PPP per hari (sekitar Rp756.000 per bulan), maka angka kemiskinannya berjumlah sekitar 68 juta orang. 

Bahkan, Bank Dunia melansir jumlah orang miskin di Indonesia dengan pendapatan sekitar USD 6,5 PPP per hari (sekitar Rp1,2 juta per bulan), maka jumlah orang miskin di Indonesia adalah 68% atau sekitar 190 juta orang.

"Data BPS yang bias ini menunjukkan orang kaya di Indonesia makin kaya, dan orang miskin makin miskin. Terutama di kelompok buruh yang dikelompokkan mendekati miskin (near poor) akan jatuh menjadi orang miskin ketika terjadi PHK dan tidak mendapat bantuan sosial dari pemerintah," tegasnya. 

KSPI-PB berpendapat data BPS keliru dan mengandung unsur politik serta tidak menjelaskan kondisi buruh yang sebenarnya.

Iqbal melanjutkan, Litbang KSP-PB juga telah mencatat sekitar 70 ribu buruh telah di-PHK dalam kurun waktu Januari–April 2025. "Ini berarti dengan jumlah PHK yang meningkat, akan meningkat pula angka kemiskinan, tetapi anehnya BPS melansir angka kemiskinan menurun," tuturnya. 

Bahkan, data BPS sendiri di bulan Juni 2025 melansir angka PHK meningkat 32% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Seharusnya angka kemiskinan pun meningkat di tahun 2025 dibandingkan tahun 2024. Data angka kemiskinan BPS ini ditolak oleh kalangan buruh dan Partai Buruh.

Dia mengemukakan, Litbang KSP-PB mencatat telah terjadi PHK di PT MKM di Tegal sebanyak 600-an orang. Dan di beberapa perusahaan tekstil garmen di Jawa kembali akan melakukan PHK besar-besaran termasuk akibat dampak tarif Trump.

Bahkan, ratusan pegawai toko di mal-mal besar sudah di-PHK karena daya beli masyarakat yang menurun, yang dikenal dengan istilah "Rojali" dan "Rohana". Sementara itu, data yang dilansir Apindo menyebutkan bahwa 50% responden perusahaan yang diteliti mereka sudah dan sedang melakukan PHK.

Oleh karena itu, melihat gejala angka kemiskinan yang makin meningkat dan PHK yang masih bergelombang, maka Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB) merencanakan menggelar aksi besar-besaran serempak di 38 provinsi, antara lain di Bandung, Serang, Surabaya, Semarang, Jogja, Denpasar, Gorontalo, Banjarmasin, Medan, Bandar Lampung, dan lain-lain.

Enam agenda yang disuarakan dalam aksi 75 ribu buruh KSP-PB di antara tanggal 15–25 Agustus, yaitu menolak transfer data pribadi masyarakat Indonesia ke Amerika Serikat, bentuk Satgas PHK mengantisipasi gelombang PHK akibat tarif Trump, hapus outsourcing

Kemudian, sahkan RUU Ketenagakerjaan yang baru sesuai Putusan MK Nomor 168/2024, sahkan RUU Pemilu tentang pemisahan Pemilu di tingkat nasional dengan Pemilu di tingkat daerah sesuai Putusan MK 135/2025

"Berlakukan pajak yang berkeadilan bagi buruh, yaitu PTKP dinaikkan menjadi Rp7,5 juta per bulan, tidak ada diskriminasi pajak terhadap PPh 21 bagi buruh perempuan yang berkeluarga, serta tolak pajak untuk uang pesangon dan/atau JHT dan/atau THR dan/atau dana pensiun yang memberatkan buruh," tukasnya. [Nug] 


Tinggalkan Komentar