Telusur.co.id -Penulis: Amanda Felisha Zerlinda, Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia (UI).
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan untuk barang khusus dan tertentu yang memiliki potensi besar mempengaruhi masyarakat dan lingkungan, seperti rokok, minuman beralkohol, hingga barang yang berdampak buruk bagi kesehatan atau lingkungan.
Berbeda dari pajak lainnya cukai mempunyai misi khusus, bukan hanya untuk mengisi pundi-pundi kas negara. Pengenaan cukai ditunjukkan untuk mengendalikan konsumsi atas barang-barang tertentu.
Dalam konteks minuman berpemanis, cukai diberlakukan pada produk minuman yang mengandung tambahan gula, baik dalam bentuk botol, kaleng, maupun kemasan lainnya. Produk minuman ini meliputi berbagai jenis, seperti minuman ringan berpemanis (soft drinks), teh dalam kemasan, jus dengan gula tambahan, hingga minuman berenergi.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 194 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa untuk mengendalikan konsumsi gula, selain membatasi kadar maksimalnya, produk tersebut juga dapat dikenakan cukai.
Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) yang rencananya akan diterapkan pada tahun 2025. Rencana pemerintah itu termuat dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa banyak minuman kemasan, khususnya yang manis dan bersoda, memiliki kandungan gula yang sangat tinggi. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebih dapat memicu berbagai masalah kesehatan serius, seperti obesitas, diabetes tipe 2, hingga gangguan pada jantung. Hal ini menjadi pengingat penting akan dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari kebiasaan mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018 didapatkan bahwa tingkat konsumsi minuman manis di Indonesia sangat tinggi yaitu sebesar 91,49%. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan konsumsi gula 10% dari total asupan energi per hari. Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari. Konsumsi gula harian yang berlebih terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes tipe 2, hipertensi, hingga obesitas.
Menurut data International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan signifikan dalam satu dekade terakhir. Angka ini diperkirakan akan mencapai 28,6 juta pada tahun 2045, meningkat sebesar 47% dibandingkan jumlah penderita pada tahun 2021 yang tercatat sebanyak 19,47 juta.
Dikarenakan angka penderita diabetes yang kian meningkat lumayan pesat di Indonesia dan juga diiringi dengan tingkat konsumsi minuman manis yang sangat tinggi, kondisi dinilai cukup mengkhawatirkan dan perlu adanya pengendalian. Penerapan cukai pada minuman berpemanis bertujuan untuk mengurangi konsumsi produk yang cenderung tinggi gula namun minim nilai gizi, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan, seperti meningkatkan risiko obesitas dan diabetes.
Selain itu, pemerintah juga menegaskan bahwa pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula berlebih di masyarakat. Langkah ini juga mendorong industri untuk menciptakan inovasi dengan mereformulasi produk MBDK menjadi lebih rendah gula, demi mendukung pola hidup yang lebih sehat.
Selain untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, penerapan cukai juga diharapkan mampu menambah penerimaan negara. Hal ini penting mengingat APBN 2024 mencatat adanya peningkatan anggaran kesehatan sebesar 8,7% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai Rp187,5 triliun.
Untuk memenuhi kebutuhan anggaran tersebut, diperlukan instrumen tambahan, salah satunya melalui pengenaan cukai. Pendapatan dari cukai minuman berpemanis dapat dimanfaatkan untuk mendukung program kesehatan publik dan mengatasi dampak negatif akibat konsumsi gula berlebihan.
Saat ini pemerintah tengah menyiapkan skema untuk memastikan tujuan penerapan cukai ini tercapai. Sejumlah pihak juga sudah mengusulkan besar tarif untuk cukai minuman berpemanis. Skema dan tarif tersebut bertujuan untuk membatasi konsumsi minuman berpemanis di masyarakat dengan memberikan efek kenaikan harga produk di pasaran, Meskipun belum sepenuhnya resmi mulai diimplementasikan, tarif dan skema cukai minuman berpemanis diharapkan dapat membuat masyarakat mengurangi pembelian minuman berpemanis dan konsumsi gula berlebih.
Terdapat kekhawatiran bahwa implementasi pengenaan Cukai MBDK dapat berdampak pada kenaikan biaya produksi dan akhirnya berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Namun, pemerintah menilai penerapan cukai MBDK memiliki risiko terhadap inflasi dan daya beli masyarakat dinilai amat kecil. Sebaliknya, pemerintah menilai manfaat penerapan cukai ini akan lebih banyak.
Kebijakan cukai minuman berpemanis didukung oleh para ahli kesehatan yang menilai kebijakan ini dianggap sebagai langkah yang penting dalam mengurangi konsumsi gula berlebihan pada masyarakat Indonesia. Sejumlah pakar gizi menyarankan untuk lebih memilih minuman alami seperti air mineral, teh herbal, atau jus buah segar sebagai alternatif yang lebih sehat dan bergizi.
Meskipun terdapat pro dan kontra dalam penerapan cukai minuman berpemanis tersebut, kebijakan cukai minuman berpemanis dinilai dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Dengan edukasi pada konsumen dan adaptasi maupun inovasi dari perusahaan kebijakan diharapkan dapat berjalan efektif dan memberi manfaat bagi seluruh pihak.