telusur.co.id - Fraksi Partai Demokrat DPR RI menggelar Seminar Nasional bertajuk “Revisi UU Perlindungan Konsumen: Ekonomi Tumbuh, Usaha Maju, Konsumen Terlindungi” di Gedung DPR RI hari ini. Acara ini menekankan urgensi revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) untuk menjawab tantangan ekonomi digital, seperti penipuan online, eksploitasi data pribadi, dan praktik bisnis tidak adil.
Seminar dihadiri regulator, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat sipil, termasuk Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI, Moga Simatupang, serta Komisioner BPKN Akmal Budi Yulianto.
Seminar dibuka oleh Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Dr. H. Edhie Baskoro Yudhoyono, M.Sc, revisi UUPK harus menjamin ekosistem bisnis berkeadilan.
“Negara wajib hadir melindungi konsumen dari praktik merugikan di era digital. Regulasi harus diperkuat untuk memastikan kepastian hukum dan keamanan transaksi,” tegas Ibas, sapaan akrabnya.
Tingginya Kerugian Konsumen dan Lemahnya Regulasi Digital
Data BPKN mencatat, total kerugian konsumen pada 2024 mencapai Rp443,86 miliar, dengan kasus tertinggi di sektor jasa keuangan, e-commerce, dan perumahan. Sementara itu, penipuan digital telah merugikan masyarakat Rp2,5 triliun sejak 2022, menurut catatan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).
Moga Simatupang menyatakan UUPK saat ini belum mengatur transaksi digital, termasuk perlindungan data dan sengketa lintas negara. “Regulasi harus adaptif, terutama terkait kewajiban platform digital dalam melindungi konsumen,” ujarnya.
BPKN mengusulkan penguatan kewenangan institusi perlindungan konsumen, seperti hak memanggil pelaku usaha bermasalah dan penerapan sistem Online Dispute Resolution (ODR) untuk percepatan penyelesaian pengaduan. Akademisi UI Henny Marlyna menambahkan, revisi UU harus mempertegas sanksi hukum dan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan revisi UUPK harus memberikan solusi konkret, termasuk penguatan BPKN dengan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif.
“Edukasi literasi konsumen juga penting agar masyarakat tak hanya dilindungi, tapi juga melek hak-haknya,” ujarnya dalam sesi penutupan.
Seminar ini menjadi langkah awal Fraksi Demokrat mendorong revisi UUPK yang diharapkan rampung pada 2026. Revisi akan fokus pada perlindungan data pribadi, penegakan sanksi, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih cepat.
Dengan regulasi yang lebih adaptif, diharapkan perlindungan konsumen dan iklim usaha dapat berjalan beriringan di tengah pesatnya transformasi digital.[]