telusur.co.id - Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum., menyampaikan poin penting dalam orasinilmiah dalam oengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas Sahid.
Menurut Laksanto, yang perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan dan eksistensi tanah ulayat pada masyarakat adat. Salah satunya, memilih calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) dan anggota parlemen atau DPR/DPRD/DPD 2024 yang berkomitmen pada lingkungan, menjunjung tinggi martabat masyarakat adat Indonesia, dan siap segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA).
Laksanto menyampaikan pandangan yang merupakan poin ketujuh dalam orasi ilmiahnya berjudul “Konsepsi Perlindungan Hukum terhadap Tanah pada Masyarakat Hukum Adat” dalam acara sidang terbuka pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sahid (Usahid) di Usahid, Jakarta, Sabtu (16/12).
Laksanto mengatakan, poin ini sangat penting untuk menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang mempunyai komiten terhadap masyarakat adat, termasuk tanah ulayatnya, yang selama ini dianaktirikan dengan berbagai regulasi yang merugikan mereka.
Poin yang dikata Laksanto, perlu kesamaan pandangan dari semua pemangku kepentingan atau stokeholder terkait tanah ulayat untuk menentukan subjek, objek, dan hubungan hukum yang mendasari adanya hak atas tanah ulayat tersebut.
Selanjutnya, sinkronisasi peraturan perundang-undangan tentang tanah ulayat. Menurutnya, banyak perundang-undangan, peraturan derah (Perda), dan keputusan menteri tentang tanah ulayat yang masih bersifat sektoral.
“Artinya, diterbitkan berdasarkan kepentingan instansi masing-masing. Selain itu, regulasi yang dikelurkan otoritas pertanahan menunjukkan adanya ketidaktaatan asas,” ujar dia.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) ini, mengungkapkan, tanah komunal yang mengandung hak yang berkarakter perdata disamakan dengan tanah ulayat yang mengandung hak yang berkarakter publik dan perdata sehingga didaftarkan dan diberikan hak milik.
Laks menjelaskan, keabsahan subjek tanah ulayat berikut objeknya ditempuh dengan peraturan daerah (Perda) yang bersifat deklaratif, bukan keputusan gubernur atau bupati atau wali kota yang bersifat konstitutif.
"Dalam hal tanah ulayat akan dimanfaatkan oleh pihak lain dapat dilakukan melalui mekanisme 'sewa', bukan pelepasan hak atas tanah di atas tanah atau hak ulayat,” ujarnya.
Poin selanjutnya, perlu adanya regulasi dalam peraturan perundang-undangan tentang pertanahan dengan memberikan perlindungan hukum kepada tanah milik masyarakat adat.
Terkait ini, Laksanto memberikan rekomendasi, yakni agar menambah poin perlindungan hukum bagi tanah adat dan tanah yang dikelola secara turun temurun dalam UU Pokok Agraria dengan memasukkan beberapa poin.
Negara mengakui dan melindungi tanah milik warga negara yang dikelola secara turun temurun dan setiap pergantian kepemilikan tanah tersebut harus mendapatkan persetujuan negara dan si pengelola.
Juga, pembentukan RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat serta RUU Pertanahan yang sedang berlangsung semoga dapat dijadikan momentum untuk mengatur upaya penyelesaian masalah tanah ulayat,” katanya.
Sementara itu di tempat yang sama Rektor Usahid, Dr. Dra. Marlinda Irwanti Poernomo, S.E., M.Si dan Ketua Pembina Yayasan Kesejahteraan, Pendidikan, dan Sosial Sahid Jaya, Dr. (HC) Dra. Hj. Wiryanti Sukamdani, CHA, atas nama seluruh keluarga besar Usahid menyampaikan selamat kepada dua guru besar baru Usahid tersebut.
Mereka mengharapkan Prof. Nafiah Ariyani dan Prof. Laksanto Utomo dapat meningkatkan kontribusi sesuai bidang keilmuannya masing-masing untuk pengembangan keilmuan dan kemajuan Usahid serta masyarakat.
“Mudah-mudahan tujuan Usaid bisa diwujudkan oleh kita semua,” kata Marlinda Irwanti. Gelar profesor ini bukan akhir karier sebagai dosen, tapi sebagai spirit untuk lebih produktif lagi,” kata Wiryanti Sukamdani.(fie)