telusur.co.id - Acara diskusi yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu pagi, dibubarkan paksa oleh sekelompok orang tak dikenal yang merangsek masuk ke dalam acara. Sekelompok orang itu secara bar-bar merusak properti, seperti banner, mematahkan tiang mic, di mimbar diskusi.
Acara ini dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di mancanegara dengan sejumlah tokoh/aktivis tentang masalah kebangsaan dan kenegaraan. Hadir sebagai narasumber Mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, eks Danjen Kopassus Soenarko, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Said Didu, Marwan Batubara, Rizal Fadhilah, selain Tata Kesantra dan Ida N Kusdianti yang merupakan Ketua dan Sekjen Forum Tanah Air.
Acara akhirnya diubah menjadi konferensi pers. Para pembicara mengecam tindakan brutal kelompok massa dan menyayangkan aparat keamanan tidak menjaga keamanan dan melindungi para tokoh/warga masyarakat yang berkumpul di ruangan hotel.
"Hari ini saya pikir kita berduka. Sepanjang hidup saja baru dua kali menyaksikan preman menyerbu orang berbicara. Yang pertama saya di Barcelona karena protes tentang tambang batu bara. Sekarang di negaraku, sedang terjadi," kata Said Didu dikutip dari YouTube Refly Harun, Sabtu (28/9/24).
"Kami seluruh warga Indonesia memesan kepada penguasa, warga negaramu sudah terancam di negerinya. Negara sudah tidak hadir melindungi rakyat," sambungnya.
Said Didu menyebut, di pusat negara, ternyata polisi sudah tidak ada yang melindungi rakyatnya. Ia menuding ada pihak yang sengaja mengirimkan massa untuk membubarkan diskusi ini.
"Saya sangat menduga bahwa yang mengirim ke sini adalah memang pihak-pihak yang ingin tidak ada perubahan di negeri ini, yang ingin ada gaya kepemimpinan Jokowi berlanjut, yang ingin agar pembagian tanah-tanah rakyat oleh para oligarki yang dilakukan Jokowi berlanjut sehingga mereka mengirim orang agar pembicaraan seperti ini mengambil hak-hak rakyat itu dihentikan," tegasnya.
Sementara Din Syamsuddin menganggap aksi yang dilakukan oleh massa sudah masuk dalam ranah kriminal. Ini juga kejahatan demokrasi.
"Bagi saya ini adalah penjelemaan dari perilaku yang memang cenderung berbuat kejahatan dan apa yang terjadi tadi adalah kejahatan demokrasi. Ketika masuk dan merusak ini adalah anarkisme yang tidak hanya memalukan tetapi mengganggu dan merusak kehidupan kebangsaan," tegas Din.
Din mengaku prihatin dengan sikap kepolisian yang seakan membiarkan aksi massa yang ingin membubarkan acara diskusi.
"Dan polisi mohon maaf, saya terus terang tidak berfungsi sebagai pelindung dan pengayom rakyat sebagaimana yang menjadi slogan. Ternyata diam saja, saya protes keras protes yang berdiri bahkan membiarkan aksi anarkisme," ucap Din.
"Kalau polisi di depan sana membiarkan tidak ada apa-apa terhadap kegiatan yang sah berdasarkan konstitusi UUD, maka polisi memecah belah rakyat, polisi membiarkan kejahatan, terjadi di mana-mana," kata Din.
Sedangkan Refly Harun mengatakan, aksi yang dilakukan massa ini adalah kampungan dan primitif. Awalnya, para massa hanya menggelar aksi demo di depan hotel namun tiba-tiba merangsek masuk ke dalam lokasi diskusi.
"Tadi kampungan. Kejadian yang primitif. Sebenarnya kan mudah, kalau mereka mau demonstrasi, ya demo saja di sana. Menggunakan hak menyatakan pendapat," kata Refly.
Refly menegaskan, apa yang dilakukan massa murni kriminal. Ia memastikan akan melapor polisi terkait insiden ini.
"Tetapi ketika sudah masuk ke sini, merusak, itu namanya kriminal. Itu bukan delik aduan, dan mereka melakukan itu di depan polisi. Jadi kalau polisi tidak bertindak, aneh bin ajaib. Menurut saya kita perlu, nanti datang ramai-ramai ke kantor polisi untuk menyampaikan hal itu kalau mereka tidak melakukan tindakan apa-apa," kata Refly.
"Karena itu kawan-kawan semua, saya berharap kita tetap menjalankan diskusi kita dengan baik dengan damai. Sampaikan pikiran secara baik, secara lugas, secara tegas sesuai dengan hak-hak konstitusional kita, freedom of speech and freedom of association," kata Refly.[Fhr]