Dissenting Opinion MKMK, Anwar Usman Harusnya Dipecat dari Hakim Konstitusi - Telusur

Dissenting Opinion MKMK, Anwar Usman Harusnya Dipecat dari Hakim Konstitusi


telusur.co.id - Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan Saragih menyatakan beda pendapat atau dissenting opinion terkait putusan pelanggaran berat kode etik hakim konstitusi terhadap Ketua MK Anwar Usman. 

Menurut dia, seharusnya Anwar Usman tak hanya dicopot dari jabatan ketua MK, tetapi juga dipecat secara tidak hormat.

"Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terlapor sebagai hakim konstitusi, in casu Anwar Usman, karena hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,” kata Bintan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/23).

Sebagai figur berlatar belakang akademisi, Bintan pun menegaskan soal sanksi pemecatan tidak dengan hormat yang sepatutnya dijatuhkan kepada Anwar Usman.

“Itulah sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi a quo, saya memberi putusan sesuai aturan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran kode etik yang terjadi dan terbukti, yaitu sanksi bagi hakim terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi,” tuturnya.

“Saya gembira, bahwa dalam membuat putusan ini, kami bertiga bersikap saling memahami dan dalam suasana batin penuh senyum yang diakhiri dengan salaman bersama,” sambung Bintan.

Diketahui, MKMK memberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman.  

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menuturkan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik hakim menyangkut putusan MK mengenai syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada Hakim Terlapor, Anwar Usman,” kata Jimly di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/23).

Jimly menilai bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode Etik dan selaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakkan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan serta Kesopanan.

“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” tuturnya.

Sebagai informasi, terdapat 21 laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK pasca putusan MK perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan tersebut memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada. Namun,  putusan itu menuai kontroversi publik lantaran dianggap membuka jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Anwar Usman sendiri berstatus paman dari Gibran Rakabuming Raka. Karena, Anwar telah menikahi adik Presiden Jokowi, Idayati.[Fhr]


Tinggalkan Komentar