Oleh: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
MACAM-macam orang menilai sukses atau gagalnya kepala daerah. Ada yang beranggapan kepala daerah sukses kalau gaul. Banyak senyum, rajin nyapa dan berpakaian ala warga. Apalagi kalau suka bersepeda, ini dianggap bentuk hidup yang bersahaja.
Yang lain melihat dari infrastruktur. Jembatan layang dianggap sebagai ukuran kesuksesan. Apalagi kalau tidak menggunakan anggaran negara, itu tandanya hebat. Pintar cari duit dan bagus kerjasamanya dengan pihak swasta.
Jika umumnya tingkat sukses kepala daerah dilihat dari satu-dua hal, beda dengan Anies Baswedan. Ada 23 janji yang akan jadi ukuran. Diluar 23 janji juga akan jadi sorotan. Rakyat punya begitu banyak obyek untuk menilai Anies. Angka dan jumlahnya jelas, dan ini terukur. Rakyat diberikan bahan untuk menilai. Dan mungkin hanya Anies, satu-satunya kepala daerah yang bisa diceklis daftar janjinya oleh rakyat.
Salah satu janji itu adalah DP 0%. Setelah Dirut PT. Sarana Jaya, BUMD yang mengerjakan rumah DP 0%, ditahan KPK, kesan yang muncul seolah program DP 0% gagal.
Lawan politik membidik obyek ini, dan mencoba mempengaruhi mindset publik. Hal biasa dalam pertarungan politik, apalagi Anies telah dianggap paling berpeluang untuk menjadi presiden 2024.
Dalam hal ini, perlu sedikit menggunakan logika. Supaya rasionalitas tetap lurus dan terjaga. Begini, apakah kalau presiden diturunkan, seperti kasus Soekarno, Soeharto dan Gus Dur, program negara juga dianggap gagal? Ketika ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ditetapkan jadi tersangka, apakah MK gagal menjalankan tugasnya? Menteri di-OTT, apakah semua program kementerian otomatis gagal?
Perlu diluruskan. Pertama, ini soal logika berpikir. Kasus personal, beda dengan kasus institusional. Di institusi, yang berlaku sistem. Kalau ada yang maling, itu oknum. Ini sangat personal. Institusi tetap jalan dengan semua programnya, dan tidak bisa dianggap gagal karena ulah oknumnya.
Di partai, ada saja yang ketangkap KPK. Partainya tetap jalan dengan semua program politiknya. Oknumnya yang diminta bertanggung jawab secara personal. Soal ada tidaknya aliran dana ke partai? Sejauh ini tidak pernah diusut. Tidak pernah atau tidak berani?
Kedua, lihat datanya. Gagal atau tidaknya sebuah program, harus diukur dari data. Jangan lihat medsos. Bisa kacau. Di medsos, orang ngigau saja viral. Apalagi ngigaunya sambil bernyanyi. Viral banget!
Data, itu hakim yang adil. Dia gak bisa bohong. Setiap orang bisa lihat, melakukan verifikasi, lalu membuat kesimpulan terukur sebagai penilaian akhir.
Gak perlu selalu dengerin omongan orang di medsos, karena kadang banyak ngacaunya. Terutama jika yang bicara orang yang lagi belajar politik. Saking semangatnya, kadang gak paham apa yang diomongin. Perlu filter dengan sedikit kecermatan dan kecerdasan.
DP 0% itu satu dari 23 janji gubernur DKI. Bahkan termasuk janji yang banyak disorot. Ini memang perlu terus dikawal agar janji itu ada kepastian untuk ditunaikan oleh gubernur. Karena ini janji politik. Mesti juga harus berlaku untuk janji-janji politik kepala daerah yang lain. Tagih!
Data yang diungkapkan oleh kepala Dinas Perumahan bahwa yang telah terbangun berkaitan dengan DP 0% diantaranya adalah Nuansa Pondok Kelapa: ada 780 unit. Perumnas/Bandar Kemayoran ada 38 unit. Sentraland Cengkareng 124 unit,
Tahun 2022 targetnya rampung 400 unit di Tower Swasana Pondok Kelapa, 860 di Nuansa Cilangkap, 540 Pasar di Senen Blok VI, dan 35 Mahata di Lenteng Agung.
Berapa jumlahnya? Silahkan belajar menghitung.
Dari data ini, dan juga target 2022, seolah mempertegas bahwa program DP 0% sama sekali tidak terpengaruh dengan "kasus personal" Dirut PT Sarana Jaya yang menjabat sejak era Ahok. Bahkan saat dipanggil KPK sebagai saksi, Anies bilang: dalam konferensi persnya bahwa keterangan yang disampaikan dapat memjadi bahan yang membantu masalah korupsi tersebut semakin terang benderang. Gak boleh ada dusta!
Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Apapun komentar dan kesan yang sejumlah orang kemukakan, DP 0% tetap berjalan sesuai rencana. Orang Betawi bilang: Gak Ngaruh.
Rumah mana yang gak ada tikusnya? Sebersih dan semewah apapun, di got depan/samping rumah tetap ada tikusnya. Ada tikus kecil, ada juga tikus besar. Tikus besar mainannya besar. Tikus kecil, projek dan korupsinya juga kecil.
KPK tahu mana tikus, mana yang bukan. Kita percaya, KPK gak akan melakukan hal yang bukan-bukan. Artinya, saksi dan tersangka gak akan ketukar. Kalau tersangka menghilang, itu lain urusan.
Kembali soal DP 0%, tetap harus berpatokan pada data. Hanya dengan data, kita bisa melihat semuanya secara obyektif. Tanpa data, otak dan hati bisa buta. Kalau buta, bisa ngingau dan nyanyi di jalan raya.
Jakarta, 28 September 2021