DPR Baru, Harapan Baru
Kurang dari 100 hari, masa bakti anggota DPR periode 2019-2024 akan segera berakhir. Kepemimpinan di Senayan akan berganti dengan periode yang baru. Wajah DPR pun akan berubah.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, pelantikan daan pengucapan sumpah/janji DPR dan DPD terpilih pada 1 Oktober 2024.
Yang dilantik jumlahnya 580 Caleg terpilih dari 84 daerah pemilihan. Ada 8 partai politik yang lolos dari ambang batas masuk Parlemen atau parliamentary treshold sebesar 4 persen.
Berbeda dengan periode sebelumnya. Ada satu partai yang tidak lolos ke Senayan, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Berdasarkan rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), PPP hanya meraih 5.878.777 suara atau 3,87%. Kurang 0,13 persen lagi.
Dari data KPU, hasil Pileg 2024 untuk 8 partai politik yang lolos ke Senayan: 1. PDIP: 25.387.279 suara (16,72%), 2. Partai Golkar: 23.208.654 suara (15,28%), 3. Partai Gerindra: 20.071.708 suara (13,22%), 4. PKB: 16.115.655 suara (10,61%), 5. Partai Nasdem: 14.660.516 suara (9,65%), 6. PKS: 12.781.353 suara (8,42%), 7. PAN: 10.984.003 suara (7,23%) dan 8. Partai Demokrat: 11.283.160 suara (7,43%).
Jika dikalkulasikan dengan jumlah kursi, maka, PDIP akan meraih 110 kursi DPR RI, Partai Golkar 102 kursi, Partai Gerindra mendapatkan 86 kursi, Partai Nasdem mendapat 69 kursi, PKB mendapat 68 kursi, PKS mendapat 53 kursi, PAN mendapat 48 kursi, Partai Demokrat mendapat 44 kursi DPR RI.
Sebagai perbandingan, perolehan kursi di DPR untuk 9 partai politik di 2019: PDIP 128 kursi, Partai Golkar 85 kursi, Partai Gerindra 78 kursi, Partai NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi, Partai Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi.
Untuk menyongsong DPR baru 2024-2029, saya kira tidak banyak yang berubah. Infrastruktur di DPR sama saja. Tempat pelantikannya sama, gedungnya sama, tempat rapatnya juga sama. DPR hanya bersolek dan mempercantik diri alakadarnya saja. Yang membedakan hanya tantangan dan masalah yang bakal dihadapi.
Dari 580 Caleg terpilih, angka keterwakilan perempuan di Senayan semakin banyak. Berdasarkan data yang dibeberkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Angka keterwakilan perempuan meningkat di DPR pada periode 2024-2029. Anggota legislatif perempuan diperkirakan akan mencapai 128 dari 580 kursi yang tersedia di Senayan atau 22,1 persen. Jumlah itu lebih tinggi 1,6 persen dari hasil Pemilu 2019.
Bukan hanya itu, hampir 30 persen lebih Caleg terpilih adalah pendatang baru atau muka baru. Tentu dengan adanya pendatang baru ini akan membuat wajah DPR lebih berseri-seri dan berwarna.
Mereka yang baru masuk DPR akan menunjukan eksistensinya sebagai wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat di daerah pemilihannya.
Yang menjadi pertanyaan, apakah wajah DPR nanti masih ‘bopeng’ atau justru berubah menjadi lebih bersinar? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu melihat lebih jauh dan banyak aspek. Minimal bisa dilihat setelah resmi dilantik sebagai anggota DPR periode 2024-2029.
Selain itu, kita juga perlu melihat siapa saja yang menjadi pimpinan DPR kedepan. Apakah Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3 direvisi atau tidak.
Jika tidak ada revisi, maka, pucuk pimpinan DPR untuk periode 2024-2029 masih dipegang PDIP. Karena PDIP masih sebagai sang juara di Pileg lalu. Posisi PDIP jelas, yakni oposisi. Kalau masih ditangan PDIP, situasi di Parlemen akan semakin menarik untuk disimak.
Sebab, Partai Banteng Moncong Putih yang dikenal sebagai oposisi tulen akan mempertahankan karakternya sebagai partai wong cilik. Membela kepentingan rakyat dengan suara-suara keras dan pedasnya. PDIP juga pasti enggan dicap sebagai stempel pemerintah lagi. Dengan begitu, kekuatan di Parlemen akan dinamis. Minimal, PDIP akan menjadi penyeimbang di Parlemen.
Tetapi, harus diakui, sekuat-kuatnya PDIP tidak akan bisa melawan dominasi koalisi Pemerintah yang dipimpin oleh Gerindra Cs. Hingga saat ini, Koalisi Pemerintah sudah mengantongi hampir 71,8 persen di Parlemen. 71,8 persen itu terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, PAN dan Partai Demokrat. Tersisa PDIP dan PKS yang kecenderungannya akan beroposisi.
Terlepas dinamika yang ada di internal DPR nanti. Kedepan, banyak tantangan, rintangan dan masalah yang bakal dihadapi oleh DPR baru. DPR baru pun harus berbenah diri. Mempertahankan yang baik, memperbaiki yang salah dan melengkapi yang kurang-kurang. Itu semua demi bangsa dan negara. Kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya.
DPR baru juga harus mempunyai program-program unggulan untuk 5 tahun mendatang. Tujuannya, ketika menjabat nanti tidak gamang dan hanya mengikuti arus saja.
Karenanya, Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ujang Komaruddin memberikan beberapa catatan untuk diresapi dan dipikirkan oleh DPR baru. Kata dia, kalau kita lihat catatan DPR 5 tahun lalu, banyak masalah yang terjadi di internal DPR sendiri, misalkan DPR masih menjadi stempel dari pemerintah.
Kebijakannya banyak yang tidak berpihak pada publik, lalu banyak juga untuk kepentingan pribadi dan partai politik sehingga kebijakan yang dibuat di DPR itu tidak pro rakyat.
Apakah kedepan DPR akan terjadi seperti ini lagi? Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini melihat harus ada rasa optimisme untuk berubah. Tapi, rasa optimisme ini tergantung dari perilaku dan kebijakan yang dibuat nanti.
Tapi, sebagai pejabat DPR baru pasti punya keinginan dan harapan bisa membawa wajah baru DPR yang lebih bersih. “Optimisme membangun wajah DPR lebih baik, asalkan tidak terayu dan tergoga oleh tindakan yang korupsi,” harapnya.
Pada prinsipnya, kita harus membangun optimisme bahwa DPR harus punya harapan, harus ada resolusi untuk bisa membangun bangsa melalui kewenangan-kewenangan yang dimiliki dewan.
Selain itu, ia juga berpesan kepada DPR baru agar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) harus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, sehingga produk yang disahkan oleh DPR tidak digagalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Ujang yakin, jika produk Parlemen itu berkualitas dan membela hak-hak rakyat dan kepentingan masyarakat, maka, target kemajuan Indonesia akan lebih cepat.
Bahkan, dalam usia 100 tahun Indonesia atau Indonesia Emas di tahun 2045 akan diraih dengan prestasi yang gemilang. Maju Bangsanya, Sejatera rakyatnya.
Citra Yang Baik Jangan Dirusak
Diakhir-akhir masa kepemimpinan Puan Maharani sebagai ketua DPR, ada kabar baik untuk seluruh anggota periode 2019-2024. Kabar baik itu datang dari Litbang Kompas yang merilis hasil survei terbaru mengenai tingkat kepuasan masyarakat mengenai kinerja DPR selama lima tahun.
Diketahui, hasil survei Litbang Kompas per Juni 2024 DPR RI mendapatkan angka citra positif sebesar 62,6 persen. Sebelumnya, pada tahun 2023 citra positif DPR RI tercatat sebesar 50,5 persen. Terdapat kenaikan sebesar 12,1 persen. Kenaikan angka ini luar biasa.
Sebab, dalam beberapa dekade, citra DPR selalu melorot. Posisinya kadang berada diurutan paling buncit, sebagai lembaga yang kinerjanya baik di mata Masyarakat.
Makanya, wajar jika kenaikan citra ini sangat menggembirakan. Bahkan, Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Imin) sampai tersenyum puas atas kenaikan citra DPR. "Ya saya tentu bersyukur citra baik DPR sekarang semakin baik, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya," kata Gus Imin, dalam keterangannya, Sabtu (22/6/2024).
Meski mengalami peningkatan, Cawapres yang mendampingi Anies Baswedan dalam Pilpres kemarin ini mendorong seluruh Anggota DPR dan Sekretariat Jenderal DPR tidak berpuas diri. Semua harus semakin serius dan bekerja keras, terutama menyelesaikan program legislasi yang belum disahkan. Juga secara pengawasan atas kinerja pemerintah harus ditingkatkan juga.
Rasa bangga itu tak hanya diluapkan oleh Gus Imin saja, Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon juga gembira dengan hasil survei Litbang Kompas yang menyatakan DPR RI sebagai lembaga dengan kenaikan citra positif tertinggi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini melihat prestasi yang diraih sebagai refleksi dan bukan hanya untuk meninabobokan. “Kinerja dari semua tugas-tugas itu, baik tugas legislasi, tugas pengawasan, tugas budgeting dan juga diplomasi parlemen dan pembelaan terhadap masyarakat itu penting,” ucap Fadli, Selasa (25/06/2024).
Baginya, kenaikan citra positif ini menjadi penambah semangat untuk meningkatkan kinerja dewan dalam menjalankan tugas fungsinya baik dalam pengawasan, legislasi dan anggaran serta fungsi diplomasi parlemen. “Ini nanti juga ada wajah-wajah baru hasil Pemilu kita di bulan Februari 2024.”
Karenanya, ia berharap DPR sesuai dengan mandatnya melaksanakan apa yang menjadi tupoksinya semaksimal mungkin dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan bangsa.
Tapi, perlu diingat. Mempertahankan itu lebih susah daripada meningkatkan. Karenanya, prestasi dan capaian yang baik ini harus benar-benar dijaga dengan baik. Kenaikan citra positif atas kerja-kerja nyata hingga ke pelosok desa hingga gang-gang sempit di kampung ini harus bener-benar dijaga. Jangan sampai turun lagi. Tentunya, dengan meningkatkan kinerja yang lebih baik.
Pesan moral untuk anggota dewan yang baru adalah citra yang baik ini jangan dirusak dengan perilaku yang tamak, rakus dan praktik korupsi yang membuat citra DPR menjadi lebih rusak dan tercoreng lagi.
Menjaga marwa dan citra DPR ini bukan hanya kerja dan tugas dari satu orang, pimpinan DPR ataupun Kesekjenan DPR. Tetapi, dalam mempertahakan citra baik ini adalah kerja kolektif oleh seluruh stake holder yang ada di Parlemen.
Perlu diingat, dalam meningkatkan lagi citra baik Parlemen, tak hanya dilakukan dengan cuap-cuap saja, tapi dengan keringat dan pemikiran. Selain itu, butuh kerja konkrit di lapangan. Makanya, DPR baru itu butuh 3 M.
DPR Baru Butuh 3 M
Ketika sudah resmi dilantik menjadi anggota DPR, maka, secara tidak langsung 580 anggota dewan adalah milik rakyat Indonesia. DPR digaji oleh uang rakyat, maka seharusnya DPR berkerja kepada yang memberikan gajinya. Yakni rakyat. Bukan yang lain.
Karenanya, dalam bekerja sebagai wakil rakyat dan menjaga marwah serta citra DPR, anggota DPR setidaknya membutuhkan 3 M: Mendengar, Melihat dan Mengeksekusi.
Mendengar, relatif lebih mudah untuk dilakukan. Mendengar tidak perlu susah-susah. Saat ini, banyak aplikasi dan media sosial yang bisa digunakan untuk mendengarkan curhatan hati rakyatnya. Maka, anggota DPR baru harus bisa mendengar keluhan, aspirasi, masukan, bahkan jeritan rakyat. Bagaimana seorang anggota DPR bisa mewakili apirasi rakyatnya kalau mendengarkan saja tidak mau.
Jika kita melihat periode yang lalu, banyak aksi demonstran di jalanan karena merasa jeritannya tidak pernah didengarkan oleh para wakilnya di Senayan. Rakyat pun beraksi dan berontak agar DPR mau mendengarkan aspirasi yang dibawa.
Atau jangan-jangan banyak anggota dewan yang tidak terpillih kembali ke Senayan karena tidak pandai mendengarkan berbagai masukan dan aspirasi rakyat, sehingga masyarakat pun memberikan sanksi sosial dengan tidak memilih kembali di Pileg kemarin.
Karena itu, modal utama dari DPR baru adalah pasang telinga untuk mendengarkan curhatan rakyat kecil. Kalau sudah menjadi pendengar yang baik, maka, setidaknya akan ada keingginan untuk berbuat baik.
Setelah mau mendengar, maka, langkah selanjutnya adalah berani untuk melihat. Terkadang, banyak dari anggota dewan hanya mau mendengarkan saja, tetapi tidak mau untuk melihat lebih dekat apa yang menjadi kebutuhan dan jeritan rakyatnya.
Tindakan seperti ini seakan-akan tidak ada rasa simpati maupun empati terhadap berbagai keluhan rakyat kecil.
Karenanya, anggota dewan yang baru harus sering-sering melihat ke bawah, melihat ke daerah pemilihannya supaya rasa prihatin atas penderitaan rakyat lebih terasah. Dengan melihat itu akan mengetahui apa saja yang menjadi catatan dari berbagai harapan masyarakat.
Langkah berikutnya adalah mengeksekusi. Fase ini memang relatif lebih sulit dibandingkan dengan mendengar dan melihat, karena mengeksekusi berbagai kebijakan untuk rakyat membutuhkan kerja kolektif. Tidak hanya bicara orang perorang, tetapi menyangkut fraksi dan partai politik.
Terkadang, kepentingan rakyat harus dikalahkan oleh kepentingan elite nya. Hal inilah yang selama ini menjadi masalah di Indonesia khsusunya di Parlemen kita. Untuk menyelesaikan masalah ini sangat rumit. Butuh jiwa negarawan dan jiwa malaikat.
Libatkan Hati Nurani
Kita tahu anggota DPR itu bukan super hero, bukan superman, bukan pula malaikat. Tentu dalam setiap mengambil kebijakan ada berbagai kepentingan. Apakah kepentingan partai, ketua umum, ketua fraksi dan kepentingan lainnya.
Sebagai kader maupun anggota DPR baru, tentunya terikat dengan berbagai kebijakan partai yang harus dikuti. Tetapi, ketika sudah menyangkut kepentingan rakyat, harusnya rakyat lah yang dinomor satukan. Bukan diduakan atau ditigakan.
Terkadang, anggota DPR dalam mengambil keputusan bertentangan dengan keinginan pribadinya karena digelangtungi oleh berbagai kepentingan itu. Oleh sebab itu, perlu rasanya ikut melibatkan hati nurani dalam mengambil berbagai kebijakan dan aturan yang dikira bakal membuat rakyat sengasara.
Ketika melibatkan hati nurani, minimal akan ada rasa bersalah dan berdosa ketika mengambil keputusan yang akan membuat seluruh rakyat Indonesia lebih menderita.
Rasa berdosa itu setidaknya akan membuat hati bergerak. Minimal, bisa mengurangi dampak yang akan ditimbulkan dari sebuah undang undang atau aturan.
Memiliki hati nurani yang mampu membedakan benar dan salah melalui empati, akan menjadikan diri sebagai sumber energi positif untuk melayani kehidupan sosial yang penuh dinamika. Hati nurani adalah penghasil moral, dan saat hati nurani diisi dengan hal-hal dan nilai-nilai positif, maka hati nurani akan menghasilkan kualitas moral yang cerdas untuk memutuskan apa yang baik, apa yang buruk, apa yang benar, apa yang tidak benar, apa yang adil, apa yang tidak adil, apa yang manusiawi, dan apa yang tidak manusiawi.
Pada akhirnya, kualitas moral yang baik akan memiliki empati dan toleransi dalam melayani kehidupan yang beragam.
Seorang Ahli fisika dari Jerman dan Amerika Serikat, Albert Einstein pernah menukilkan quote nya mengenai hati nurani bagi siapapun. “Jangan pernah melakukan sesuatu yang menentang hati nurani bahkan jika negara menuntutnya.”
Bahkan, Pendakhwa Abdullah Gymnastiar mengatakan “banyak hal yang bisa dilakukan dengan kecerdasan, tapi cerdas tanpa hati nurani lebih berbahaya karena bisa membuat kejahatan yang lebih dahsyat.”
Kesimpulannya, dalam menyongsong era baru DPR 2024-2029, anggota dewan yang baru harus belajar dari pengalaman periode yang lalu. Buat wajah baru DPR lebih konkrit untuk kepentingan bangsa dengan menelurkan program-program yang pro terhadap kepentingan rakyat Indonesia.
Jika tugas dan fungsi sudah dijalankan dengan baik, serta mengawal kebijakan yang baik. Maka, target dan tujuan Indonesia Emas 2045 akan tereallisasi. 100 tahun Indonesia harus meraih emas, bukan perak apalagi perunggu.
Penulis: Farauq Iskandar
Media: telusur.co.id
Provinsi: Jakarta