telusur.co.id - Saat BBM bersubsidi mulai jarang tersedia di berbagai SPBU, Pemerintah sebaiknya cepat mengambil keputusan. Bukan malah saling lempar tanggungjawab antarinstansi sehingga masalah terus berlanjut. 

Begitu disampaikan Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, menanggapi banyaknya laporan masyarakat tentang kelangkaan BBM bersubsidi belakangan ini.  

Menurut dia, Pemerintah sebaiknya segera duduk bersama dan merancang aksi strategis untuk mengatasi kendala ketersediaan dan anggaran terkait subsidi BBM.

"Sebagai sebuah tim, Pemerintah harus kompak dengan berbagai jajarannya. Jangan malah oper-operan bola panas BBM bersubsidi ini," tegas Mulyanto, kepada wartawan, Jumat (12/8/22).

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, minta Pertamina mengendalikan penjualan BBM bersubsidi. Mengingat kondisi keuangan negara yang kurang stabil. 

Di sisi lain, Pertamina malah balas menjawab dengan usulan agar aturan pembelian BBM dapat segera dijalankan dan mengeluh menipisnya cadangan BBM bersubsidi.

Sementara Menteri ESDM malah minta agar masyarakat berhemat di tengah keterbatasan BBM bersubsidi yang ada. Dan, BPH Migas mendesak agar Perpres tentang pembatasan pembelian BBM bersubsidi segera diterbitkan.

Menanggapi keadaan itu, Mulyanto minta Presiden berani mengambil keputusan dan menengahi sengkarut BBM bersubsidi ini. Presiden jangan membiarkan beda pendapat ini berlanjut karena akan merugikan masyarakat.  

"Presiden harus hadir menyelesaikan masalah BBM bersubsidi ini. Jangan malah ikut-ikutan lempar tanggungjawab dan bersembunyi di belakang para menteri," singgung Mulyanto. 

Mulyanto menilai, selama ini Presiden kurang tegas menyikapi berbagai masalah BBM bersubsidi. Presiden terkesan tidak paham masalah dan tidak peka bahwa saat ini Indonesia di ambang krisis energi.  

Karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintah bekerja serius dan jangan sibuk oper-operan bola panas subsidi BBM.

"Pemerintah terkesan tidak memiliki sense of crisis. Hsrusnya segera mempercepat terbitnya Perpres pembatasan BBM dimaksud. Sambil melaksanakan efisiensi APBN serta menyetop proyek-proyek yang tidak penting dan mendesak seperti Kereta Api Cepat dan pembangunan IKN baru," tegasnya. 

Untuk diketahui, realisasi kuota Solar subsidi hingga Juli 2022 sudah mencapai 9,9 juta kilo liter (KL) dari kuota tahun ini sebesar 14,91 juta KL atau 67 persen. Dengan begitu, maka sisa kuota Solar subsidi hingga Juni tinggal 5,01 juta KL. Sementara konsumsi BBM Pertalite sudah mencapai 16,8 juta KL (sebanyak 73 persen) dari kuota tahun ini yang ditetapkan sebanyak 23,6 juta KL. Artinya, kuota BBM yang tersisa 6,7 juta KL.[Fhr