Efektivitas Kartu Tani Masih Perlu Ditingkatkan - Telusur

Efektivitas Kartu Tani Masih Perlu Ditingkatkan

Kartu Tani

telusur.co.id - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta mengatakan program Kartu Tani yang sudah berjalan tiga tahun perlu dievaluasi efektivitasnya karena tetap melanggengkan disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan yang tidak. Dengan demikian tidak mendidik petani mengenai pentingnya pemupukan.

“Dalam jangka panjang, subsidi menghambat upaya mendidik petani untuk menyadari manfaat sebenarnya dari pemupukan yang optimal sesuai dengan karakteristik tanah dan  kebutuhan unsur hara makro atau mikro,” ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

Petani, menurutnya, harus memiliki pemahaman mengenai jenis pupuk dan kondisi tanah sehingga mampu memilih input pertanian yang sesuai dengan kebutuhan. Kebijakan input pertanian harus diarahkan agar petani mampu membuat keputusan-keputusan ini secara mandiri dan terinformasi.

Fungsi Kartu Tani pada saat ini hanya sebagai penunjang distribusi pupuk bersubsidi dan tidak meniadakan disparitas harga antara produk bersubsidi dan non subsidi, dan dengan demikian  mendorong petani untuk memilih pupuk berdasarkan harga, bukan kualitas atau kandungan unsur hara, serta mendorong terjadinya konsumsi berlebih pada jenis input bersubsidi tertentu.

Disparitas harga juga memungkinkan penerima menjual kembali jatah pupuk bersubsidi miliknya kepada non-penerima yang seharusnya membeli dengan harga  tidak tersubsidi.

Walaupun demikian, Kartu Tani merupakan langkah ke arah yang benar, tidak hanya karena memfasilitasi penargetan dukungan input yang lebih langsung, tetapi juga karena konsep kartu pintar membuka banyak peluang menuju pembiayaan pertanian modern, bantuan sosial dan sistem insentif. 

Untuk jangka panjang, Kartu Tani dapat membantu pengumpulan data pertanian yang akurat dan terintegrasi, seperti luas panen menurut komoditas dan wilayah, yang pada akhirnya akan dapat dijadikan dasar pengambilan sebuah kebijakan, ujar Aditya .

Namun adopsinya masih lambat. Pada tahun 2020, atau dua tahun setelah peluncuran nasionalnya, Kementerian Pertanian melaporkan bahwa dari 9,3 juta kartu yang telah dicetak, baru 6,2 juta kartu yang terdistribusi, atau  kepada 44.6% dari 13,9 juta petani yang memenuhi syarat. Itupun baru 1,2 juta kartu, atau 8,36% dari 13.9 petani itu yang sudah benar-benar menggunakannya.

Untuk meningkatkan fungsi Kartu Tani, perlu dipertimbangkan penyertaan saldo tunai di dalam Kartu Tani karena kartu ini kini hanya sebatas berisi informasi kuota pupuk yang dapat ditebus. Petani tetap harus membayar dengan uang tunai sendiri atau mengisi kartu dengan saldo.

Aditya menambahkan, pemberian saldo tunai di dalam Kartu Tani akan memperluas pilihan input yang dapat dibeli petani, sehingga tidak terbatas pada satu input (pupuk) dan pupuk bersubsidi yang diproduksi oleh Pupuk Indonesia saja sebagaimana yang terjadi pada sistem kuota saat ini.

Kartu Tani juga masih mempertahankan proses birokrasi yang panjang dalam pengajuan dan penerimaan pupuk bersubsidi dengan mensyaratkan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang harus disiapkan kelompok tani yang dibantu petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) setempat. 

Hambatan ini dapat diatasi dengan menghapus subsidi pupuk dan sebagai gantinya memberikan saldo di dalam Kartu Tani hingga petani dapat membeli sarana produksi pada harga pasar.

Untuk saat ini, pemerintah perlu terus meningkatkan penggunaan Kartu Tani oleh petani. Untuk kedepannya, usulan-usulan perluasan dan penambahan fungsi bisa dipertimbangkan agar Kartu Tani betul-betul berfungsi sebagai smart card, bukan sekadar alat verifikasi kuota pupuk yang sebenarnya juga bisa dilakukan dengan mengecek e-RDKK. [ham]


Tinggalkan Komentar