Erosi Kultural Masyarakat Adat Tengger Semeru Akibat Industrialisasi Pariwisata - Telusur

Erosi Kultural Masyarakat Adat Tengger Semeru Akibat Industrialisasi Pariwisata

webinar “HENTIKAN EKSPLOITASI TAMAN NASIONAL Bromo Tengger Semeru (Foto : IST)

telusur.co.id - Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia hari ini (14/10) melaksanakan kegiatan Pembentukan Perwakilan APHA Indonesia Barat. APHA adalah organisasi para pengajar hukum adat dari berbagai universitas baik negeri maupun swasta yang ada di Indonesia.

Pada kegiatan ini juga diramaikan dengan webinar  “HENTIKAN EKSPLOITASI TAMAN NASIONAL Bromo Tengger Semeru”  yang diikuti tidak hanya oleh anggota APHA saja melainkan juga mahasiswa dari berbagai universitas. Pada Webinar ini menampilkan Dr. Sulastriyono, SH, MSi dosen FH UGM Yogya, Dr. Purnawan Dwikora Negara, SH, MH, Dekan FH Universitas Widyagama Malang dan Wahyu Eka. S dari Walhi Jawa Timur

Sulastriyono, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam paparannya menegaskan bahwa “Nafsu ekonomi yang bersifat material dalam pandangan individualisme kian mendesak mengakibatka manusia berprilaku tidak arif terhadap alam. Akibat dari prilaku yang tidak arif mengakibatkan kerusakan lingkungan”

Sementara itu Dekan FH Universitas Widyagama dalam paparannya yang bertajuk, Tengger Dalam Pusaran Industrialisasi Pariwisata: Sebuah Refleksi Kebijakan Pariwisata Yang Berpotensi Menimbulkan Erosi Kultural Yang Berdampak Pada Ekologi menegaskan “Seringkali perjumpaan antara kebijakan yang dikemas dalam “hukum negara“ (baik yang dibuat pemerintah daerah maupun pemerintah pusat) tidak dapat berjumpa/berinteraksi/bersimbiosis yang saling menunjang dalam lingkup sosial lokal (kawasan kultural), yang di dalamnya terdapat masyarakat yang diatur oleh hukum local/hukum adat. Sudah seharusnya hukum lokal bukan lagi “the other” dari hukum nasional melainkan menjadi “integrated”.

Sementara itu Wahyu Eka menegaskan bahwa “Eksploitasi wisata di TN BTS mengakibatkan perubahan ekologi di kawasan tersebut.  Pertanian sayur berbasis intensifikasi menyebabkan degradasi lahan, guna mempertinggi produksi adalah melakukan perluasan lahan yang berakibat timbulnya deforestasi serta pembalakan. Regulasi dan kebijakan yang dibuat bersifat top down bukan down to top (tidak adanya pemetaan partisipatif dalam zonasi) sehingga lebih banyak merugikan warga masyarakat local”

Selain webinar tersebut, DPP APHA juga membentuk Perwakilan APHA untuk Indonesia Bagian Barat yang diketuai oleh Dr. Sulastriyono, SH, MSi dosen FH UGM Yogya. “Pembentukan APHA Perwakilan Indonesia bagian Barat sebagai kelanjutan dari Kepengurusan APHA. Kegiatan ini untuk agar permasalahan hukum adat yang di Indonesia Barat lebih banyak.” ujar Dr. Laksanto Utomo sebagai Ketua UMUM APHA. (Irwan).(fi) 


Tinggalkan Komentar