Gelombang PHK di Sektor Industri Tembakau Ancam Pekerja di Indonesia - Telusur

Gelombang PHK di Sektor Industri Tembakau Ancam Pekerja di Indonesia


telusur.co.id - Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia semakin memprihatinkan dengan proyeksi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diperkirakan mencapai lebih dari 70.000 pekerja pada akhir tahun 2024. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa dari Januari hingga Agustus 2024, sebanyak 46.240 pekerja telah terkena PHK. Meski ada tren peningkatan, pemerintah berharap angka ini tidak melebihi tahun lalu yang mencapai 64.000.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap industri hasil tembakau (IHT) yang merupakan salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, dengan lebih dari 6 juta pekerja. Dia menyoroti dampak dari Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mengatur kemasan rokok polos tanpa merek, yang dapat memperburuk situasi ketenagakerjaan.

“Industri ini adalah sumber mata pencaharian bagi jutaan pekerja, mulai dari petani hingga pedagang kecil. Potensi PHK akan semakin meningkatkan tekanan ekonomi pada pekerja yang sudah berada dalam kondisi sulit,” ungkap Sudarto dalam Forum Diskusi Advokasi di Jakarta.

Ia juga mencatat bahwa jumlah pabrik rokok telah menyusut drastis dari 2.000 pada tahun 2011 menjadi hanya sekitar 200, dengan kehilangan 67.000 tenaga kerja dari segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam tujuh tahun terakhir. "Kami merasa terpinggirkan dan tidak diperlakukan adil," tegasnya.

Sudarto meminta pemerintah menghentikan pembahasan RPMK yang dianggap tidak berpihak pada pekerja. Dia menekankan perlunya kebijakan yang melindungi industri IHT agar dapat terus menyerap tenaga kerja dan mengurangi beban negara.

Perwakilan dari Direktorat Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker, Nikodemus Lupa, menambahkan pentingnya perlindungan bagi pekerja agar tidak menjadi korban dari aturan yang tidak seimbang. Dia mengusulkan perlunya dialog antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan kementerian lain untuk memastikan perlindungan bagi pekerja.

Forum Diskusi yang diadakan oleh serikat pekerja bertujuan untuk menjembatani komunikasi antara pekerja dan pemerintah, namun sayangnya, Kementerian Kesehatan tidak hadir untuk memberikan masukan. Nikodemus menekankan pentingnya kolaborasi antar kementerian untuk melindungi martabat dan pekerjaan para pekerja.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menyoroti bahwa industri IHT kini tertekan oleh banyak regulasi. “Kami dihadapkan pada 480 peraturan yang membatasi, sementara pemerintah terus melahirkan aturan baru yang menambah tekanan,” ujarnya.

Situasi ini menuntut perhatian serius dari pemerintah untuk menjaga keberlangsungan industri dan melindungi pekerja di tengah ancaman PHK yang semakin meluas.[iis]


Tinggalkan Komentar