telusur.co.id - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Sidang Paripurna ke-5 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/11/2022).

Sidang paripurna dibuka dan dipimpin oleh Wakil Ketua DPD RI Mahyudin.

Sidang Paripurna kali ini mengagendakan tiga acara yaitu Pembukaan Masa Sidang II Tahun Sidang 2022-2023. Kedua, Pidato Pembukaan Pada Awal Masa Sidang II DPD RI Tahun Sidang 2022-2023. Ketiga, Laporan Kegiatan Anggota DPD RI di Daerah Pemilihan.

Dalam sidang paripurna, Ketua Komite III DPD RI asal Kalimantan Utara, Hasan Basri menyampaikan beberapa aspirasi serta rekomendasi terkait pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.

“melalui sidang ini kami telah melaksanakan dua agenda prioritas utama yaitu Pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, khususnya terkait tanggung jawab penyelenggaraan dan organisasi keolahragaan dalam penyelenggaraan keolahragaan,” kata Senator Muda asal Kalimantan Utara.

“Kedua, Pengawasan Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Pengawasan UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, berkenaan dengan Program Bantuan Sosial Pengalihan Subsidi BBM,” lanjut Hasan Basri.

Senator muda asal Kalimantan Utara, Hasan Basri menyampaikan penyelenggaraan organisasi keolahragaan di Kalimantan Utara saat ini belum semuanya berjalan dengan baik dan belum idealnya penyediaan sarana prasarana olahraga dengan jumlah atlet yang berlatih.

“Kami merekomendasikan, perlu adanya peningkatan anggaran di Kalimantan Utara  di bidang keolahragaan,” tegas Hasan Basri.

“selain daripada itu, perlu adanya sinergitas kerjasama antara Kementerian terkait dengan pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi di setiap kegiatan penyelenggaraan kegiatan olahraga, serta perlu adanya mengoptimalisasi pelayanan di bidang keolahragaan secara berkala, mulai dari layanan administrasi, pembinaan, mengidentifikasi pemanduan bakat, dan lain-lain,” lanjut Hasan Basri.

Terkait dengan kesejahteraan sosial tentang pengawasan fakir miskin, berkenaan dengan program bantuan sosial pengalihan subsidi BBM.

Hasan Basri yang akrab disapa HB, menuturkan kebijakan percepatan bantuan sosial yang diterima di Provinsi Kalimantan Utara, hingga saat ini masih belum tepat sasaran.

“Hal ini diakibatkan karena belum semua DTKS Kemensos terintegrasi dengan NIK yang dikelola oleh Kemensos. Dan masih lemahnya sistem pengawasan dalam penyaluran bantuan sosial,” kata Hasan basri.

Senator asal Kalimantan Utara melalui laporannya merekomendasikan, perlu adanya perbaikan sistem pendataan sasaran penerima bantuan sosial dimulai dari tingkat kabupaten/kota melalui digitalisasi monografi.

“serta perlu adanya sinergitas dan koordinasi antar lembaga terkait penyaluran bantuan sosial,” Ujar Hasan Basri yang akrab disapa HB.

Di Akhir laporan Hasan Basri menyampaikan, dengan adanya rekomendasi ini perlu mendapat perhatian dan dorongan dari semua pihak khususnya kementerian terkait agar dapat segera diselesaikan sebagai sarana elektrifikasi di Kaltara. (**)
[2/11 14:24] +62 813-9211-3852: SIARAN PERS
BAGIAN PEMBERITAAN DAN MEDIA
SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
Telp. 021 57897 323   


DPD RI Akan Kawal Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Dan Perekrutan PPPK

JAKARTA - DPD RI menyayangkan tingginya kasus gagal ginjal akut yang menelan korban jiwa di kelompok anak-anak. Adanya kasus gagal ginjal akut tersebut menunjukkan sistem pengawasan obat dan makanan di Indonesia masih lemah. DPD RI menilai seharusnya kewenangan pengawasan yang berada di Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat mencegah munculnya kasus tersebut.

"Tentu kita menyayangkan terjadinya hal ini, Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan keamanan, khasiat, mutu, serta pengujian obat dan makanan. Selain itu, keduanya juga memiliki kewenangan untuk melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan obat dan makanan, gagal dalam mengantisipasi potensi terjadinya fenomena gagal ginjal akut pada anak," ucap Wakil Ketua DPD RI Mahyudin dalam Sidang Paripurna DPD RI ke-5 Masa Sidang II Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar Rabu, (2/11/2022) di Nusantara V, Komplek Parlemen.

Adanya kasus tersebut, lanjut Mahyudin, tidak hanya berdampak pada hilangnya nyawa anak-anak Indonesia, tetapi juga berdampak pada sektor farmasi karena adanya zat etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirup anak.

"Kasus tersebut juga berdampak pada ekonomi industri farmasi, dimana terdapat kerugian sejumlah industri farmasi lantaran pelarangan sementara distribusi obat oleh Kementerian Kesehatan," imbuhnya.

Meski begitu, DPD RI mengapresiasi langkah pemerintah dalam penanganan kasus gagal ginjal akut. Salah satunya terkait pelarangan konsumsi dan distribusi obat yang mengadung etilen glikol dan dietilen glikol di masyarakat. DPD RI juga mengapresiasi pemerintah yang menggratiskan biaya pengobatan penyakit gagal ginjal akut yang dinilai dapat meringankan beban masyarakat.

DPD RI juga mengapresiasi langkah keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh BPOM RI yang telah menyampaikan informasi kepada publik perihal hasil penelusuran data registrasi obat dan hasil uji laboratorium atas kandungan dalam obat-obatan di masyarakat.

"Walaupun demikian, kami meminta pemerintah untuk tetap mengawal dan melakukan pengawasan melekat terhadap peredaran obat serta mengambil langkah hukum terhadap produsen obat yang membahayakan kesehatan masyarakat," ucap Mahyudin yang juga Anggota DPD RI dari Kalimantan Timur ini.

Untuk menindaklanjuti kasus tersebut, Pimpinan DPD RI pun meminta Komite III DPD RI untuk segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI dan BPOM RI terkait langkah-langkah yang telah dilakukan dalam penanganan kasus gagal ginjal akut ini.

"Khususnya terkait upaya investigasi faktor risiko penyebab kasus gagal ginjal akut, baik dari sumber obat-obatan dan potensi lainnya," kata Mahyudin.

Selain permasalah kasus gagal ginjal akut, DPD RI juga akan mengawal komitmen pemerintah yang akan menjadikan 600.000 guru honorer untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 mendatang. DPD RI berharap pemerintah segera menyiapkan seluruh kebutuhan teknis dalam rangka perekrutan PPPK dari guru honorer tersebut. Sehingga tidak ada penyimpangan yang terjadi dalam proses seleksi PPPK tersebut.

"Dengan demikian kami harapkan guru honorer yang telah menjadi PPPK dapat berkontribusi terhadap dunia pendidikan Indonesia untuk menghasilkan generasi unggul," ucap Mahyudin.[]