Haidar Alwi Puji Strategi Jenius Prabowo di Balik Gerak Senyap Reformasi Polri - Telusur

Haidar Alwi Puji Strategi Jenius Prabowo di Balik Gerak Senyap Reformasi Polri


telusur.co.id - Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui pembentukan Komite Reformasi Polri sebagai wadah independen untuk menelaah, menilai, dan merekomendasikan arah pembenahan institusi kepolisian. 

Namun hingga kini, komite tersebut belum juga dilantik. Jadwal pelantikan yang semula disebut-sebut akan berlangsung awal bulan ini, pun mundur tanpa penjelasan memadai. Situasi ini segera menimbulkan percikan protes dari segelintir kalangan. 

Apakah Presiden Prabowo menunda karena ragu, atau justru karena sudah paham bahwa gerakan di balik isu reformasi ini tidak sepenuhnya murni?

Menurut Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, dalam politik kekuasaan, tertunda bukan berarti lamban. Kadang-kadang, itu bentuk kecermatan seorang pemimpin dalam membaca "arah angin" dan menimbang konsekuensi dari setiap langkah.

"Prabowo yang dikenal sangat perhitungan dalam setiap keputusan strategisnya, nampaknya sedang mengambil jarak untuk memastikan bahwa reformasi Polri benar-benar berangkat dari niat memperkuat institusi, bukan dari tekanan yang membawa kepentingan terselubung," kata Haidar Alwi, Jumat (17/10/2025).

Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB ini menjelaskan, sejarah menunjukkan reformasi yang dipaksakan tanpa kalkulasi politik yang matang kerap berubah menjadi instrumen kekuasaan baru. Mengganti satu bentuk dominasi dengan dominasi lain yang lebih halus namun tidak kalah berbahaya.

Desakan untuk mempercepat reformasi Polri datang dari berbagai arah, sebagian dengan semangat moral, sebagian lagi dengan agenda yang samar. Di antara suara-suara yang paling nyaring, tidak sedikit yang tampak lebih berminat menjadikan Polri sebagai arena tawar-menawar politik ketimbang institusi hukum yang profesional dan independen.

"Dalam konteks itulah, kehati-hatian Prabowo menjadi relevan. Ia tidak mengabaikan tuntutan publik, namun memastikan bahwa reformasi yang dijalankan tidak menjadi jebakan politik yang justru merusak stabilitas pemerintahan yang baru dibangun," tutur Haidar Alwi.

Reformasi Polri sejatinya bukanlah perkara cepat atau lambat, melainkan tepat atau salah arah. Jika dilihat dari pola kepemimpinannya selama ini, Prabowo lebih memilih membangun fondasi jangka panjang daripada sekadar memenuhi kebutuhan sesaat.

Ia memahami bahwa Polri bukan sekadar lembaga penegak hukum, melainkan salah satu penopang utama stabilitas nasional. Mengubah struktur dan kultur institusi sebesar itu tanpa perhitungan mendalam ibarat mengutak-atik sistem pertahanan negara. Kesalahan kecil bisa berakibat fatal bagi keutuhan negara dan kepercayaan publik.

Dengan ditundanya pelantikan Komite Reformasi Polri, Prabowo tampaknya ingin menguji kembali komposisi, kepentingan, dan arah kebijakan dari tim yang akan dibentuk. Prabowo seolah sedang menyeleksi siapa yang benar-benar ingin memperbaiki Polri, dan siapa yang sekadar ingin menunggangi isu reformasi demi kepentingan politik.

"Langkah ini, bagi sebagian kalangan, mungkin tampak lamban. Namun bagi mereka yang memahami bahasa kekuasaan, ini adalah manuver yang sarat perhitungan," ujar Haidar Alwi.

Kehati-hatian semacam ini menjadi sinyal bahwa Prabowo tidak ingin reformasi Polri berubah menjadi ajang ancaman politik. Ia tampaknya ingin memastikan bahwa perubahan di tubuh kepolisian dilakukan dengan kontrol yang kuat dari negara, bukan tekanan dari kelompok luar. 

"Reformasi, dalam pandangan strategisnya, bukan sekadar rekonstruksi kelembagaan, tetapi rekonstruksi kepercayaan antara negara, aparat, dan rakyat. Itu sebabnya, setiap langkahnya diukur, setiap keputusan ditimbang, dan setiap desakan diuji motifnya," ungkap Haidar Alwi.

Mungkin masyarakat ingin melihat gebrakan cepat, namun Presiden Prabowo memilih bergerak dengan kalkulasi yang senyap. Ia tahu, dalam politik, yang tergesa-gesa sering terjebak.

"Dengan membiarkan waktu bekerja, ia sedang mengamati siapa yang resah, siapa yang sabar, dan siapa yang mencoba menunggangi momentum. Karena di situlah sebenarnya reformasi Polri diuji. Bukan hanya di tubuh kepolisian, tetapi juga di moral mereka yang berteriak paling keras menuntut perubahan," pungkas Haidar Alwi.[Nug] 


Tinggalkan Komentar