telusur.co.id -Oleh. : Agus Widjajanto, Praktisi Hukum, Pemerhati Politik, Sosial Budaya.
Fenomena terkini Dunia seakan dalam genggaman dimana batas negara antara yang satu dengan yang lain seakan sangat Abcurd ( Kabur ) karena adanya kemajuan Tekhnologi Informasi yang begitu pesat , yang setiap manusia apapun Bangsa , Ras, Agama , dan strata sosial bisa mengakses informasi dan begitu cepat nya informasi segala kejadian di belahan bumi manapun , hal ini tidak bisa kita bayangkan sebelum nya pada masa medio tahun 1950 an , hingga 1970 , an dimana media sebagai alat informasi hanya lewat radio dan media cetak , yang sangat terbatas serta terlambat memberikan informasi kepada masyarakat. Segala kemajuan Tekhnologi tentu ada ekses yang ditimbulkan khususnya kepada generasi muda Bangsa, yang telah dengan mudahnya meniru budaya asing yang dianggap lebih simpel dan modis , yang berakibat Generasi milenial telah kehilangan jati diri dan sangat minim memahami sejarah dan warisan leluhur bangsa ini, yang dahulu dibelahan dunia belum mengalami kemajuan budaya dan disini di Jawa khususnya dan Nusantara pada umumnya telah mengalami kemajuan peradaban sebuah bangsa yang besar.
Akan tetapi akhir akhir ini yang lagi ramai di media sosial adalah adanya klaim secara sepihak dari oknum oknum bahkan tokoh organisasi dari keturunan keturunan Bangsa tertentu , yang menyatakan bahwa Indonesia ada dan menjadi negara mayoritas Moeslim adalah karena peran dari para leluhur leluhur mereka dalam mengislamkan Jawa khusus nya dan Indonesia umumnya,bahkan ide Indonesia merdeka, Bendera merah putih adalah karena upaya mereka yang sekarang merasa sebagai keturunan yang lebih ningrat secara keagamaan , yang oleh beberapa oknum telah merendahkan kaum Agamawan Pribumi sebagai pemilik dan keturunan dari leluhur leluhur Negeri ini. Yang lebih parah lagi Mereka telah melakukan framing, yang bisa mengarah pada konflik horizontal, dan kehadiran negara dalam hal ini dari aparat keamanan terkesan ada pembiaran, hingga oknum oknum tersebut sepertinya mendapat angin , hingga menuduh pihak yang mempertanyakan nazab kebenaran sesuai klaim Mereka sebagai keturunan nabi, justru dituduh selaku pihak yang memecah agama, selaku pihak sebagai golongan eksis nya Partai komunis gaya baru, ini jelas membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa yang telah dirajut sejak Indonesia merdeka hingga kini.
Terlepas benar atau tidak mereka harus nya menjawab kajian kelompok yang mempertanyakan nazab secara keilmuan dengan dalil kajian juga dengan keilmuan, karena adanya reaksi diawali adanya aksi , ada hubungan hukum sebab akibat , jikalau para oknum oknum tersebut secara santun dalam berdakwah , tidak merendahkan orang Nusantara asli yang dalam sejarah kolonial Belanda dulu dicap sebagai inlanders atau kaum bumi putera, sedang keturunan oknum oknum tersebut dalam golongan kasta yang dibikin Belanda lebih tinggi dalam kelompok Golongan Timur asing yang terdiri dari keturunan bangsa Arab dan China , dan bangsa Eropa didudukan dalam kasta paling tertinggi , hal ini membuka luka lama , hingga para pendiri bangsa saat membentuk negara ini melalui UUD 1945 menyantum kan " Presiden Harus Orang Indonesia Asli" yang masih relevan untuk dimunculkan begitu situasi dan kondisi saat ini yang mana kaum agama Nusantara ( Bumi putera ) selalu pemilik negara di rendahkan dimana sampai ada kata kata satu orang Habib selaku keturunan Nabi lebih mulia dari pada 70 kyai pribumi , sedang kan keabsahan dan kebenaran dari Nazab tersebut masih diperdebatkan . Yang lebih memprihatinkan para oknum oknum tersebut justru menggunakan kaum Bumi putera sebagai pendukung keagamaan mereka untuk menghadapi dan dibenturkan dengan para ulama Nusantara , harus nya oknum tersebut turun langsung untuk berdebat dan adu argumen tasi tapi jangan debat kusir tanpa dalil ilmiah , ini seperti cara cara kolonial dalam Devide at Ampera dalam penjajahan dulu, mereka harus nya Jangan mengusik kaum pribumi, karena sejarah menulis apabila sudah menyangkut harkat martabat , dan nama leluhur yang diusulkan akan menimbulkan prahara , seperti halnya dalam perang Jawa pada tahun 1825 hingga tahun 1830 yang dikenal dengan perang Diponegoro .
Mereka tidak paham akan sejarah dan karakteristik dari masyarakat Asli Indonesia , yang terdiri berbagai suku dan ratusan bahasa daerah , ratusan adat istiadat, yang awalnya tercerai berai karena politik imperialisme/ kolonialisme Eropa , maka para pendiri bangsa Founding Father kita sadar betul akan selalu terulang bentuk dari penjajahan di dunia ini , baik secara ekonomi , Politik, budaya dan agama Hingga dalam membentuk Dasar Negara dan Hukum ketatanegaraan kita oleh para pendiri bangsa , dalam menemukan dan membentuk Dasar Negara sebagai Falsafah Bangsa serta pandangan hidup bangsa ( Weltanschauung) dan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia , justru menggali dari nilai nilai luhur dari Para leluhur Negeri ini, baik melalui hukum adat yang tidak tertulis maupun manuskrip sejarah tertulis salah satu nya adalah Kitab Kakawin Negara KertaGama .
Dalam auto biografinya Bung Karno presiden pertama Republik Indonesia yang juga proklamator kemerdekaan Republik Indonesia , dalam buku " Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat pada halaman 20 menulis :
Aku tidak mengatakan ,bahwa aku menciptakan Pancasila . Apa yang dikerjakan hanyalah menggali jauh kedalam bumi kami ,tradisi tradisi kami sendiri , dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah "
Dalam kitab Kakawin Nagara Kertagama , yang berbahasa Jawa kuno ditemukan pertama kali di pulau lombok oleh peneliti Belanda pada tahun 1894 Masehi , kitab tersebut ditulis oleh Mpu Prapantja, dimana oleh UNESCO diakui bahwa " Nagara Kertagama memberikan kesaksian pemerintahan seorang Raja pada abad ke empat belas Masehi di Indonesia , dimana ide ide modern keadilan sosial , kebebasan beragama, keamanan pribadi , dan kesejahteraan rakyat sangat dijunjung tinggi "
Bahwa Naskah Kakawin Nagara Kertagama telah diakui oleh kalangan Internasional , dan secara resmi masuk dalam daftar Memory of the World UNESCO.
Perjalanan sejarah Bangsa Indonesia yang dulu disebut Nusantara, berjalan begitu runtut dari abad keabad. Sebelum manusia penjelajah Eropa menemukan benua Amerika dan benua lain , pada milenial abad 0 sampai abad pertama sebenarnya nenek moyang bangsa ini sudah mengarungi samudera , dengan kapal kapal penjelajah dari kayu jati , hingga Taiwan , Afrika Timur, Selandia Baru, dan Madagaskar . Jauh sebelum Imperium Majapahit maupun Sriwijaya, dan Mataram Hindu ada, sudah melakukan penjelajahan untuk berhubungan niaga dengan manusia di seberang lautan samudera . Bangsa yang mendiami kepulauan Nusantara adalah bangsa yang silih berganti datang dan melakukan hubungan . Pada awalnya bangsa Nusantara ini mendapat gelombang imigrasi dari Yunnan ,China bagian selatan ( Teory Open Heymar, mencair nya es , tenggelamnya Benua Sunda / Sunda land ) , bangsa yang datang dari Yunnan ini kemudian berakulturasi dan saling bertukar budaya dengan penduduk lokal yang lama mendiami Nusantara. Sejarah bangsa ini semakin berkembang cepat setelah mereka belajar sistem tulisan dari bangsa India yang menyebut dirinya bangsa Bharata, karena letak India disebelah barat Nusantara. Hal ini berakibat adanya tulisan tulisan dari peninggalan leluhur bangsa kita, berupa temuan temuan prasasti dari masa kerajaan Kutai , Taruma Negara diJawa barat , Sriwijaya di Jambi dan Palembang , serta Mataram Hindu, dan Kalingga Jepara yang mempengaruhi corak kerajaan di Sulawesi , dan Kalimantan , serta Philippines .
Dari uraian teks Kakawin Nagara Kertagama , para ahli dapat merekonstruksi keadaan sosial , politik , kebudayaan , dan keagamaan pada saat itu, yang penuh toleransi bisa berdampingan penuh kekeluargaan , yang menunjukan bahwa Majapahit saat itu betapa maju , dan luas serta tinggi nya kebudayaan dan peradaban yang dicapai . sistem sosial dan sistem kekuasaan yang demikian luas wilayah kekuasaan geografinya , menunjukan bahwa Majapahit mengalami masa keemasan , dan kegemilangan , dimana Bangsa Nusantara ini , mengenal siklus kegemilangan dan keemasan yang gemilang setiap 700 tahun .
Nilai nilai dari Pancasila sendiri tertulis dalam Kakawin Nagara Kertagama , pada Pupuh ke 43 ayat 2 yang berbunyi :
" Nahan hetu Narendra Bhakti RI padha Sri Sakya sinhasthiti , yatnagegawhan i Pantjasila kertasansekerta rabishe kakrama , lumra nama jinabhiseka nira San Sri jnana bajres' wara , tarkka wyakaranadhisastran inaji Sri Natha wijnanulus.
Artinya :
Alasan sang Raja mantab berbakti pada kaki Sri Singha Sakya, karena berusaha memegang teguh pada Pancasila , lima kaidah tingkah laku utama , diresmikan dalam tata upacara penobatan . Nana gelarnya menurut penafbisan adalah Sri Jnana Bajreswara , kebijaksanaan , hingga ilmu kesempurnaan/ ketuhanan tinggi karena memegang teguh tata cara adat, kitab suci agama dan kepercayaan luhur .
Dalam Kitab Kakawin Nagara Kertagama juga menulis , bunyi dari Sumpah Amukti Palapa dari Maha Patih Gajahmada , yang saat itu bercita cita akan menyatukan Nusantara , agar bisa terjaga kehidupan yang tentram damai mencapai kesejahteraan bersama , dalam satu naungan panji panji Majapahit yang isinya adalah :
" Lamun huwus kalah Nusantara
Isun Amukti Palapa,
Lamun huwus kalah ring gurun, ring seran, ring tanjung pura, ring Haru, ring, Pahang, ring Dompo, ,Bali ,Tumasik , Sunda, Palembang ,
Samana ingsun Amukti Palapa "
Kepulauan Nusantara selalu disertai matahari sepanjang hari , yang diungkapkan penuh kata hati yang menunjuk pada hati ,jiwa, Sukma, Atma, rohani kita. Kakawin Nagara Kertagama ditulis begitu indah dan hening dimasa kejayaan Majapahit , dimasa Raja Hayamwuruk , dari seorang maestro pujangga yaitu Mpu Tantular, Beliau sendiri adalah penganut agama Bhuda Mahayana , akan tetapi menulis kisah Raja Raja dan negara yang agama resmi nya Hindu Siwa, dengan politik hukum bercorak Hindu Siwa, disinilah kehebatan seorang Mpu Prapantja, karena dengan demikian karya pujangga beliau bisa memberikan dan meninggalkan catatan sejarah serta karya sastra tinggi yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi generasi berikut nya , yaitu lahir nya nilai nilai Pancasila yang pada tanggal 18 Agustus 1945 dijadikan sebagai Dasar Negara. Yang merupakan Falsafah hidup serta jati diri bangsa Indonesia .
Bahwa bentuk toleransi dari Mpu Prapanca ini , yang seorang penganut Budha tapi berkarya secara hening , rame ing gawe sepi ing pamprih , berkarya untuk sebuah kerajaan besar Majapahit yang diidentikan dengan Kerajaan Hindu , bentuk toleransi ini menjadi sangat luar biasa senapas dengan semboyan dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular , yang menyatakan : Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa, yang bermakna " Walaupun berbeda beda namun satu jua , tidak ada darma , kebaikan dan kebenaran yang mendua.
Bangsa Indonesia yang dulu disebut Nusantara adalah anak cucu dan generasi penerus dari Majapahit ini sebagai bangsa Nusantara dengan peradapan budaya yang sudah adi luhung ( sangat tinggi ) yang bagi bangsa ini , sebelum bangsa lain berbudaya, dan menjelajahi dunia ditemukan benua benux baru, dan bangsa eropa ( portugis , Belanda ) mencari rempah rempah sebagai bahan penghangat tubuh untuk iklim dingin , berdasarkan catatan dan penulisan penjelajah Portugis pada pertengahan abad ke enam belas, yaitu Diego de Couto dalam buku Da Asia yang terbit pada tahun 1645 Masehi , menyebutkan orang Jawa lebih dahulu berlayar sampai ke tanjung harapan , Afrika dan Madagaskar , Diego De Couto mendapati penduduk tanjung harapan awal abad ke 16 berkulit coklat seperti orang Jawa, seperti yang dikutip oleh Anthony Reid dalam buku sejarah Modern awal Asia Tenggara , dan hal itu diperkuat dengan peninggalan arkeologi berupa relief pada candi Borobudur yang tergambar relief kapak Jung Jawa yang berlayar mengelilingi samudera untuk perdagangan dan ekspansi politik saat itu , yang merupakan kapak termodern pada jaman nya, dari situlah bisa diketahui bahwa bangsa nenek moyang Indonesia sudah lebih dahulu punya peradaban dan budaya yang Adi luhung, yang sudah terbiasa hidup rukun damai, berdasar musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan perbedaan dan masalah yang dihadapi, maka jangan ajari kami cara berdemokrasi , yang selalu dengan slogan hak asasi manusia kebebasan berekpresi dan berpendapat , karena UNESCO sendiri telah mengakui kitab Warisan dari nenek moyang kami yakni Kakawin Nagara Kertagama merupakan warisan dunia, yang mengajarkan ide ide modern keadilan sosial , kebebasan beragama, keamanan pribadi , dan kesejahteraan rakyat yang dijunjung tinggi dalam konstitusinya sejak jaman dahulu kala hingga lahir nya Indonesia sebagai negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945.
Demikian juga menyangkut aturan hukum yang diterapkan pada masyarakat nya, Sebelum bangsa eropa mengkodifikasi hukum pidana sebagai hukum negara dalam mengatur tatanan masyarakatnya , kerajaan Kalingga sudah menulis dan menciptakan dogma aturan tatanan hukum pidana yang dinamakan kitab " Kalingga Dharma Sastra " yang terkenal dengan potong tangan dan ibu jari kaki , dalam menegakan aturan hukum masyarakat nya seperti yang tertulis dari laporan penjelajah Tiongkok pada jaman dinasti Tang pada medio tahun 648 hingga tahun 674 Masehi , saat berdirinya Kerajaan Kalingga yang terletak di lereng gunung Muria ,bagian Utara , yang saat ini masuk kabupaten Jepara , kecamatan Keling , Jawa tengah .
Harus kita akui para pendiri bangsa kita yang saat itu para pemuda terpelajar hasil didikan pendidikan barat, punya komitmen dan pola pikir dengan jangkauan jauh kedepan melampaui jaman nya yang telah menciptakan Dasar Negara dan hukum dasar bagi Soko guru berdirinya sebuah negara , justru menggali dari nilai nilai luhur peninggalan tulisan sastra , dari pujangga pujangga nenek moyang nya pada masa kejayaan Majapahit mencapai keemasan , Rasa Nasionalisme dan Kebangsaan nya begitu menggelora , yang perlu jadi suri tauladan bagi generasi muda sekarang yang mulai terkikis oleh budaya asing yang berakibat terjadi degradasi Moral dan melemah jiwa nasionalisme nya dengan adanya kemajuan Tekhnologi informasi dan digital yang seolah olah tidak ada lagi batasan sebuah negara dengan negara lain . Ini yang perlu kita renungkan bersama agar kita tidak kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa , yaitu Keindonesiaan .
Penulis adalah praktisi hukum di jakarta, pemerhati sosial budaya hukum dan politik.