telusur.co.id - Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, baru-baru ini memberikan peringatan keras kepada Amerika Serikat, menegaskan bahwa Iran akan memberikan respons yang "cepat, menghancurkan, dan tidak dapat diubah" terhadap setiap bentuk agresi terhadap kedaulatan atau kepentingan negara. Pernyataan ini dikeluarkan di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara, dengan Iran memperingatkan potensi pembalasan terhadap provokasi militer AS di kawasan Asia Barat.
Dalam pidatonya yang disampaikan di Markas Pusat Khatam al-Anbiya di Teheran pada hari Minggu, Jenderal Bagheri menggarisbawahi bahwa meskipun Iran tidak mencari konfrontasi, negara tersebut tidak akan pernah tunduk pada paksaan atau intimidasi dari pihak manapun. Ia menekankan kesiapan Iran untuk menghadapi segala ancaman, dengan menyatakan bahwa “badai kemampuan” negara ini akan menghujani musuh dalam waktu singkat setelah perintah Pemimpin Revolusi Islam, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei.
Pernyataan ini datang di tengah langkah-langkah agresif yang dilakukan AS di kawasan Teluk Persia. Dalam beberapa minggu terakhir, AS telah memperluas penempatan armada kapal induk USS Truman dan USS Vinson di perairan tersebut, serta meningkatkan kehadiran pesawat pengebom siluman B-2 di pangkalan Diego Garcia, yang secara ilegal diduduki di Kepulauan Chagos. Tindakan ini dipandang oleh banyak pengamat sebagai bagian dari kampanye untuk menekan negara-negara berdaulat, termasuk Iran.
Sebagai respons, Angkatan Bersenjata Iran telah meningkatkan kesiapan militernya, dengan laporan eksklusif dari Tehran Times mengungkapkan bahwa sistem rudal canggih buatan dalam negeri kini siap digunakan. Beberapa sistem ini bahkan ditempatkan dalam jaringan bawah tanah yang kebal terhadap serangan musuh.
Brigadir Jenderal Alireza Sabahi-Fard, Kepala Pangkalan Pertahanan Udara Gabungan Khatam al-Anbiya, dan Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, Komandan Pasukan Dirgantara IRGC, juga menilai kesiapan tempur di wilayah pesisir dan selatan Iran. Mereka memastikan bahwa angkatan bersenjata Iran, khususnya unit pertahanan udara, siap menghadapi segala ancaman. Hajizadeh bahkan memperingatkan pasukan AS di wilayah tersebut, menyatakan bahwa kehadiran mereka sangat rentan terhadap kemampuan serangan presisi Iran.
Selain itu, Jenderal Bagheri juga menanggapi surat yang dikirim oleh Presiden AS Donald Trump kepada Ayatollah Khamenei. Surat tersebut berisi ancaman dan tuntutan agar Iran berunding dengan AS. Meskipun rincian surat itu dirahasiakan, Bagheri mengungkapkan bahwa tanggapan Iran menegaskan posisi negara tersebut yang tidak akan memulai konflik tetapi siap membalas setiap ancaman dengan kekuatan penuh.
Bagheri juga menegaskan bahwa meskipun Iran berkomitmen pada stabilitas regional dan mendukung energi nuklir damai, mereka tidak dapat menerima senjata nuklir. Ia menambahkan bahwa perundingan langsung dengan AS sulit dilakukan, mengingat rekam jejak Washington yang sering mengingkari komitmen.
Selain itu, Bagheri mengkritik kebijakan luar negeri Trump yang konfrontatif dan menyebutnya sebagai "pengganggu narsis" yang telah merusak hubungan dengan banyak sekutu tradisional AS. Pertukaran ini terjadi setelah beberapa bulan meningkatnya retorika dari Washington yang mengancam akan "membom Iran" kecuali negara tersebut menyerah pada tuntutan AS—sebuah ancaman yang dianggap oleh banyak kalangan sebagai tindakan nekat dan sembrono.
Sejak penarikan AS dari kesepakatan nuklir 2015, kebijakan "tekanan maksimum" yang dilancarkan oleh Trump telah menambah ketegangan di kawasan, dengan sanksi yang lebih keras dan ancaman terhadap ekonomi Iran, termasuk upaya untuk menghentikan ekspor minyak negara itu sepenuhnya.[iis]