telusur.co.id - Kementerian Dalam Negeri Palestina, Jumat (20/10/23), menyatakan sejumlah besar pengungsi yang berlindung di kompleks sebuah gereja tua di Gaza gugur terkena serangan udara Israel.
Presstv melaporkan, setidaknya 18 pengungsi Palestina yang berlindung di Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius di Kota Gaza gugur pada Kamis (19/10/23) malam.
Dibangun sekitar tahun 1150 M, gereja ini merupakan gereja tertua yang masih digunakan di Gaza. Terletak di lingkungan bersejarah Kota Gaza, tempat ini menawarkan perlindungan bagi orang-orang dari berbagai agama selama beberapa generasi.
Banyak warga Gaza yang beragama Kristen dan Muslim mengungsi di tempat ibadah peninggalan abad ke-12 tersebut ketika terjadi serangan Israel
Militer Israel mengklaim bahwa pesawat tempurnya menargetkan pusat komando dan kendali yang terlibat dalam peluncuran roket dan mortir ke arah Israel, namun akibat serangan tersebut, tembok gereja di kawasan tersebut rusak.
Patriarkat Ortodoks Yunani al-Quds menegaskan, “Menargetkan gereja-gereja dan lembaga-lembaganya, serta tempat perlindungan yang mereka sediakan untuk melindungi warga yang tidak bersalah, terutama anak-anak dan perempuan yang kehilangan rumah mereka akibat serangan udara Israel di wilayah pemukiman selama 13 hari terakhir, merupakan kejahatan perang yang tidak dapat diabaikan.”
Warga Kristen dan Muslim Palestina di Gaza telah melarikan diri ke gereja-gereja dan lembaga-lembaga yang dikelola gereja dalam beberapa hari terakhir, termasuk Saint Porphyrius, untuk mencari perlindungan dari intensitas pemboman Israel.
Ramzi Khoury, ketua Komite Tinggi Urusan Gereja di Palestina, mengatakan pemboman itu menunjukkan “niat Israel untuk memusnahkan rakyat Palestina”.
“Menargetkan tempat ibadah merupakan kejahatan perang, dan hukum internasional memperjelas bahwa rumah ibadah dalam keadaan apa pun tidak boleh diserang,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Pada hari Selasa, serangan udara Israel terhadap Rumah Sakit Arab al-Ahli di Gaza menggugurkan sekira 500 orang Palestina. Hal ini memicu kemarahan global atas pembantaian warga sipil, yang banyak di antaranya berlindung dari pemboman kejam Israel selama hampir dua minggu di Jalur Gaza. [Tp]