telusur.co.id - Status tersangka caleg Demokrat Dapil 3 Jakarta DPR RI, yang terbukti melakukan politik uang, tidak dapat dibatalkan. Kapolri dan Jaksa Agung tidak bisa diintervensi pihak manapun untuk membatalkan status tersebut, karena dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyampaikan, pentingnya penegakan hukum pemilu yang konsisten. Tidak boleh goyah dengan adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Titi Anggraini memandang penegakan keadilan pemilu di Indonesia ataupun negara-negara lainnya membutuhkan partisipasi dari masyarakat.“Selain memperkuat lembaga peradilan pemilu, hal yang tidak boleh dilupakan untuk menegakkan keadilan pemilu adalah memperluas akses bagi masyarakat untuk dilibatkan dan berpartisipasi di dalamnya,” ujar Titi Angggraini.
Selain itu, menurutnya, literasi terhadap masyarakat terkait dengan keadilan pemilu juga perlu diperkuat oleh para pihak penyelenggara dan pengawas pemilu ataupun pihak-pihak terkait lainnya untuk menjamin penyelenggaraan pesta demokrasi yang jujur, adil, dan demokratis.
Seperti diketahui, terbongkarnya kasus politik uang di dapil 3 Jakarta, karena peran serta masyarakat yang melaporkan.
Sosok masyarakat itu adalah Andi Mulyati Pananrangi, warga masyarakat di Jakarta Utara, yang telah melaporkan seorang Calon Legislatif (Caleg) Partai Demokrat DPR RI dari Dapil 3 ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Menurutnya, tindakan memberikan uang kepada pemilih yang dilakukan oleh caleg tersebut telah merusak demokrasi di Indonesia.
Saat ini tersangka menjadi DPO karena tidak kooperatif. Dalam UU Nonor 7 tahun 2017 ttg Pemilu pasal 482 bahwa sidang peradilan dapat dilakukan tanpa kehadiran tersangka atau in absensia.